Pages

Sunday, February 27, 2011

Banyak is Sedikit

Semalam ngobrol dengan Di tentang Gelombang Cinta, tanaman jenis Anthurium yang beberapa tahun lalu mirip Gayus : mengguncang Indonesia. Tanaman yang biasanya tumbuh sembarangan di kebon tiba-tiba di hargai milyaran rupiah.
Beberapa orang beruntung yang memiliki jenis tanaman ini mendadak jadi milyuner. Lha wong bibitnya yang cuma sebesar taoge saja bisa dibandrol 150 rebu.
Seorang kenalan yang memiliki gelombang cinta setinggi 50 cm, mendapatkan barteran 2 mobil Kijang anyar gress! Lengkap sama roda-rodanya loh!

Tanaman ini kemudian jadi ganja ekonomi. Kemanapun pergi, ada saja orang yang sedang membahas budidaya Anthurium dan impian duit yang akan mereka peroleh.

Tapi sependek orbit popularitasnya, demam gelombang cinta pun segera lenyap. Tanpa bekas.
Tanaman ini kembali jadi tidak berharga. Ngembyah. Tersebar dimana-mana. Over supply.
Kemarin dalam perjalanan ke Wonogiri, aku melihat banyak anthurium yang tumbuh di halaman penduduk tanpa pengamanan apapun.

Barusan aku ngakak baca forum Kaskus cat lover regional Yogya.
Ada beberapa teman di sana yang mengeluh, karena menemukan beberapa ekor anak kucing kampung yang terlantar. Di satu sisi ngakunya cat lover, sisi lain mereka sudah gak sanggup memelihara tambahan kucing lagi
Ada yang sudah punya 2 ekor kucing padahal tinggal di kost. Mosok mau sewa kamar lagi khusus kucing :D
Susah banget nyari orang lain yang mau menampung atau memelihara anak-anak kucing kampung itu.
Coba kalau yang ditawarkan kucing persia, maine coon, scottish fold, atau munchkin…. Waaa bisa terjadi huru-hara rebutan :D

Ini karena kucing lokal alias kucing kampung itu banyak dan gampang di dapat. Ngembyah.
Sesuatu, meskipun jelek tapi sedikit, akan selalu dinilai mahal.
Sesuatu yang bagus dan mulia, tapi bejibun, banyak, mudah di dapat, ngembyah akan sedikit dihargai dan tidak banyak peminatnya.

Yang celaka kalau sudah jelek sekaligus juga banyak dan mudah di dapat…. Hadeee!

Message of the day is:
Buat Christin yang mau buka toko roti, serta Farrel yang akan mengembangkan usaha kaosnya, pikirkan sesuatu yang spesifik, unik, tapi juga bagus. Be sure produk kalian akan laris dan dinilai mahal.

Trus kalau sudah sukses, ajak saya jalan-jalan ke Yunani dan Mesir ya.
Huhu…

Friday, February 25, 2011

Serumah Berdua....

Terinspirasi dari chatingan dengan Farrel Fortunatus semalam.

Selain sama-sama blogger, orang baik-baik dan (ngakunya) tidak nakal, ada satu kemiripan kami: tinggal serumah berdua hanya dengan ibu.

Pada beberapa kelompok masyarakat dan budaya, seorang cowok bujang dan mandiri secara finansial namun masih tinggal dengan ibunya dinilai suatu keanehan. Minimal di cap anak mami.
Malah di beberapa novel fiksi atau film, seorang psikopat sering digambarkan sebagai seorang pria yang masih tinggal dengan ibunya.

Dijaman ini, atas nama kebebasan, prifasi, kepraktisan, sudah jamak anak yang sudah dewasa tinggal terpisah dari orang tuanya.

