Pages

Saturday, November 30, 2013

Janji Jalan Ramad



Pak, kita sudah melewati banyak hal selama ini.
Ujar Ramad seminggu yang lalu
Aku lupa konteksnya; tapi kalimat itu nancep banget dibenak.

Ramad, wong Solo gawe di Jakarta. Aku kenal kira-kira enam tahun yang lalu, dari chat di forum ga jelas di internet :p

…padahal kita tuh beda banget: latar belakang, pekerjaan, pemikiran… semuanya beda. Kata Ramad lagi.
Iya, untung jarang ketemu. Kalau saja sekota dan sering bertemu; pasti kamu sering aku keplak-i!. Jawabku.
Hahaha….
Tetap saja perbedaan-perbedaaan, tinggal di kota yang berbeda tetap membuat kami bisa berteman. Meski entah beberapa kali mengalami konflik yang membuat hubungan diplomatik putus nyambung.

Menurutku aku, sebenarnya Ramad itu teman yang loyal, simple dan dapat diandalkan. Namun juga kurang determined, labil kayak abege; dan kadang ngeselin.
Kalau bikin janji bisa batal hanya karena urusan sepele yang  bikin frustasi.

Tapi aku juga sadar diri: gak kalah bejad nya.
Ada beberapa perlakuan dan sikap yang pernah aku lakukan dan akhirnya bikin rasa bersalah.

Salah satunya adalah ketika tahun 2009 ketika Airasia promo tiket gratis; kami berdua berencana kluyuran ke Bangkok.
Awalnya aku janji hanya berdua.
Tapi kemudian aku “menoleh kebelakang” dan ada seorang lagi yang bergabung hingga suasana jadi tidak nyaman.
Puncaknya ketika sampai di Indonesia, di perjalanan keluar dari bandara, karena merasa jengkel dengan orang yang satu lagi;aku  menghentikan taksi yang kami tumpangi, keluar dan membanting pintu.

Aku khan ga tahu kamu marah sama siapa; aku tahunya kamu marah dan keluar dari taksi di tengah jalan. Aku iki wong Solo lho pak! Kayak apa rasanya digituin! Protes Ramad ketika akhirnya kami membahas peristiwa itu, beberapa tahun kemudian.

Aku sudah minta maaf ke Ramad.

Oke! aku hutang satu perjalanan untuk menebus peristiwa Bangkok. Janji ku.
Ehmm….terpikir ke India, Pakistan, Nepal atau semacamnya.

Kami beberapa kali bertemu di Solo dan Yogya.
Ketika MicaWork mulai jualan online, Ramad juga bantuin jualan. Aku buatin brand dan produk, khusus untuk di share via BB-nya. Penjualan dan prospeknya bagus, secara dia playboy ngetop area Kebon Jeruk yang punya pacar cewek tiga busway gandeng koridor Blok M - Kota.

Tapi janji jalan bareng belum sempat dipenuhi.

Malah kemudian kami berantem lagi. Masalah salah paham sih. Tapi saking marahnya Ramad; aku di un-friend di FB yang aku balas dengan nge block akunnya!

Beberapa saat setelah itu,  dia follow trus unfollow  akun  tuiter aku.
Mungkin mau ngajak baik-kan.
Tapi malah bikin aku ill-feel: follow – unfollow bolak-balik persis abege labil.
Aku cuekin.

Setahun lebih kayaknya.

Sampai kemarin ketika akan pameran Crafina di Jakarta. Aku sms Ramad.
Jadilah kami janjian ketemu di pameran, up date kabar masing-masing.

Awal Desember ini Ramad akan menikah. Dan sekarang sedang galau.
Pre-marital syndrome katanya. Haishh!
Rachma, nama calon istri Ramad sempat diajak ke pameran. Cute couple indeed.

Seneng banget liat mereka berdua :)

Ditengah kesibukan nyebar undangan, Ramad juga sempat nginep di hotel dan ngobrol banyak: tentang rencananya mendapatkan program beasiswa pilot atau S2, juga membahas kemungkinan merintis lagi usaha yang pernah kami jalankan bareng.
 Pas penutupan pameran Ramad juga bantuin bongkar rak, packing, dll.

Aku bersyukur bisa terhubung dengannya lagi menjelang pernikahannya.

Tapi juga masih merasa terbeban soal janji perjalanan bareng itu. Kalau Ramad sudah menikah rasanya aneh tho kalau kami jalan berdua.
Mungkin lebih baik kalau aku bayar dengan usaha bareng  yang sudah pernah kami jalankan.
Bukankah itu juga sebuah bentuk perjalanan?
Semoga kali ini masing-masing bisa lebih menahan diri. Hehe.

Sebuah perusahaan gede memesan produk MicaWork utk merchandise acara mereka pada tanggal 6 Desember 2013. Persis tanggal kelahiran aku. Persis hari Ramad juga akan melangsungkan pernikahannya.

Semoga semuanya lancar; itu akan jadi Berkah yang paling menyenangkan :)



Papa Angkat



Tulisan terakhir sebelum ini; aku bercerita tentang keluarga yang mengangkat ku sebagai anak secara tradisi.

Sehari setelah itu, aku ditelpon Utami, seorang sepupu yang mengabarkan ayah angkat aku di rawat di rumah sakit.
Sudah seminggu diopname. Nanti malam bezuk yok? Aku jemput jam 7. Kata Utami
Di rumah sakit aku rada kaget melihat kondisi papa angkat yang meski dalam kondisi sadar namun kelihatan sangat kurus.
Dokter hanya menyebutkan masalah prostat namun tidak cukup menjelaskan penyakitnya.
Papa angkat merasa perutnya sakit, tidak bisa kencing sehingga reumnya tinggi sekali dan harus di cuci darah.

 4 hari setelah itu, aku ditelpon Utami lagi: Papa angkat meninggal.

Setelah aku sekolah dan bekerja di kota lain;seta setelah ibu angkat meninggal beberapa tahun yang lalu; aku tidak cukup dekat dengan keluarga angkat ini.
Bahkan selama beberapa tahun, hanya bertemu pas ada acara keluarga besar.
Aku tiap kali janji dolan ke rumahnya.

Ada sedikit rasa penyesalan: kenapa tidak lebih sering memberi perhatian. Sepertinya pada masa-masa akhir hidupnya, papa angkat akan merasa lebih bahagia kalau dia bisa bertemu banyak orang.

Rasa bersalah juga muncul karena di surat lelayu dan ritual pemakaman, nama aku juga disebut ditulis sebagai anak angkatnya.

Tapi waktu tidak bisa diputer kembali.

Aku hanya berharap selanjutnya bisa berkomunikasi lebih baik dengan 3 adik angkat aku: Yen, En, Fang serta keluarga mereka.