Pages

Monday, August 24, 2009

Tari Pendet di iklan Malaysia...... Apa Salahnya?

Ketika membaca tentang tari Pendet di iklan pariwisata Malaysia, yang terlintas di benak adalah : Malaysia kampret! Rendah banget! Mosok ga malu mengakui budaya yang jelas-jelas semua orang tahu berasal dari Bali.


Tapi semalam saya tertegun…

Gak! Gak gitu! Gak gitu persisnya!... situasinya gak sesederhana itu!


Saya terbeliak melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda.


Saya justru kagum dengan Malaysia!


Ini adalah era globalisasi, era perdagangan bebas, era informasi, dstnya; yang sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan. Termasuk paradigma sosial, perdagangan, dan tentu saja pariwisata.

Banyak hal sudah berubah.


Ibaratnya kalau jaman dulu kita datang ke sebuah warung hanya bertujuan untuk membeli suatu barang tertentu, saat ini kita ke ‘warung’ (supermarket) selain membeli, juga bisa menyewa sesuatu, cuci mata, hang out, dll dengan komoditi yang sangat beragam.

Komoditi juga sudah berubah, tidak hanya berbentuk barang nyata, tapi juga jasa, saham, dan lain-lain.


Demikian juga dengan paradigma pariwisata.

Dijaman internet, penerbangan murah, dstnya; pariwisata tidak lagi hanya menjual obyek wisata dan budaya as is, tapi juga berbicara tentang kenyamanan, experience, aksesibilitas, sarana dan prasarana, image, dll.

Cara orang berwisata juga sudah berbeda dibanding bahkan 10 tahun yang lalu.

Pariwisata tidak hanya melulu tentang ‘kelestarian’ budaya tapi juga perdagangan dan politik.


Ini yang sudah dipahami dengan baik oleh pemerintah dan pengusaha swasta Malaysia; serta menjadi konsep dasar slogan Malaysia Truly Asia.


Apakah Malaysia akan menampilan tarian pendet ? Kemungkinan besar tidak.

Malaysia cukup menjual aksesibiltas menikmati tarian pendet. Malaysia memberikan kemudahan bagi turis datang ke Denpasar menyaksikan tarian pendet.


Dengan menampilkan tarian pendet di iklannya, seolah-olah Malaysia berkata: “Kami adalah Asia, datanglah ke Malaysia, maka anda dapat menyaksikan Pendet tarian Bali yang terkenal itu; dengan lebih murah dan mudah (naik AirAsia), nyaman (ga usah diperas calo2 taksi Cengkareng), praktis (ga usah merasakan kekumuhan Jakarta), serta canggih (koneksibiltas penerbangan, aksesibilitas informasi, dll)"


Harus kita akui lebih mudah dan murah untuk ke Denpasar dari Kuala Lumpur dibanding dari Surabaya.


Saya tinggal di Solo dan sudah lama ingin pergi ke Bukit Tinggi dan Aceh. Bagaimana cara paling murah, nyaman dan cepat menuju dua tempat itu?...benar sekali!!!: naik AirAsia ke Kuala Lumpur dulu.


Di sisi lain, Malaysia ingin membangun dirinya menjadi terminal transportasi (transportation hub) di Asia.

Untuk mengalahkan Singapore yang sudah dikenal sebagai pintu masuk kawasan Asia, Malaysia kudu bekerja keras agar orang datang ke Malaysia; salah satunya adalah dengan paradigma pariwisata yang baru tersebut.

Dengan demikian, turis mau tidak mau mampir Malaysia dan membelanjakan uangnya.


Sama seperti kasus-kasus yang lalu, saya melihat tujuan asli Malaysia bukan untuk mengklaim tarian pendet, lagu rasa sayange, reog, batik berasal “asli” dari Malaysia.

Kayaknya faktor ‘patent’ ini jadi nomer sekian.

Malaysia hanya ingi menjual dan mendapat devisa.