Sejak SMA aku sudah tinggal di luar kota, trus kuliah, sampai kerja juga di luar kota.
Namun selama periode tinggal diluar kota itu, meski aku sangat menikmati privasi dan kebebasan, ada satu keinginan: suatu saat kelak bisa tinggal serumah dengan ibu.
Agar bisa menemani dan taking care of her.
Keinginan ini yang menjadi satu faktor bagi aku ketika memutuskan meninggalkan pekerjaan di Jakarta dan pulang ke Solo 10 tahun yang lalu.

Kalau mau mempertahankan kenyamanan hidup sendiri; bisa saja aku tinggal sendiri dan membiarkan ibu juga hidup sendiri atau bersama salah satu adik aku. Kayaknya ibu juga gak masalah.
Tapi aku memilih tinggal bersama ibu. Dengan segala enak-gak enaknya.

Mungkin Farrel juga seperti itu.

Selama 10 tahun ini aku tinggal berdua hanya dengan ibu. Adik-adik semua juga di luar kota. Papa yang dua tahun yang lalu pensiun dan juga kembali ke Solo memilih tinggal sendiri di rumah yang lain.

Enaknya masih tinggal bersama ibu : punya tempat bersandar kalau pas ada masalah. Berbicara dengan ibu selalu bisa membuat aku merasa lebih kuat menjalani permasalahan hidup.

Gak enaknya: Ibu seorang yang suka mengurus keluarga.
Kalau urusan ‘kelayapan sampai malam’, memang ibu gak pernah ngurusin. Ibu juga gak pernah tanya-tanya ‘sok mau tahu’ kalau aku pamit gak pulang. (*ihik-ihik)

Tapi bagi aku yang terbiasa mandiri: ngurusin kamar, pakaian, makanan sendirian. Jadi merasa gak nyaman kalau ibu ikut campur.
Aku paling sebel kalau ibu sudah mulai bersih-bersih kamar aku, beresin laundry atau semacamnya.
Aku berpikir, aku sudah biasa mengurus diri sendiri. Jadi aku maunya ibu cukup mengurus dirinya sendiri: makanan yang pengen dia makan, dll.

Makanan aku dan mama beda. Aku jatah katering, sementara karena ibu harus diet, ibu masak sendiri.
Aku sengaja gak mau makan masakan ibu, karena kalau aku makan masakan ibu, biasanya ibu tergoda bikin masakan yang mustinya gak boleh dia makan.

Kalau sudah gitu, ibu mengeluarkan kalimat saktinya: “ sampai usia berapapun, Pau anak mama! Jadi mama berhak ngurusin pau!

*end of the war!!

Ada 2 hal lagi yang sering membuat kami ribut:

Tentang pekerjaan.
Ibu bantuin aku ngurus pembukuan warung dan urusan produksi BantaLia
Namanya juga beda kepala, jadi biasanya ada saja yang kami jadikan ‘kasus’ hehe.

Tentang kesehatan ibu
Sama dengan mama Farrel, ibu aku juga suka masak. Dan makan. Dan ngemil.
Aku selalu ngomel kalau liat menu makanan ibu yang menurutku kurang sehat atau tidak sesuai rekomendasi dr Tan,
aku langsung nyap-nyap, ‘Ma!! Kok makan kayak gitu!’
‘Jangan makan banyak-banyak!’
Mama biasanya ngeyel 'gak apa-apa..cuma sedikit kok'

Aku juga cerewet soal obat dan vitamin yang kudu diminum.
‘Ma, kok obat belum diminum sih! Kan dr Tan suruh mama minum Q-10….. bla…blaa…blaaa.’

Atau :

‘Loh! Kok mama gak tidur siang! ‘
‘bentar, filmnya hampir selesai. Mama gak ngantuk kok’ jawabnya tetap mantengin indovision
‘Maaaaaa! Disiplin dikit napa! Gak ngantuk ya tiduran napaaaa?!.....’ tukasku (*udah kayak bebek bawelnya)

Kadang itu bisa jadi pertengkaran kami.

Aku juga membatasi diri keluar malam. Jarang sekali aku meninggalkan ibu di rumah sendiri sesudah warung tutup.

