Pages

Sunday, May 29, 2005

To All The Girls I've Loved Before - Part 2 # "here is my story"

Ami – the one in my life

Namanya sebut Ami. Kami bertemu dalam sebuah workshop mahasiswa arsitektur yang diselenggarakan UNS di Solo. Dia berasal dari FT Arsitektur UNTAR Jakarta.
Aku memanggilnya: Ami

Kesan awalnya: cewek ini sadis plus kejam!! Karena aku diomelin ketika ngisi buku kesan-pesan.
Bayangkan!! katanya, “Pras, jangan main2 gitu!! Pylox itu untuk nge-cat bukan utk nulis di buku tamu!!, kamu bandel juga ya ternyata!!”

Pada malam terakhir, kami para peserta pergi makan lesehan dan nyanyi-nyanyi gak jelas. Pas dia nyanyi lagunya Beatless “When I Saw Her Standing There” dengan syair yang kemana-mana: tiba-tiba, ujug-ujug, suddenly mata aku gak bisa lepas dari dia. Dan aku berpikir, “weits!, aku kok suka cewek sadis plus kejam ini!! kalau tersenyum, wajahnya persis Julia Roberts!”
Tapi aku gak yakin kami punya chemistri yang sama, lagi pula juga beda kota; aku kuliah di yogya dan belum kerja; duit siapa yg mau dipake utk ngapel ke jakarta??
Sejak berpisah, justru Ami yang duluan kontak; kirim foto-foto workshop, kartu natal, surat “apa kabar” dan peringatan tidak main2 Pylox lagi. huehehehe

Tidak lama, aku diterima bekerja di sebuah konsultan, dan 2 tahun sejak pertemuan dengan Ami, aku dimutasi ke Jakarta.
Suasana kerja dan kesibukan baru, membuat aku menjadikan pekerjaan sebagai agama dan boss aku jadi Dewa mabok no 16; dosa besar kalau hari sabtu dan minggu gak ngantor.

Ami banyak memberi warna dan pengaruh dalam kehidupan baru aku.
ketika pindah ke Jakarta, Ami-lah yang cariin aku kost,
membuat aku jadi suka : croissant tuna nya Café Olala, kulit kentang goreng di Sizzler, konsumen fanatik Body Shop, dll
bahkan nekad nyicil apartemen di dekat rumah dia, juga segudang kenangan lain.
Orang tua Ami dan adiknya selalu menyambut baik kalau kami bertemu
Aku juga pernah memperkenalkan Ami kepada papa-mama waktu resepsi pernikahan adik di yogya

Meskipun dalam hati aku mengakui, Ami adalah cewek ideal, tapi belum pernah sekalipun aku menyiratkan perasaan dan menunjukkan arti Car bagi aku. Apalagi pake kata-kata, “ai lap yu” kyaaa!!!

Sehingga kalau Ami telp, “Pras, ada pameran realty di JHCC” atau “apa acara hari minggu”, aku sering jawab,
“Ami, aku kudu nyelesaiin gambar nih”
“aku kudu nemenin boss ketemu klien nih!”

atau “Sori Ami, cucian numpuk”
(padahal kadang karena ga ada duit utk naik taksi radio dalam-citra garden 2)

Suatu hari, ketika liburan Natal ke Solo, mama menanyakan status hubungan kami dan meminta aku supaya tegas menentukan sikap, “kasihan Ami kalau kamu gantung terus gitu…”

Setelah mikir2 beberapa hari, aku memutuskan untuk serius dengan Ami. Bikin komitmen atau apalah gitu…

Berhubung masih di Solo, aku telp Ami, untuksekedar ‘prolog’, sebelum masuk acara “Katakan Cinta”.
Tapi astaga!!! Sebelum sempat ngomong apa-apa, Ami malah bercerita, 3 hari yang lalu dia jadian dengan cowok teman kuliahnya dulu!!

3 HARI YANG LALU…MAN!!!!!

………….

(sok) nekad, sesampai di Jakarta, aku menemui Ami dan bercerita bahwa sebenarnya aku berencana serius dengan seseorang cewek (tanpa menyebutkan namanya) tapi aku terlambat.
Ami kayaknya paham dan cuma tersenyum,
Diam
Dan akhirnya bilang, “aku pikir kamu tidak pernah berminat sama aku. Aku khan gak mungkin menunggu kamu selamanya”
Lanjutnya lagi, “papa aku sangat berharap aku bisa segera berkeluarga”

Si cowok saingan aku itu rupanya tidak memberi kesempatan untuk bersaing. Beberapa bulan kemudian Ami dan dia menikah.