Sesuai analogi saya tentang supermarket yang menjual berbagai macam barang tanpa harus mengklaim “made by ourself”



Lalu apa selanjutnya?



Salah satu strategi perang: kalau tidak bisa jadi lawan, jadilah teman agar kita memiliki kekuatan yang lebih baik.


Kalau kita cukup pandai, seharusnya kita justru memanfaatkan situasi ini. Biar Malaysia yang bayar mahal iklan di mana-mana, biar perusahaan swasta Malaysia yang berinvestasi dalam bidang penerbangan, hotel, dll

Kita benahi saja obyek wisata, agar turis international datang ke Bali, Padang, Aceh, Menado, menyaksikan bahwa Indonesia si pemilik budaya sejati,

Sebagaimana analogi saya diatas: sempurnakan kualitas, packaging ‘produk’ kita

biar Malaysia cuma ‘pedagang’ yang bayar iklannya.

Toh semua orang juga tahu yang bikin wajik Ny Week di Muntilan bukan Carefour, Hypermart, atau Hero.


Pada saat yang sama, benahi pula pola pikir, wawasan dan integritas bangsa agar kita bangkit dan bergerak untuk menyamai langkah negara-negara tetangga kita.

Wednesday, August 19, 2009

My Canopy

Seneng luar biasa pas nemu foto ini di Flickr.


Rasanya pengen jingkrak-jingkrak, trus lari ke jalan teriak-teriak :)

Foto di atas menunjukkan sebagian detail kanopi yang melindungi eskalator eksterior yang menuju ke bagian annex Sarinah Building di Jl. MH Thamrin Jakarta.
Di bagian ini dibangun struktur rangka ruang yang kemudian dipakai sebagai gedung Hard Rock Cafe di Indonesia. Aku yang mengerjakan desainnya, dengan berdasarkan master plan gedung Sarinah.

Tapi untuk kanopi ini, aku yang mendesain sejak konsep awal hingga konstruksinya.

Sore itu aku sudah bersiap2 pulang, setelah dua malam lembur di kantor nyaris ga tidur. Di kepala serasa ada lokomotif berdentum-dentum; ketika Pak Darjono (*big boss) bilang, 'Phoek, besok sore kita kudu ngasih HRC desain kanopi. Desain kudu stand-out tapi sederhana agar bisa dikerjakan cepat karena untuk perayaan ultah Hard Rock Cafe seminggu lagi. Tolong ya Phoek jangan suruh anak buah, kamu saja yang ngerjain!'

Aku cuma bilang, 'besok pagi saya beri 3 alternatif desain pak!'

Aku ga jadi pulang; masuk ruang aku lagi, tutup pintu, matiin lampu trus tidur di karpet.
Kira-kira jam 9 malam terbangun, beli makan dan satu teko kopi trus nyalain komputer dan kerja.

Sesuai janji, jam 10 pagi besoknya aku serahkan ke sekretris Pak Darjono 3 alternatif desain.
Sore itu juga HRC dan Sarinah memutuskan alternatif desain ke 3 dan esok pagi langsung dikerjain.
Kanopi ini dikerjakan 24 jam penuh dan banyak problem.
Sempat dimarahin sama Pak Darjono karena ada masalah di pondasi, 'khan saya sudah bilang, bikin yang simpel!' teriaknya!
Pak Aris (kepala kontraktor) di malam terakhir panik, 'jam segini saya musti nyari hammer drill kemana?'
Namun toh aku berhasil nyari solusinya.
Lokasinya juga jadi sumber problem : di depan McD Sarinah yang buka 24 jam. Makin malam makin rame. Aku sempat beberapa malam terakhir ga tidur begadang nongkrong di McD Sarinah Thamrin.

Akhirnya selesai pada waktunya sesuai desain. Lega dan seneng banget!

Tapi tetap ga bisa ngalahin rasa senang aku malam ini!!!