Jadi gak bisa gaul. hehe

Tapi bagaimanapun, aku bersyukur banget mendapat kesempatan tinggal serumah dan taking care of my mother. It’s a previlege indeed.
Setelah apa yang ibu berikan sejak aku lahir. Apa lagi yang bisa aku lakukan?

Gak ada yang bisa memastikan usia seseorang. Belum tentu orang tua akan berpulang lebih dahulu.
Bisa saja justru sang anak yang dipanggil Al-Khalik terlebih dahulu.
Dan gak ada yang tahu kapan itu terjadi.
Mangkanya aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Dan kompromis kalau kami berantem.

Dulu pas ibu operasi by-pass jantung di Kuala Lumpur. Setelah operasi dokter meyakinkan aku dan adik-adik bahwa kondisi ibu cukup baik. Dokter meminta kami pulang, karena mereka menyediakan 2 orang perawat yang akan menjaga tepat di samping pasien dan memantau setiap perkembangan situasinya.
Rumah sakit juga melarang keluarga pasien menginap di area rumah sakit.

Waktu liat ibu di dorong keluar dari kamar operasi ke ruang ICCU, meski ibu masih belum sadar, aku bisikin, “Mama jangan takut ya, kuat ya ma! Pau tunggu mama diluar”

Aku suruh adik-adik pulang, tapi aku bertahan duduk di lobi rumah sakit.

Sepanjang malam itu, aku terus berdoa dan tiap 2 jam aku hubungi perawat khusus yang menjaga di sisi ibu untuk menanyakan kondisinya.
Sampai gak enak hati sama security yang menjaga di depan ruang ICCU.

-----

Hari-hari ini mama sehat, keliatan menikmati dan sibuk dengan pekerjaannya, 3 hapenya yang terus tat-tit-tut, kegiatan masaknya, drama-dramanya di Indovision……

Semoga mama dan aku diberi Tuhan waktu yang lama seperti sekarang ini.

Ohya, semoga Farrel dan mamanya juga.

Thursday, February 17, 2011

Christin Bilang : People Change

Tulisan di blog Christin tentang seorang temannya, pas banget dengan apa yang aku renungkan beberapa hari ini. Judul tulisannya :


Sure, orang berubah fisiknya karena bertambahnya umur, seseorang makin bijak dan pintar karena pengalaman hidup, seseorang baik-baik (terpaksa) jadi kriminal untuk mempertahankan hidupnya, dsbnya.

Kehidupan seseorang juga berubah. Socially and economically.
Peningkatan taraf hidup bisa saja diikuti kesibukan dan stress berat yang membuat seseorang jadi lebih mudah marah dan gak punya banyak waktu.
Meski demikian, pada beberapa teman; aku tetap masih bisa merasakan kehangatan, kerendahan hati dan kesederhanaan kebersamaan kami.
Namun ada beberapa teman lain yang karakternya berubah bahkan seolah ganti DNA.

Menyebalkan sekali melihat seseorang yang awalnya memiliki karakter rendah hati, sabar, tekun, sederhana, bahagia, penuh syukur pada Tuhan; berubah karakternya (hanya) karena taraf hidupnya meningkat.

Beberapa symptom or syndrome yang aku perhatikan:

Over pride
Harga diri jadi super duper tinggi.

Jaga sikap. Jaga Image.
Aku gak bisa sembarangan berteman, aku khan kudu menjaga nama baik instansi, keluarga, almamater, kampung, ibu kost, agama, bangsa dan negaraku… katanya.

Anti dicela.
Kritik is bacok!

Previlege is a must!
Seorang teman menolak sebuah taksi karena supir taksinya tidak membukakan pintu untuknya.

God is “Great”
Seorang teman bilang : Tuhan itu hebat ya, SAYA bisa beli mobil mahal, mewah seharga 600 juta, bayarnya cash loh! Waktu itu sebenarnya mau bayar pake US dollar, Di show room anu, rasanya gimana gitu beli mobil ratusan juta....bla…bla……

........................................