………………

tahun 2003, 4 tahun setelah Ami menikah, tiba-tiba aku kangen mendengar suaranya. Rasanya pengen telepon dan berkata, “apa kabar…”
Sejak Ami menikah, kami tidak pernah berkomunikasi. Dan ternyata 4 tahun bisa membuat aku lupa no telp rumahnya. Aku kudu beberapa kali salah sambung sampai di satu nomer;

“Halo…” ….suara Ami!!!

Kami gak ngobrol banyak, cuma basa-basi dan akhirnya tukeran alamat email.
Dalam emailnya, Ami benyak bercerita tentang ortu, pekerjaan dan adiknya yang bekerja sebagai stewardess di Singapore Airlines.

Di email ke 4, Ami bercerita; dia berpisah dengan suaminya.

…………

Aku sungguh tidak tahu harus bagaimana.
Disatu sisi, aku merasa kasihan dan prihatin melihatnya berpisah
Di sisi lain, bisa jadi ini “kesempatan kedua”…….

Tapi rasanya tidak bisa senaif itu memandang kondisi ini sebagai “kesempatan kedua
Manusia berubah, demikian pula dengan aku dan Ami.
At least saat ini kami tinggal di kota yang berbeda, dengan karier dan pergumulan hidup masing-masing.
Ini menjadi setumpuk kegundahan yang bisa menimbulkan rasa frustrasi.

Dan yang paling utama, sebagai true believers of Christianity, kami tahu suatu pernikahan hanya dipisahkan oleh maut.
Itu artinya Gereja “main stream” tidak akan pernah menikahkan seseorang yang berstatus janda/duda yang bukan karena ditinggal mati pasangannya.

Saat ini, jadi seperti sebuah DeJavue.
Dan persis seperti 10 tahun yang lalu, aku bimbang dan bodoh….
Ah, aku memang hanya seorang kelana yang tak pantas mengenal cinta.

Persis sebuah lagu,

To all the girls I've loved before,
who travelled in and out my door,
I'm glad they came along I dedicate this song,
to all the girls I've loved before.

To all the girls I once caressed,
and may I say I've held the best,
for helping me to grow, I owe a lot I know,
to all the girls I've loved before.

To all the girls who shared my life,
who now are someone else's wives,
I'm glad they came along, I dedicate this song,
to all the girls I've loved before.

To all the girls who cared for me,
who filled my life with ecstasy,
they live within my heart, and always be a part
of all the girls I've loved before.

The winds of change are always blowing,
and every time I try to stay,
the winds of change continue blowing,
and they just carry me away.

Sunday, May 22, 2005

To All The Girls I’ve Loved Before – Part 1

Banyak orang berpikir: aku lajang karena ga punya kenalan cewek.

Well, they’re wrong!!

Here are some of the girls

1. Mike – sang cinta pertama

Belum 3 bulan aku duduk dikelas I SMP di Solo, seorang anak baru masuk kelas, namanya Mike, seorang cewek yang membuat aku tiba-tiba sadar : KYAAA! Aku sudah remaja dan punya hormon !!….(*tuink2)
Dia lebih tua 2 tahun, tapi menurutku cuwantiiiiq biyangettt !! dan membuatku jadi sasaran lemparan kapur dari guru, karena sering banget menoleh kebelakang.
Seluruh teman di kelas tahu bagaimana kegigihan aku mendekati cewek satu ini. Dan berhasil.
Hampir setiap minggu kami dan beberapa teman jalan ke Tawangmangu atau sekedar ngumpul di rumah salah satu teman. Rasanya dunia milik kami berdua.
Namanya juga cinta monyet, walaupun sekelas, tiap hari surat-suratan lewat teman.
Suatu hari, seorang teman bercerita; Mike ternyata pindahan dari sekolah lain karena dikeluarkan setelah ketahuan hamil dan abort it.
Whaaacks! Gimana ga shock, di kelas 6 SD saja aku masih berpikir: seorang wanita hamil karena obat dari dokter, baru puguh sex waktu lulus SD dan berpikir how disgusting those stuff!!
Bukan itu yang membuat kami akhirnya berpisah; mungkin bagi Mike yang sdh lebih “matang”, aku masih terlalu plonco; hingga lama-lama kami menjauh dan bubar.
Lulus SMP, aku ke Yogya, Mike menikah.
15 tahun kemudian, aku bertemu Mike; ibu dari 3 anak, bersama suami kedua.
Still, she is my first lop.


