Pages

Wednesday, October 09, 2013

Kan Jie Wang

Setiap keluarga punya legenda. 
Atau mitos.

Papa pernah bercerita; selama beberapa generasi keluarga pendahulu kami di Tiongkok dulu, dalam satu keluarga selalu hanya memiliki satu anak laki-laki. Entah kenapa.
Kalau ada dua atau lebih; pasti sakit dan akhirnya meninggal hingga hanya menyisakan satu anak laki-laki.
Itupun biasanya tidak berusia sampai tua.
Konon nenek buyut pernah pergi ke kuil dan memohon pada dewa: agar diberi satu saja anak laki-laki tapi sehat hingga masa tua nya.
Namun tetap saja hingga generasi papa; dia adalah satu-satunya anak laki-laki. Saudaranya 8 orang; perempuan semua.

Setelah menikah, papa dan mama dikarunia dua anak laki-laki; aku dan si bungsu: Yohanes.
Ketika berusia 3 tahun, Yohanes terdeteksi leukimia. Enam bulan kemudian Yohanes pun dipanggil Tuhan.

Setahun kemudian, mama melahirkan adik baru: laki-laki. 
Dua tahun kemudian, satu adik laki-laki lagi.
Kuatir tidak dapat menghindari mitos 'satu anak laki-laki'; papa dan mama 'menjual' kami.

Dalam budaya China, ada sebuah tradisi Kwe Pang, yakni "menjual" anak, untuk menghindarkan nasib buruk menimpa si anak.
Pada masa lalu, anak dijual ke kuil untuk belajar agama, atau ke bangsawan untuk magang.
Dalam kehidupan yang lebih modern, anak di kwe pang oleh keluarga yang masih dekat.

Aku di kwe pang oleh Bu Lik.
Bu Lik ini sebenarnya adalah kakak papa. Tapi aku memanggilnya Bu Lik karena dia adalah kakak papa yang termuda.
Bu Lik sudah menikah dan punya 3 anak.

Aku ingat waktu itu usia sekitar 6 atau 7 tahun.
Dalam sebuah ritual sederhana, keluarga besar Bu Lik menyerahkan koin seratus rupiah ke papa dan mama untuk membeliku. (waw! ternyata aku muraaaaah banget!)
Dan memberikan satu stel pakaian yang langsung aku kenakan. 
Aku di suruh bersoja (memberi hormat dengan menangkupkan tangan di depan dada) kepada Bu Lik dan suaminya, serta keluarga besar mereka.

Aku juga mendapatkan nama baru : Kan Jie Wang.
'Kan' adalah nama marga.
'Wang' bermakna 'harapan'
aku lupa makna 'Jie' nya.

Sejak itu, secara adat, aku sudah bukan anak papa dan mama lagi; tapi menjadi anak dan anggota keluarga Bu Lik.
Kalau ada peristiwa di keluarga besar Bu Lik; aku selalu diajak dan diperkenalkan sebagai anak mereka. 
Beberapa tahun yang lalu, Bu Lik meninggal.
Kesibukan dan kehidupan juga membuat aku dan keluarga besar Bu Lik tidak terlalu dekat.
Tapi hingga sampai saat ini, dalam beberapa lingkungan, aku masih dipanggil 'Jie Wang' bukan 'Pau'.

So, jika suatu saat kau memanggilku 'Pau' namun aku tidak menoleh; panggil saja aku: 'Kan Jie Wang'.

Tapi kalau masih ga noleh; ada dua kemungkinan: aku pura-pura ga dengar; atau kamu salah orang.

Hahahaha..............