Pages

Monday, September 28, 2009

Revitalisasi Pasar Antik Windujenar

Kalau mau berkunjung ke Kraton Pura Mangkunegaran di Solo, kita akan melewati jalan Triwindu yang menjadi 'avenue' keraton ini. Sepanjang jalan ini berderet kios-kios yang menjual barang elektronik, buku, kaset, dll.
Tersembunyi dibalik deretan kios ini terdapat pasar barang antik : Pasar Triwindu yang sebenarnya sudah dikenal banyak turis asing dan domestik. Salah satu "harta terpendam"nya adalah kaset-kaset lawas yang mungkin sudah ga beredar lagi.

Adalah pemerintah kota Solo saat ini: walikota Jokowi dan wakilnya FX Rudy yang punya visi penataan dan revitalisasi lokasi-lokasi di Kota Solo yang tidak saja mempercantik kota namun juga memicu peluang pertumbuhan ekonomi.
Salah satunya adalah area pasar Triwindu ini.

Penataan dilakukan dengan relokasi kios-kios elektronik, buku, dll ke sebuah gedung "Ngarsapura" (*belum sempat motret) dan menjadikan lahan bekas kios-kios tersebut ruang-ruang yang dapat digunakan wadah terbuka masyarakat Solo.
Konon area ini akan dijadikan semacam 'pasar malam'. Beberapa kali lewat daerah ini memang diadakan semacam bazaar, dsbnya.

Pasar Triwindu sendiri juga dipugar dan dibangun keren. (*belum sempat masuk juga) dan sekarang bernama Pasar Windujenar

Semalam habis nutup warung, jalan-jalan sendiri bawa kamera. Sampai di lokasi sudah jam 2100 lebih tapi masih lumayan penuh orang narsis.

Suasana malam itu : plasa rakyat.


topeng-topeng lucu :)
Disini dulu ada yang jualan gudeg ceker. Pernah pacaran sama garwa disini (*rasanya baru kemarin malam)


potret dari sini saja yank.......?


banyak banget orang potret-potret di area ini.


Kios-kios pasar barang antik di malam hari.


Pasar Windujenar Solo


Pasti bukan pacar gelap, karena pacarannya di bawah lampu :D


Ruang terbuka yang semoga bisa menjadi wadah horisontal masyarakat Solo.


Lumpang penumbuk padi. Apik juga ya!


Papan nama "official"...tapi kok cuma digantung pake tali senar...

Cowok ini rela terlihat bodoh didepan ceweknya hanya untuk sebuah foto narsis untuk di upload di pesbuk. hehe.. (percayalah saat itu dia sedang menjilat lumpang)


Kolaborasi lampu dinding (baru) dan teralis besi (lama).


Detail Lampu Jalan. Apik yo!


pedestrian lebar dan bersih sebagai area terbuka linier.

Solo memang indah.

Saturday, September 26, 2009

Dr. Cai Ming Jie Ph. D (Tukar Nasib Part 2)

Tulisan ini sekuel dari tulisan sebelumnya : Tukar Nasib...Mau?

Dr Cai Ming Jie Ph.D adalah seorang kawula Singapore lulusan Stanford University, sebuah universitas top yang termasuk 5 besar di Amerika. Setelah lulus Dr. Cai bekerja di Institute of Molecular and Cell Biology (IMCB). Jabatan terakhirnya adalah kepala peneliti bidang genetika sel.

Kualifikasi seorang Dr. Cai menjadi impian dan doa banyak orang: pintar, gelar maksimal dari universitas ternama, serta jabatan mantab di institusi kelas dunia. Sebagai peneliti kelas dunia, karya ilmiahnya sudah banyak terdokumentasikan di Web of Science.

Semua orang pasti akan berpendapat saat ini Dr. Cai sudah bisa mencapai fase aktualisasi diri ala diagram Maslow. “Mustinya” soal materi ga akan jadi masalah! Dr. Cai akan bisa kerja dimanapun dia mau, universitas top markotop pasti akan rebutan Dr. Cai sebagai kepala departemen R&D nya atau minimal dosen.

Ga usah lewat test penerimaan CPNS, negara manapun pasti mau merekrutnya; secara profesi bidang bioteknologi adalah bidang yang prospeknya bagus dan sangat diperlukan (*katanya sih).

Tapi dunia berlari dengan cepat. Paradigma kehidupan berubah hanya dalam semalam. Setelah bekerja selama 16 tahun di IMCB, akhirnya Dr. Cai kehilangan pekerjaan dan setelah menganggur 3 bulan terpaksa menjadi supir taksi di Singapura.

Dr Cai Ming Jie PhD tidak sendirian.
Douglas Prasher menghadapi situasi yang sama.
Ilmuwan peneliti Amerika ini berhasil mengisolasi gen yang bisa menghasilkan protein bersinar hijau dan nyaris meraih penghargaan Nobel 2008.
Prasher pindah dari sebuah lembaga penelitian ke lembaga lain ketika dana penelitiannya habis. Pada akhirnya ia berhenti menggeluti sains, dan beralih menjadi sopir antar-jemput di Alabama .