2. Wati – Roman SMA

aku memanggilnya Wati. (Tapi ini bukan Watti di Supernova “Petir”)
Teman satu kelas SMA di Yogyakarta.
Awalnya kami ngerjain mading sekolah dan ikut lomba Mading. Trus ternyata kami berdua suka baca dan dilanjut barter buku bacaan, dari novel sampai komiki2 kayak Tintin, Nina, dll
Di kelas 2, kami selalu satu kelompok belajar, ngobrol di kelas, godain guru, juga teman satu geng kluyuran ga jelas. (bayangin saja, kadang sebelum sekolah naik motor rame2 ke Kaliurang!!)
Tapi, kalau sudah soal pelajaran kami bersaing sengit.
Diantara kami tidak pernah terucap apa-apa, sementara banyak teman menerima kami as an item.
Meski demikian, ada beberapa faktor X yang gak mungkin diabaikan. Walau kami berdua dan masing-masing keluarga tidak mempermasalahkan perbedaan suku, tapi kalau sudah beda agama, kayaknya semua kudu sadar.

Kedekatan kami tidak berhenti sampai lulus SMA, mungkin karena sama-sama di UGM, aku di Arsitektur, Wati di Teknologi Pertanian. Ada beberapa kegiatan kampus yang kami ikuti bersama (nonton pameran lukisan termasuk ga ya ?)
Ketika Bapaknya Wati pensiun dan harus keluar dari rumah dinas, ibu Wati minta aku merenovasi rumah pribadi mereka di daerah Godean; “untuk praktek nak Pras”, katanya.
(dikasih proyek, aku sih cihuy aja!)
Hidup berjalan terus, aku sudah kerja full-time dan mulai sering ke Jakarta, kami mulai menjauh (tahun ’93 belum punya HP utk SMS).

Suatu subuh, kira-kira jam 9 gitu (jelas aku belum bangun); Wati datang ke kost membawa bungkusan. Aku (linglung bangun tidur) dan Wati tidak ngobrol banyak.
Sesudah dia pergi, aku buka bungkusannya, ternyata berisi sebuah tas kerja kulit dan sebuah surat.
Wati nulis di surat itu: how greatfull our relationship, berterima kasih utk apa yg sudah kami lalui, renovasi rumah keluarganya, juga harapan agar kami berhasil dalam hidup masing2.
7 bulan kemudian, aku sudah menetap di Jakarta ketika mendengar Wati menikah.

3. Citra – kenangan di perempatan Melawai

Hingga tahun 1997, kalau hari minggu, alih-alih ke gereja, aku malah seharian di Pondok Indah Mall, sarapan di Wendy’s, nonkrong di Gramedia, makan di Wendy’s lagi, muter2 ga jelas di Metro, pindah ke Gunung Agung, masuk Toy”s City, liat orang berenang, antri makan di Bakmi GM atau Yoshinoya, dan mampir Hero sebelum pulang.
Suatu hari aku menghadiri sebuah acara gereja dan tertarik dengan pembawa acaranya: Citra, cewek batak. Ini membuat aku jadi rajin ke gereja dan mencoba ikut-ikut kegiatan yang ada; siapa tahu bisa kenal dekat dengan Citra. Selain cantik, kesannya cewek ini aktif banget.
Setelah kenal, aku malah kecewa, bukan karena ternyata Citra sudah punya cowok atau menikah, tapi ternyata Citra adalah cewek paling ngeselin yang aku kenal, sok pinter, sok ngatur, sok akrab, keras kepala, sok sistematis, kasar, galak, juga gampang nangis bombay.
Kami sangat sering berbeda pendapat sampai berantem, bahkan untuk masalah-masalah sepele.
Bukan sekali-dua kami saling memutus pembicaraan di telpon, di”sidang” pendeta kami dan didoakan agar bertobat! Hehehe…
Kalau ke gereja, amit-amit jangan sampai ketemu jejadian satu itu, ibadah bisa jadi gak khusuk!