Lebih jauh aku jadi mikir :

Sebuah bencana dan cobaan hidup dapat menjadi blessing in disguise kalau itu membuat seseorang menjadi orang yang lebih baik, rendah hati, dstnya

Sebaliknya limpahan materi dan kenikmatan hidup dalam wujud aslinya adalah sebuah ujian dan kutukan, apabila itu membuat seseorang jadi sombong dan yaaa…gitu deh!

Balik soal people change.

Beberapa malam yang lalu, habis tutup warung, aku dan Di (Andika) keluar makan. Pulangnya masih mampir wedangan di daerah Ps Kembang. Lanjut ngobrol sampai hampir jam 1 pagi. (Itupun karena malu sama yang jual)

Dari obrolan panjang kami malam itu dan percakapan kami sebelumnya; aku merasa Di berubah. Syukurlah, berubah jadi lebih baik. Nampaknya kesempatan-kesempatan dan keberuntungan kehidupan yang dialaminya selama beberapa tahun ini membuatnya jadi lebih realistik dan dewasa.

Ohya, dia juga bisa membuat aku tertawa-tawa, sesuatu yang makin sulit aku lakukan. Hehe.

Monday, February 14, 2011

No Henpon No Cry

Ponsel yang aku gunakan saat ini merknya Nokia, ponsel low-end yang kalau dijual paling laku 100 rebu bonus es dawet.
Tapi ponsel ini sudah 4 tahun lebih menyertai tapak kehidupan, serta melewati imigration-checkpoint di beberapa negara.

Awal Desember kemarin chargernya rusak.
Kebetulan di kantor ada ponsel nganggur, merk Beyond yang modelnya persis Blekberi Gemini.
Sebenarnya paling mualeeees pake ponsel qwerty, tapi karena belum sempat beli charger ponsel nokia, jadilah aku pake ponsel qwerty-gak-praktis-bikin-emosi itu.

Mungkin nyadar kalau gak dicintai, seminggu kemudian ponsel itu melarikan diri.
Gak tahu kemana, yang jelas terakhir aku taruh di meja kasir. Sejam kemudian ponsel itu sudah hilang tanpa meninggalkan pesan. Dicari kemana-mana gak ketemu.

Yo wislah. aku pikir gak usah pake ponsel.

Mau ngurus simcard pengganti ke Indosat juga muales banget.
Makin lama makin males karena ternyata hidup gak pake ponsel juga gak masalah.

Tapi kemudian mikir: ponsel Beyond itu melarikan diri dengan membawa 2 simcard; satu nomer yang selama ini aku pakai, satu lagi milik S24 Yogya.
Sayang juga kalau nomernya kadaluarsa.

Jadilah kemarin setelah hampir 2 bulan ponsel ilang, aku ke Galeri Indosat memperoleh simcard pengganti

Ternyata ngurusnya sangat mudah. Hanya perlu bawa kartu pengenal dan mengisi form yang menyebutkan 5 nomer yang sering dihubungi, bayar IDR 5.000 per simcard.
Murah dan gampang. Gak sampai 5 menit selesai.
Aku sampai tanya sama officernya, udah? Cuma gitu? Cuma bayar 5 rebu? Serius? Bukan karena situ naksir oom2 ganteng kayak saya?

Haha.. aku gak mengira sesederhana itu. Tadinya aku pikir pakai diinterview riwayat hidup, ditanya hobi & shio-nya, bawa surat kelakukan baik, surat keterangan sehat dari puskesmas, kudu nari poco-poco dulu atau melafalkan sila-sila Pancasila. Hehe…

3 jam kemudian aku check, ternyata simcard pengganti juga sudah aktif. Cool!

Sorenya aku beli charger Nokia di sebuah toko wholesaler. Kata penjualnya charger itu original, harganya 45 rebu. Tapi karena aku punya kartu anggota, hanya bayar 15 rebu. Wew!