Kenapa bisa begitu ?

Hehe…sekali lagi, once more, sepindah malih:
setiap hari dunia berubah, kawan!
Demikian pula paradigma kehidupan.

Di masa lalu seseorang akan memilih sebuah bidang studi, kemudian fokus pada bidang itu hingga menjadi profesi. Kuliah di kedokteran ya jadi dokter, kuliah di arsitektur ya jadi arsitek, kuliah di fakultas ekonomi kalau ga jadi akuntan ya jadi marketer asuransi…(*plak!)

Namun situasi dan sistem ekonomi dunia, filosofi bisnis, peta politis, sistem ketenaga kerjaan dstnya mengubah dunia kerja. Antara lain: saat ini lebih dibutuhkan seseorang yang bisa mengerjakan beberapa keahlian sekaligus: akuntansi dan hukum; komputer dan bisnis, mekanikal dan marketing……
(*mangkanya dulu aku selalu bilang: les bahas inggris yang serius!!)

Pola ikatan kerja juga sudah berubah. Idealisme ‘pekerja tetap seumur hidup’ dan jadi PNS mustinya hanya pantas menjadi paradigma kehidupan orang2 yang hidup di tahun 70-an. Pola out-sourcing seharusnya justru menjadi bentuk ikatan kerja yang bisa menguntungkan semua pihak.
Bisa dipastikan yang teriak-teriak mengutuk ikatan kontrak dan out source adalah tenaga kerja dengan daya saing, daya juang dan utilitas rendah.
Karena di era globalisasi ini, bisnis-bisnis model lama bisa hilang sekejap dalam satu malam, kemudian muncul bisnis yang baru, yang menjadi masalah bagi mereka yang tidak bisa menyesuaikan diri.

Apakah itu kemudian berarti :
  • ga usah kuliah tinggi-tinggi
  • jalani saja yang ada sekarang, besok urusannya dipikir besok
  • nglamar kerja jadi arsitek, at the same time juga nglamar kerja jadi dosen
  • cukup dengan bentuk usaha dan bisnis yang ada sekarang

ya gak gitulah! Bodoh!

Kalau orang sekelas Dr. Cai saja akhirnya hanya menjadi supir taksi, bagaimana dengan kesempatan karier yang bisa diperoleh sesorang yang kerjaannya hanya ngapdet status di pesbuk melulu…

Kehidupan di era global ini berubah dengan cepat dan serba tak terduga. Karena itu diperlukan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan ini. Dan fleksibilitas itu terbentuk dari kemampuan akademis yang baik, serta karakter pribadi yang terlatih.

(tapi beda loh ‘fleksibilitas’ dengan ‘plin-plan’)

"Pengalaman adalah raja," seharusnya menjadi slogan dekade ini. Dan seharusnya seseorang mau mendapatkannya meski dengan magang tanpa bayaran.

Satu lagi, manifestasi ‘mensyukuri’ kehidupan yang sudah dilakoni saat ini. Adakah itu dengan suatu tanggung jawab menjalani sepenuh Hati, atau sekedar ‘kembang bibir’.

Belajar dari kasus Dr. Cai, sebagai ‘pengelola warung’ aku juga berusaha melihat pola perdagangan, pelayanan jasa, employment, serta penanganan bisnis pada tahun 5-10 tahun yang akan datang.

Meski jadi supir taksi bukan pekerjaan buruk, tapi aku lebih senang jadi penumpang. Penumpang pesawat. Hehe…

Blog si Dr. Cai klik di sini.

(keren ya si Cai ini : supir taksi bergelar PhD, punya blog lagi!)hehe...

Monday, September 07, 2009

Tukar Nasib... Mau?

Tanggal 3 September kemarin; bersama Aming dan Purbo, aku naik KRL Ekspress dari Stasiun Kota Jakarta ke Bekasi

Mas, dari sini ada ga sih kereta ke Cikarang? Tanya aku ke penjual air kemasan untuk batalin puasa Aming dan Purbo.

Ada pak, bentar lagi datang trus langsung berangkat. Ga usah beli tiket… ga bakal diperiksa juga karena biasanya penuh. Ujarnya.

Gak ah! Ntar kalau ada pemeriksaan malah masuk Buser di tivi! sengir aku. Lagian tiket juga murah banget! Cuma 1500 rupiah!

Ga sampai 3 menit keretanya datang.

Ya Tuhan!!!!! Ini sih bukan ‘penuh’

Belum naik aja kereta sudah super luar biasa sangat amat penuh sekali!

Penumpang2 yang berangkat dari sta Bekasi hanya bisa menumpang kereta itu dengan bergelantungan di sepanjang lokomotif dan naik ke atas gerbong.