Suatu sore, bubar dari gereja, pura-pura saja aku ga liat ada Citra, tapi terlambat, Citra menghampiri dan menyapa,
“Pras, bisakah kita berbicara sebentar di Dunkin Donuts ?”
“GAK!!, aku mau pulang nyuci pakaian!!!”
tukasku getas (lupa baru saja dikotbahin pendeta)
Citra terdiam sejenak, kemudian berkata, “tentu saja aku tidak bisa memaksa, tapi aku senang kalau kamu bisa meluangkan waktu sebentar”
Daripada dia nangis, yo wis aku diem saja, gak meng-iyakan, tapi langsung ngluyur ke Dunkin Donuts di Melawai.

Ternyata, itu jadi “Awalnya ngobrol asyik”
Sejak itu, kami justru jadi dekat, bisa saling lebih memahami dan tolerant. Setiap ada kesempatan kami selalu bersama, pelayanan gereja bareng,
Ada satu kebiasaan kami yg akhir2 ini kebayang-bayang, yakni kebiasaan ngobrol berdua sampai larut malam di depan HAGA Bank (masih ada gak ya) - perempatan Melawai, sambil ngitung bis Blok M – Lebak Bulus yang lewat. Terkadang sampai jam 1 pagi, baru aku antar dia naik taksi pulang ke Lebak Bulus.
Tadinya aku paling anti naik bis kota di Jakarta, tapi Citra sengaja ngajak aku muter-muter Jakarta naik bis, dan angkot yang rutenya ga jelas. Mungkin karena dia batak, jadi ngerasa pede kalau di Blok M. huahahaha…
Banyak teman yang takjub melihat keakuran kami, dan menganggap kami sudah resmi pacaran.
Beberapa kali, Citra gak cuma memancing, tapi sudah ngomong terbuka tentang kami, misalnya tentang doa dia, bahwa suatu saat kami akan bersama didepan altar….

As always, aku menghindari pembicaraan kayak gitu.
Kalau ada cewek yang memancing ke arah itu, biasanya tiba-tiba aku berubah jadi lemot, sok ga mudeng dan sok lugu…sok jadi Joko Sembung, alias asal jawab yang gak nyambung.
Aku mikir…ah, gak pengen mikir sekarang!

1 tahun dekat dengan Citra, aku dihadapkan pada keharusan untuk balik ke Solo untuk membantu mengelola usaha ortu. Ibarat simalakama: di satu sisi, aku sudah memiliki pekerjaan dan karier yang “gue banget”, sahabat, kehidupan, rencana masa depan di Jakarta serta fans+penggemar di Jakarta . Tapi disisi lain, aku tahu: kudu kembali ke Solo.
Dan, Citra ada dalam kebimbangan aku memutuskan untuk kembali ke Solo, Dia memahami mengapa aku kudu meninggalkan jakarta, tapi dia juga ngomong :
“Pras, aku sungguh berharap, keberadaanku turut menentukan keputusanmu kembali ke Solo”
aku diam saja; 2 malam berikutnya ga bisa tidur…..

Akhirnya aku balik ke Solo, merintis sebuah kehidupan baru.
Meskipun komunikasi dengan Citra (juga para selir lainnya) tetap ada, kudu diakui long distance relationship gak mudah. Almost impossible.
1,5 tahun sesudah aku balik ke Solo, di telpon Citra bercerita mengenal seorang cowok dan mengajaknya menikah. Aku bilang, “Go a Head..”
6 bulan kemudian mereka menikah.
Ah, sepotong hati lagi sudah terbang.


Aku seorang kelana
Tak pantas mengenal cinta
Hatimu kubawa pergi
Khan ku sayang sampai mati

To be continued….

Thursday, May 19, 2005

Profesor Calculus ? NO WAY!!

Tadinya aku merasa sedikit aneh dan terganggu jika naik becak dari rumah ke kantor : para drivernya (pasti yang langganan) dengan cueknya ikut masuk kekantor hingga depan ruang kerja.
Aku cuma nggrundel dalam hati, “waduh! ngapain kok pada ngikut masuk !!”

