Pages

Tuesday, May 10, 2016

Siapakah Saya ?

Bulan Februari yang lalu,  ikut pelatihan tata cara ekspor yang diadakan PPEI di Jakarta. 
Beberapa peserta di pelatihan itu kemudian menjadi teman. 
Salah satunya adalah Fina, seorang auditor yang sedang mengembangkan produk tas kanvas nya.

Dalam satu kesempatan, Fina bilang: 

Pau, dulu pas pertama di kelas; aku pikir kamu tuh orangnya serius dan galak lho. Sampai aku mau tanya sesuatu saja takut. Ternyata kamu bisa santai dan guyon juga ya. Hehe.

Kemarin pas pameran di Hong Kong, hampir semua teman peserta pameran juga mengatakan hal yang sama. Bahkan ada satu orang dari kemenkop bilang: 

Pas liat foto pak Paulus, aku langsung mikir: orang ini pasti galak banget.

Iya, jawab Nanda. 
Aku saja sampai takut pas ketemu pertama. Padahal ternyata orangnya lucu, dan bisa jadi teman jalan yang seru.

Hahaha...

Nggak ngerti kenapa orang lain selalu menilai aku serius dan galak. 
Sering mendapati teman yang baru kenal, bicaranya sangat dijaga. Mungkin dipikirnya kalau salah ngomong, kepalanya langsung aku caplok.

...mangkanya!...jangan judge a book by it’s cover,  kata satu teman peserta pameran lagi.

Weleh..ini kok malah jadi dipikir aku semacam buku ber-cover.

Trus kira-kira buku apa? Resep masakan, teenlit, atau stensilan.

Huhuhu.....

Aku yakin selain dinilai galak; pasti ada atribut lain yang ditempelkan ke citra seorang Paulus Phoek. Entah pelit, rajin, malas, membosankan, entah apa lagi.

Yang kemungkinan besar juga bukan yang sebenarnya.

Sebaliknya bisa jadi sebenarnya aku memang seseorang yang galak. 
Kalaupun sekarang masih haha-hihi mungkin karena belum nyalain sumbu nya saja. Hehe.

Jika teman-teman baru ini saat ini bilang: 'senang bisa kenal Paulus';  apakah mereka benar-benar sudah mengenal Paulus yang sebenarnya.

Sebaliknya juga: apakah aku benar sudah mengenal citra sejati teman-teman ini ?

Do we ever really likes a person or just with our idea of who (s)he is?




Salah satu peserta pameran di Hongkong  kemarin: mb. Ayu, pengusaha handicraft dari Bali.
Pengetahuan dan pengalaman ekspornya sudah tingkat raja-nya dewa.  

Bayangkan saja: dia pernah ikut pendidikan khusus tentang ekspor-impor dan buyer management  1 tahun di Singapur, dan 2 tahun di US.
Selain sebagai pebisnis, mb. Ayu juga sering jadi narasumber di pelatihan-pelatihan bisnis dan ekspor-impor.

Waktu aku minta diajarin soal ekspor, dia jawab:

 Ekspor itu gampang!

Mas Paulus punya kendala ekspor; saya akan bantu. Tapi sebelumnya penting untuk kita tahu : “Siapa Saya”.

Siapa mas Paulus, hanya mas Paulus yg bisa jawab. Kemampuan, semangat, cita-cita, idealisme...
Dari sana baru kita akan berbicara pengembangan bisnis MicaWork; ekspor nya, dll.

Kalau kita sudah tahu “siapa saya”, nanti semua masalah dan kendala bisnis akan terpecahkan sendiri kok.


Aku disuruh bikin analisa SWOT pribadi dan usaha.

Kita bahas bersama. Katanya lagi

Selama pameran kemarin; kalau ada waktu senggang mb. Ayu banyak bercerita tentang kasus-kasus yang pernah dia hadapi; pengalaman kerja dan bisnisnya; jatuh bangun bisnisnya; pengalaman rugi ratusan juta dan bangkrut karena ekspor; dll

Mb. Ayu juga mereview harga produk MicaWork yang aku pamerkan.

Rasanya beruntung banget ikut pameran di Hong Kong ini: bisa test pasar, dapat buyer, dapat duit penjualan retail, branding MicaWork di Hongkong; juga mendapatkan mentor yang sangat okeh.