Tahu gitu, aku dulu langsung beli charger segera, jadi gak kudu kehilangan henpon dan kerepotan menjelaskan berjuta-juta fans yang protes smsnya gak dibalas sebulan. Hufh!

Wednesday, February 09, 2011

Prasangka

Seseorang berdiri di depan warung; kikuk bertanya,

mas, anjing hitam tadi kemana?

HA???? Anjing hitam apa? Yo mbuh! di sini gak ada anjing hitam kok. Sahutku sambil nengok-nengok.

Gak ada! Tegasku lagi.

Dia keukeuh bilang lihat seekor anjing hitam masuk warung aku..
Penampilan orang tersebut preman banget: pake singlet hitam, tangan penuh tatto, pake anting2 dobel, merokok, rambut nge-punk, celana selutut sobek, sendal jepit kadaluarsa….

Secara warung lagi rame banget, aku melanjutkan ngurus pembeli yang bingung mau buang duit kemana….:D

Beberapa menit kemudian ketika ke meja kasir aku terperanjat: dibawah meja ada sesosok gede mahluk hitam.

Halah ternyata si anjing hitam sembunyi di situ.

Aku tahu anjing hitam ini.
Gede kayak herder, milik tetangga sekitar sini. Kadang melintas di depan warung.
Anjing ini gak galak dan lumayan pintar. Bisa menyebrang jalan dan setiap sore dia nongkrong di depan wedangan Erwin karena selalu diberi jatah satu kepala ayam goreng.

Aku segera memberitahu ‘ preman penuh tattoo’ yang masih kikuk berdiri di depan warung.

Mas…. iyo! ternyata di bawah meja sini mas! Di pendhet mawon!’ (*diambil saja)

Perhatian aku kembali tercurah ngurusin konsumen. Sekilas aku perhatikan si ‘preman’ berhasil menarik keluar anjing, mengikat lehernya dengan tali rafia, dan mengangkatnya pergi.

Pas aku bali ke meja kasir, aku liat di lantai ada ceceran cairan berwarna kuning.

Aku jadi ingat di forum fauna Kaskus yang membahas tentang penculikan anjing untuk dijual (*dijadikan sate)
Aku jadi mikir: jangan-jangan yang dilantai itu urin anjing yang terkencing-kencing ketakutan karena tahu mau diculik trus dijual dijadikan sate…

Perasaan jadi gak enak buuuanget.
Kalau bener anjing tersebut diculik dan di bunuh orang penuh tattoo itu, rasanya aku ikut berdosa karena mustinya bisa mencegahnya.

Hah! Manusia, manusia!! Kenapa seeh musti makan daging-daging yang gak ‘umum’!

Malamnya, aku gak bisa langsung tidur iba mikir anjing hitam itu.
‘mungkin sudah jadi potongan daging di atas piring’ pikirku.
hhiiiihhh!!!

Seminggu kemudian aku terperanjat lagi.
Ada si anjing hitam itu di bawah meja meja kasir lagi.

Di satu sisi rasanya lega, ternyata sangkaanku salah.
Tapi di sisi lain trus aku mikir lagi, kok aku sudah prejudis. Ber syak prasangka pada si preman bertattoo itu.

Prejudis itu gak baik.
Prejudis itu gak adil, konyol, dan jahat.
Prejudis itu……. pokoknya gak baiklah!

Beberapa hari ini, beberapa kali aku lihat anjing hitam itu lewat depan warung.
Tapi mas preman penuh tatoo itu sudah gak pernah keliatan….

Wew….
Jangan jangaaaaaaannnnnn…..
Justru mas preman penuh tattoo itu yang sudah di MAKAN anjing hitam ituuuuuuu…

Hiiiiiiiiiiii!!! TIIIDAAAAAAKKKK!!!

(*hasil kebanyakan nonton film thriller)