Kalau sesuai desain awal, mustinya warna 3 gate ini merah 'trafic red', tapi ga tahu kenapa sekarang diwarna perak.
Di internet, aku menemukan banyak foto Sarinah MH Thamrin Jakarta yang ada kanopi ini. Salah satunya:


Tapi baru kali ini ada foto yang fokus pada ornamen desain yang sekaligus merupakan struktur utama.

Aku belajar:
apa yang diusahakan dan dihasilkan saat ini; buahnya bisa terlihat, terasa dan bertahan hingga masa yang akan datang.

So, usahakan sesuatu yang baik, agar di masa yang akan datang kebaikan itu yang bertahan.

Terima kasih buat yang sudah motret : http://www.flickr.com/photos/toroelmar/2954333520/



butuh bertahun-tahun untuk jadi arsitek, dan bertahun-tahun yang akan datang: deep inside I'm still an architect! :)


Saturday, August 15, 2009

When I'm Sixty Four

"When I’m Sixty Four" adalah sebuah lagu cinta yang dinyanyikan The Beatles. Dirilis tahun 1967.
Lagu tentang seorang pemuda yang bertanya kepada kekasihnya; ketika aku berumur 64 nanti, apakah kau masih membutuhkanku, mengasihiku, ada disisiku.
Tentang keinginan pemuda itu untuk menjadi tua dan memetik buah perjalanan kehidupan bersama.


Kebetulan besok lusa Republik Indonesia genap 64 tahun. Bukan usia muda; banyak negara berusia jauh lebih muda.

Ini bukan isyu, bukan rumor, bukan gosip!.........
14 Agustus kemarin di Sidang DRP menyambut detik-detik Dirgahayu Proklamasi, lagu kebangsaan “Indonesia Raya” tidak dinyanyikan.

Justru di momen dimana simbol-simbol negara seharusnya ditinggikan, malah ‘dilupakan’

Kebangetan!

Lupa???? Plis deh!

Apa ya mungkin: di sebuah perayaan sweet seventen seorang gadis yang diselenggarakan dengan mewah, Indra Bekti MC-nya, dan mengundang ratusan tamu, lagu ‘happy bithday’ tidak dinyanyikan?

Di dalam gedung itu ada ratusan orang, mosok ga ada satu pun yang ingat? Emang habis kena gendam semua?
Apa ga ada yang sadar, ‘ngeh’ situasi pada saat itu?

Kalau nyanyi lagu Indonesia Raya saja bisa kelupaan, trus yang ada di benak sekian ratus orang di Sidang DPR itu apa ya?

Alih-alih bertanggung jawab, 'pemimpin' sidang malah menyalahkan protokoler.

Setiap keluar negeri, saya sering terkekeh-kekeh membandingkan ketertinggalan Indonesia dibanding negara2 lain. Tapi tetap saja saya cinta Indonesia ini.

Semoga ketika saya berusia 64 nanti (masih lama, aku khan masih 22 tahun), seperti lagu When I’m Sixty Four, Indonesia masih memeluk Cut Meuthia, Poltak, Karto, I Made, Kristin, A Hong, dll

Semoga ketika saya berusia 64 nanti, saya masih bernyanyi “....hiduplah Indonesia Raya...”, bukan '..hiduplah Indonesia Jawa, Indonesia Aceh, Indonesia Ambon, atau Indonesia Jember.....' (presidennya apoteker pengidap obesitas).

When I get older losing my hair,
Many years from now,
Will you still be sending me a valentine
Birthday greetings bottle of wine?

If I'd been out till quarter to three
Would you lock the door,
Will you still need me, will you still feed me,
When I'm sixty-four?

oo oo oo oo oo oo oo oooo
You'll be older too, (ah ah ah ah ah)
And if you say the word,
I could stay with you.

I could be handy mending a fuse
When your lights have gone.
You can knit a sweater by the fireside
Sunday mornings go for a ride.

Doing the garden, digging the weeds,
Who could ask for more?
Will you still need me, will you still feed me,
When I'm sixty-four?