Aku bilang sama mas Purbo, gelap2 gini manjat atap kereta? Nggak ah! Saya masih pengen ke Vietnam tahun depan!

Aku ga takut mati, tapi kayaknya ga elegan kalau mati jatuh dari atap gerbong kereta.

Petugas sta yang ternyata di belakang saya juga ngomong, Nanti masih ada kereta satu lagi kok pak

Nunggu kira2 15 menit akhirnya kereta kedua datang juga. Puuuueeeenuuuh juga! Tapi masih bisa mendesak masuk ke dalam.

Kami bertiga berjejal-jejal dengan penumpang lain di depan WC di bagian sambungan kereta. (tiap kali berdiri dibagian ini selalu ingat momen berdiri di sambungan kereta dari Surabaya ke Solo sambil meremas hati)

Ga tahunya…oalaaaaaahhhh! Kereta ga berangkat2 ga ngerti nungguin apa!

Sementara sepasukan penjual wira-wiri bawa bakul segede tank!

Jualan minuman, korma, nangka, tomat, tahu, pisang, roti, jeruk, blewah, kacang, nasi, koran, korek api, ikat pinggang, buku anak2, permen, tissue, sendal, gunting kuku, henpon blackberry (*hehe yang terakhir ini aku ngapusi)

Semua serba seribu!

Yang seribu saja…seribu saja…

Silahkan dipilih…dipilih…seribu ajah!

Aku mikir….wew! trus labanya berapa ya? Sehari bisa dapet duit berapa ya?...

Katakanlah laba 200 rupiah, bisa jual 100 buah, baru dapat 20 rebu!!....

Sebulan kerja ga pake libur cuma dapet 600 rebu… di jakarta getooo!!!

Dibanding mereka, betapa kaya nya saya!

Mustinya dari Bekasi ke Cikarang hanya ada 2 stasiun kecil: Tambun dan Cibitung. Tapi kereta ini……. Ya Tuhan! Ya Dewa Yunani!!!….ga cuma berhenti di tiap sta,siun tapi tiap ada perkampungan, pengkolan dan gang seuprit, kereta berhenti!!!!

Astaga! Ini kereta apa angkot!!??

Aku menahan diri untuk tidak berteriak, “kiriii…bang!!” karena kuatir kereta pasti juga akan berhenti!

Hihihihi…..

Mustinya kalau naik angkot atau bis dari bekasi ke cikarang hanya 30 menit, ini satu jam lebih saja belum sampai.

Whe la dalah! Gusti!...paringana notebook! (*hehe..iya, lagi pengen punya nih! Sehari sebelumnya liat di Taman Anggrek ada notebook HP mini cuma 4 jutaan)

Ujug-ujug, saya terpaku melihat dari ujung gerbong satunya ada yang ngesot.

Bukan! Bukan suster ngesot! Tapi cowok abege gitulah. Rupanya dia adalah pemulung.

Kadang ngesot kadang jalan pakai lutut sambil menyapu sampah dari bawah kursi dan lorong: botol air, plastik, daun pembungkus lemper, kulit kacang….

Sampai di depan saya, di bagian sambungan gerbong, dia menyortir sampah itu; yang bisa dia jual dimasukin plastik besar, sisanya dia buang keluar pintu.

Duh!

Ngeliat para pengasong ‘seribuan’ aja saya sudah merasa luar biasa di limpahi; apalagi melihat si abg pemulung ini.

Segitu susahnya nyari duit: musti ngesot dan berjalan pakai lutut di sepanjang gerbong kereta. Mending kalau nyapu notebook HP…hihihi…

Sesampai di Cikarang kami makan di frait-ciken kolonel berkumis, bertiga habis 87 ribu.

Sambil makan aku mikir: para pengasong + pemulung tadi musti kerja berapa hari untuk bisa ngumpulin duit makan disini….

Duh Gusti sing paring urip… ingatkan saya untuk selalu bersyukur untuk KemurahanMu!!!

Jadi ingat :

Tukang asuransi yang nyanyi tiap kali lewat jalan kalianak, “aw,aw… ini bukan duniakuuuh..!”

Tukang gigi di yogya yang ribut melulu pengen pindah kerja, “aku mau pindah ke Lombok supaya punya banyak waktu backpacking”

Tukang apoteker di malang yang selalu sambat kalau lembur, “kalau aku lembur, kapan dong bisa ngabisin kelengkeng 2 kilo kiriman pak pulisi?.....”

Tukang operasi mata yang kalau sms, “bosen pak! Tiap bulan naik pesawat keliling Indonesia untuk operasi mata…”

Dan tukang-tukang lain yang pengen rasanya aku kumpulin trus aku suruh ngerasain jadi pengasong ‘seribuan’ atau pemulung ‘ngesot’…….

Mau??!