Sementara itu, baidewei……..

awalnya aku lebih suka berjalan kaki ke kantor.
8 menit berjalan ke kantor cukup membuat darah mengalir lebih cepat, mengimbangi otak yang ngebut berpikir tentang pekerjaan2 yang harus di hadapi hari ini.
Tapi keramahan para becak driver yang tiap hari mangkal dekat rumah membuat aku ga enak hati. Bagi mereka mengantar aku ke kantor dan mendapat 4.000 rupiah bisa berarti makan siang.
Jadi aku pikir, yo wis lah! mungkin lebih baik kalau mikir soal kerjaan hari ini sambil naik becak, dari pada bahaya nyebrang jalan ga konsentrasi….

balik ke soal becak driver yang ngikut sampe depan ruang kerja…

Aku merenung-renung dan sadar ternyata mereka seperti itu karena, setiap kali, saking otak udah penuh soal kerjaan, begitu dekat kantor, aku langsung loncat dari becak dan lari masuk kantor, sementara mereka dengan lugunya menunggu di luar.

Dan aku langsung telp sana-sini, baca laporan, menemui tamu, buka email, (kadang chatting juga) dan 2 jam kemudian baru ingat : belum bayar becak!!

So!!! That’s why mereka selalu membuntuti aku masuk kantor.
Just another fool of me!

Tiba-tiba aku kangen ngobrol sama Lastri di perempatan Melawai sambil menghitung bis 605 Blok M – Lebak Bulus yang lewat…

Monday, May 09, 2005

Aku Sedang Kasmaran :)

Seperti flu yang kadang begitu saja menyengat, tiba-tiba aku merasa sedang kasmaran

Gejalanya persis kayak flu: meriang dan pengen roti coklat + teh panas.
Bedanya : hati rasanya bahagia dan pengen menyenangkan orang lain.

Masalahnya aku gak ngerti sedang kasmaran kepada siapa……
Mungkin sejenis Kasmaran With Un-identified Object

Ehm, bisa jadi ini menunjukkan aku masih manusia biasa, yang selain bisa lapar, usil, ngantuk, sok licik, juga punya kebutuhan afeksi.

Cari pacar? NO!!!

‘cause aku tetap mempertahankan prinsip yang satu itu :
Young, Free and Single !

Sunday, May 08, 2005

Memalukan!!

2 minggu yang lalu :

saya telpon pak Bambang dan teriak :
“PAK!! GIMANA SIH KOK BISA BUAT SURAT PAKE KOP + STEMPEL KANTOR, TAPI GAK MINTA IJIN SAMA KETUA ??!!”

“iya, trus ?”

“LOH! KOK TRUS GIMANA ??? SAYA DITEGUR KETUA NIH!! ………...DALAM PERTEMUAN KOMISI, SAYA KHAN SUDAH MENGINGATKAN, SEMUA SURAT KELUAR HARUS SEPENGETAHUAN KETUA!!! “

“surat yang mana ?”

“KOK SURAT YANG MANA!!!!…….. BAPAK BIKIN SURAT KE DEPARTEMEN AGAMA KHAN ?”

“…kayaknya gak tuh ?”

“LOH GIMANA SIH !?? ….. INI PAK BAMBANG BUKAN ?”

“…bukan!!, saya Herman suami ibu Ninik, pak Pras..”

“…(gubrak!!!!!) OMG!!! “

pesan cerita : kalau mau telpon, pencet angka yg bener!! Dan jangan asal nyolot!!


tadi pagi :

saya sedang berjalan menuju kantor, tiba2 sebuah mobil berjalan pelan dan pengemudinya menyapa saya,

“Pak Pras, kayaknya kita searah, ikut saya saja…..”

“Sip!! Thank’s. (masuk mobil dan mikir, ‘wah, Pak Herman baik bener, sudah aku marahin, masih mau nyamperin. Yo wis, ini kesempatan nebus malu’…) Pak, gimana kabar bu Ninik ?”

“wah gak tahu, sepertinya di Mojosongo…”

“Gitu ya…apa tadi gak bareng ?”

“Ya gak dong pak, bu Ninik khan bareng sama suaminya: pak Herman……”

“…….(gubrak!!!) OMG!!!”

pesan cerita : kalau ditawarin nebeng, kenali orangnya dgn bener: jangan asal sok akrab!


lhadallah!! Trus yang ngajak aku nebeng tadi pagi itu siapa ya ?

Astaga!!! Aku kok punya hobi baru : mempermalukan diri sendiri....