Every summer we can rent a cottage
In the Isle of Wight, if it's not too dear
We shall scrimp and save
Grandchildren on your knee
Vera, Chuck, and Dave

Send me a postcard, drop me a line,
Stating point of view.
Indicate precisely what you mean to say
Yours sincerely, Wasting Away.

Give me your answer, fill in a form
Mine for evermore
Will you still need me, will you still feed me,
When I'm sixty-four?

Whoo!

Saturday, August 08, 2009

Travel Writing Weekend

Bulan Maret 2009 yang lalu, aku mengunggah (upload) catatan perjalanan (ca-per) ke Bangkok di milis Indobackpacker.

Ternyata banyak sekali yang memberi tanggapan; dari yang cuma komentar (*baca : mengagumi), minta tips/rekomendasi, hingga ngajak backpack bareng. Sampai-sampai merasa jadi selebritis. Hehe..


Ada yang langsung invite di account Multiply, Facebook, ngasih no telp/email wanti-wanti diajak backpack, dan malah ada yang sudah kopi darat.

Dari kenalan-kenalan ini, aku juga jadi nambah pengetahuan, misal komunitas couchsurfing, dll.


Yang terakhir Mas Harry Jumat minggu lalu dinas ke Semarang trus bela-belain ke Solo. Aku ajak mas Harry jalan2 ke Galabo: pusat kuliner di Solo. Thank’s untuk oleh2nya! :)

Waktu tahu aku sudah beli tiket ke Vietnam maret tahun depan; dia bilang, ‘aku ikut ya! aku mau cepet2 nyari tiket ah!’ (*waduh kok akeh banget sing arep melu…njuk aku malah dadi opo!?…)


Tapi pokok-e seneng banget bisa nulis ca-per seperti selama ini.


2 bidang tersebut : travelling dan menulis memang sedang jadi hobby utama dan bersimbiose mutualisme.

Dalam setiap travelling selama ini, minimal ada 3 fase yang sama-sama excitingnya:

Pra traveling (persiapan tiket, nyusun itinerary, packing,dll)

Pas travelingnya (melihat, merasakan, mengalami hal2 baru)

Paska traveling (ngedit foto, bikin caper, ngitung duit abisnya)


Tadi sore, tgl 8 Agustus 2009 di Yogya ada acara Travel Writing Weekend yang diselenggarakan oleh Forum Sembari Minum Kopi dengan Regol Event bekerja sama dengan Bentang Budaya (penerbit Laskar Pelangi), Reader’s Digest, Yayasan Umar Kayam, dll.


Aku bela-belain mengalahkan berbukit-bukit gawean di Solo, memaksa diri ikut acara (gratisan) ini.


Kapan lagi bisa ketemu orang2 yang suka berkelana sekaligus nulis! Siapa tahu kenalan sama publisher njuk blog aku dibukukan kayak si kambingjantan …hehehe…. (*ngarep!!!)



Dari Solo aku naik pramex jam 13.20. Sejam kemudian turun stasiun Tugu trus naik ojek ke Jakal.

Acaranya di resto FoodFezt – Jl Kaliurang KM 5,5.


Setelah daftar ulang, tiap peserta mendapat goodie bag yang berisi :

majalah Reader's Digest, buklet, Nutrisari, dan tas


Pesertanya lumayan banyak, kursi yang disediakan hampir penuh. Panitia menyediakan kopi panas.

Acara dimulai tepat waktu jam 1500, pembicaranya : Matatita (penulis buku Tales From the Road), Salman Faridi (CEO Bentang Pustaka), dan Wahyu Hidayat (Redaktur Senior RD) Tapi yg terakhir ini urung datang karena penerbangannya dibatalkan.


Suasananya santai sih, ada penyampaian materi dan tanya jawab.

Wuih tiap kali dibuka kesempatan, yang angkat jari mau tanya pada rebutan!


