Pages

Wednesday, July 27, 2011

Stalker


There is always somebody out there who constantly reads your blog and
secretly follows the story of your life.

Friday, July 22, 2011

une plaignent


est lĂ 
tout dispositif qui peut arrĂȘter le temps ?

*sigh....

Tuesday, July 19, 2011

Romansa Toko Buku.

Baru saja baca di yahoo: Borders, jaringan toko buku yang berpusat di Michigan - Amerika mengajukan ke-bangkrutan-nya dan akan menutup ratusan toko bukunya di seluruh dunia.
Beritanya di sini.


Hari Sabtu yang lalu, aku kudu menemui editor untuk membicarakan out-line dan development naskah, serta time-frame penulisan hingga penerbitan.
Selain aku ada 3 penulis lain yang juga hadir untuk membahas buku mereka.
Sama-sama pertama kali diminta nulis. Sama-sama masih belum percaya diri untuk dunia ini.
Tapi kami guyon dan berandai-andai buku kami selain nanti tersedia di Gramedia dan sejenisnya, juga dijual di toko buku sekelas Periplus dan Kinokuniya. hahaha...

Kalau Borders ditutup, berarti hilang sudah satu jaringan toko buku internasional yang akan menjual buku saya nanti (*mengkhayal kebablasan)

hohoho.....

Di kawasan Asia, Borders hanya ada di Malaysia dan Singapore.
Aku pernah ke Borders yang di Bukit Bintang - Kuala Lumpur, dan Marina Trade di Singapore.
Terus terang bukan toko buku favorit. Kalah kolosal dengan Kinokuniya yang selalu sukses bikin endorphin membludak di otak. Karena aku bisa menemukan buku tentang semua yang aku sukai: desain, travelling, dan chocolate cookies.

Tapi tetap saja penutupan Borders bikin prihatin, karena beberapa orang mulai menganalogikan toko buku dengan toko-toko kaset dan CD yang bangkrut satu persatu.
Saat ini orang-orang tidak lagi 'beli' kaset atau CD karena bisa mengunduhnya dari internet.
Demikian juga keberadaan buku konvensional yang mulai digantikan e-book yang bisa diunduh dari sembarang tempat.

Padahal sensasi nongkrong di toko buku, beli buku, hingga baca buku tebal, dstnya tidak tergantikan dengan e-book.
Sama seperti kuaci: kerepotan memakannya merupakan keindahannya.

Semoga saja toko-toko buku besar dapat menemukan strategi bertahan menghadapi zaman.

Toko buku selalu berhasil menjadi oase ketika aku risau.
Mangkanya ke mall manapun, kota manapun, negara manapun, aku selalu berusaha mengunjungi toko bukunya atau pasar bukunya.
Menurutku lagi, sebuah mall baru lengkap bila ada toko bukunya.
Baru bisa disebut 'kota' kalau ada Gramedia-nya. hehehe....

Kios-kios buku di Chatuchak Weekend Market - Bangkok.
Terakhir kesana cuma sempat motret,
lain kali kesana pengen bisa pergi sendiri agar bisa puas nongkrongin buku.



Oh ya, tentang nulis bukunya:
Ini sudah tanggal 19 Juli. Masih coret-coret ga jelas di sembarang kertas.
Padahal minggu pertama Agustus kudu masukin draft naskah. Busyeeeeet!
Kayaknya aku kudu menyepi ke Mauritania untuk nulis.

(*gubrak)

Sunday, July 10, 2011

Rempah Rumah Karya

Hari sabtu kemarin, aku menghadiri open house Rempah Rumah Karya bersama Iko. Rempah Rumah Karya adalah adalah wadah komunitas pelaku seni dan budaya yang berada di Solo. Diharapkan bisa menjadi perekat, wadah pengembangan, workshop, dll. Lebih jauh lagi juga menjembatani pelaku seni, budaya, desainer, dstnya dengan pihak luar : buyer internasional, dll

Facebook Rumah Rempah klik disini

Terasa sekali ruh 'seni' dan 'budaya' di acara kemarin yang dibuka dengan atraksi ibu-ibu warga sekitar yang menyanyikan lagu-lagu rakyat dengan diiringi ketukan penumbuk padi. Juga aneka hidangan dari jajan pasar, cabuk rambak, bakmi geyol, wedang ronde, dll.Acara inti adalah diskusi panel yang diisi oleh beberapa pembicara keren: budayawan, arsitek, dll.
Sayang walikota Solo: Djokowi yang mustinya hadir sebagai salah satu pembicara, batal karena (nampaknya) ada konggres PSSI.

Seneng banget bisa bertemu dan kenalan dengan banyak orang.
Ada arsitek, perupa, juga beberapa tokoh media.
Kenalan dan ngobrol dengan editor Tabloid Rumah dari Kompas Group, sempat membahas soal liputan.
YAY! bungah banget! Seneng banget!
Ketemu juga beberapa penulis komunitas Sabdaspace.org. Sempat diskusi dengan Hai Hai Bengcu yang kontroversif itu. hahaha...

Materi yang disampaikan pada diskusi panel juga sangat 'mberkahi'. Memberi inspirasi bagi proyek yang sedang aku garap saat ini.
Salah satu pembicara diskusi panel; Basuki, seorang 'empu' keris dari Karanganyar berkata (kira-kira) demikian:
Selama 350 tahun bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, hutan dan tambang kita tetap utuh. Budaya kita terjaga.
Tapi ketika kita merdeka, tidak sampai 50 tahun kita sudah kehilangan banyak sekali sumber daya alam dan budaya bangsa.
waw!

Beliau juga menunjukkan bagaimana sebuah tradisi dan kreasi seharusnya memberi makna dan menyatu dalam kehidupan banyak orang.

Bangunan Rempah Rumah Karya sendiri sangat luar biasa Di-arsiteki Paulus Mintarga yang sangat 'go green'.
Konsep bangunan Rumah Rempah mencerminkan konsep beliau: bahan bangunan memanfaatkan limbah, tata ruang dan udara sangat tropis, pencahayaan menggunakan lampu LED yang hemat energi. Luar biasa!

Beberapa hari sebelumnya, ngobrol dengan mas Fahmi editor Tiga Serangkai yang mendorong aku bikin workshop craft di Solo.
Dan kemarin aku dan Iko kenal Rempah Rumah Karya. Serasa 'tumbu ketemu tutup'.

Ah, hidup saya keren!!