Mangkanya seneng banget pas 5 hari yang lalu mb. Ayu telpon  mau nginap dua malam di Solo. Dia mau ke Blora kulakan kayu jati

Selama di Solo,aku menemaninya sambil terus dapat kuliah tentang bisnis dan menggali  “siapa saya” melalui cerita-cerita pengalaman hidupnya.


Tercerahkan banget!

Caranya bercerita bagus, nggak menggurui. 
Tapi bisa bikin aku berefleksi : bagaimana aku harus mengembangkan bisnis MicaWork; membangun platform usaha yang sebenarnya sudah aku gagas 5 tahun yang lalu.

Satu hal prinsip yang aku tangkap adalah aspek sipritualitas dalam kehidupan kita.

Mb. Ayu, yang penganut Hindu ini banyak bercerita tentang peranan ketaatan religius dalam kehidupan bisnisnya.

Jadi menarik sekali, karena penerapan agama Hindu bagi orang Bali sangat kaya dengan budaya dalam kehidupan sehari-hari.

Hari itu sebelum mengantarnya ke bandara; aku ajak mb. Ayu menemui seorang kenalan: sebut saja Pak Budi, seorang kontraktor,  pengusaha mebel, dll yang lumayan terkenal bahkan di skala internasional.

Salah satu karyanya adalah kompleks bangunan kantornya yang dibangun dari material sisa-sisa limbah proyek: potongan besi dan kayu yang oleh orang lain sudah dijadikan sampah.
Orang-orang di dunia desain Indonesia pasti pernah mendengar/baca/ atau bahkan melihat langsung bangunan ini.

Terakhir kali bertemu Pak Budi dan mengunjungi kantornya mungkin 2 tahun yang lalu. Rasanya kagum dengan bangunan yang diciptakannya. Suasananya megah dan teduh.

Tapi ketika kemarin sampai disana, rasanya kaget; ada rasa yang beda. 
Suasana di dalam dan diluar bangunan terasa suram dan kumuh. Gak terawat baik. Padahal nampak pembangunan-pembangunan baru di sayap kanan-kiri bangunan.

Kami sempat ngobrol lama dengan pak Budi yang kembali bercerita dengan sangat bangga tentang bangunan kantornya yang dibangun dengan “sampah”.

Aku simpan dalam hati saja : kesan bangunan dan lingkungan yang meredup tadi.

Ketika akhirnya kami pulang; dipintu pagar; mb. Ayu menunjuk sebatang pohon banyan, dan berkata, 

mas Paulus; coba lihat ya, dalam waktu tidak lama usaha pak Budi ini akan menghadapi masalah. Pohon banyan ini menyerap energi bangunan dan aktifitas di sini.
Rasakan saja aura bangunan yang sangat redup.


Mb. Ayu kemudian menjelaskan bagaimana budaya Bali; aturan membangun rumah : Hasta Kosala Kosali yang misalnya mengatur jenis bahan bangunan yang dipakai membangun rumah.

Nampaknya kombinasi pohon banyan dan bangunan berbahan “sampah” tadi sangat buruk dan bahkan mengundang mahluk “gak jelas”. Bikin bangunan dihuni mahluk gaib.

Sopir mobil taksi yang mendengar pembicaraan kami; membenarkan.

Iya mas. Yang dikatakan mbak-nya benar.  Tadi saya di depan ngobrol dengan satpam, katanya sisi belakang yang difungsikan sebagai kantor sangat angker. Gak ada yang berani masuk sana kalau sudah malam. Padahal dulu gak seperti itu.

Wew!

Dengan nada guyon; aku tanyakan, mb. Ayu, 

Terus apa yang harus dilakukan pak Budi agar terhindar dari masalah ini?

Ya, bangunan itu harus diobohkan diganti dengan bangunan yang baik.
Masalahnya, bangunan itulah yang menjadi kebanggaan terbesarnya saat ini. Jawab mb. Ayu.

Setelah menurunkan mb. Ayu di bandara; dengan ditambah situasi pak Budi aku jadi mikir panjaaannnnng...

tentang “siapa saya”

tentang kebanggan-kebanggan yang aku miliki dan perjuangkan.

tentang nilai-nilai kehidupan yang saya terapkan

Benarkah ini saya yang sebenarnya?

Seperti pak Budi tadi; bangunan kebanggaanya justru adalah sumber bencana yang sedang mengintainya.

Jadi,

Siapakah Saya ?