Rasanya bisa dapat banyak sekali pengetahuan, beberapa diantaranya:

  • Bagaimana sebuah perjalanan dapat produktif (instead of seminggu keliling asia, mendingan tinggal dan mengamati kehidupan sebuah komunitas secara detail)

  • Bagaimana meng hi-lite detail2 dalam sebuah perjalanan menjadi tulisan menarik
  • Oleh-oleh sebuah perjalanan seharusnya bukan kaos atau gantungan kunci, tapi akan sangat rewarding kalau berupa sebuah tulisan.
  • Menulis adalah previleges, tidak semua orang bisa (mau) menulis.
  • Bikin blog yang baik, segmented, dstnya agar dapat dilirik oleh penerbit (*oh yeah! Habis ini mau bikin blog yang travelling specialized)
  • Bentuk naskah dan tulisan yang bisa diterima oleh Bentang Budaya (kebayang gak…: jadi penulis kayak Andrea Hirata…yihaa! Bisa ke Paris gratis!!)

Dan banyak lagi….


Ohya, ada cerita Matatita tentang koteka di Papua, ternyata tiap suku punya ciri khas sendiri, ada suku yang pakai koteka segede lengan, yang ternyata ujung koteka ada tempat nyimpen daging babi sebagai bekal dan uang. Hiyaaaaaa! Hahahaha…..


Rasanya masih ada yang kurang dibahas di pertemuan ini, antara lain: teknik dan sistematika menulis ca-per, hambatan menulis, dll.

Tapi dapat dipahami, ini pasti karena waktunya yang mepet.


Acara selesai tepat jam 1700, masih ada beberapa acara: book signing, dll


Sebenarnya acara ini juga masih dilanjutkan dengan acara ‘Bike 2 Kotagede’ besoknya: naik sepeda menjelajahi kawasan heritage mataram kuno. Jelas aku ga bisa ikut.

Tapi kalau lain kali acara ini diselenggarakan lagi dan disertai dengan workshop nulis dan diterbitkan…yuhuuuu! Aku pasti ikut lagi!!!


(ps: jangan lupa beli buku Tales From the Road karya Matatita...dijamin keren!!)

Tuesday, August 04, 2009

Farewell, dearest Lulu...

Aku paling BENCI!! terima telpon mendadak malam-malam.
Karena menurutku kalau itu pekerjaan, mustinya bisa ditunda besok pagi.
Tapi kalau bukan pekerjaan dan ga bisa ditunda hingga besok, aku parno itu berita buruk.

Baru saja aku terima telpon. Berita buruk!!!

Telpon dari dr. Yessi,
Selamat malam, dengan Pak Paulus ya. Mohon maaf, tapi kami ingin menyampaikan situasi terakhir...

Aku segera tahu!

DAMN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
DAMN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


damn!!!!!!!!!......


Namanya Lulu.
Aku membawanya pulang awal Desemeber 2008.
Selama 8 bulan ini sudah menjadi teman kami: aku dan ibu di rumah, jadi kesayangan banyak orang; bahkan semua keponakan selalu menanyakan, 'Lulu tambah gemuk ga?'

Lulu selalu duduk di ujung tangga setiap malam aku naik ke lantai 3 tempat kami tinggal, ikut rebah setiap aku tiduran nonton teve, duduk di depan pintu sambil menelengkan kepalanya tiap pagi aku keluar kamar.
Lulu ga suka aku gendong dan selalu meronta turun ke lantai, tapi dia senang berada didekat aku berdiri; menyentuhkan hidungnya ke ujung celana dan mendengkur lembut tiap lehernya digaruk.
Lulu suka banget duduk di kursi Mama nonton teve. Kalau sudah gitu, Mama yg ngalah duduk di kursi lain.

Jumat 2 minggu yang lalu, aku membawanya ke salon langganan untuk dimandikan. Rutin sebulan sekali.
Biasanya siang aku jemput lagi.

Tapi beberapa hari ini memang gawean padat sekali! Demikian pula hari itu, sampai2 aku lupa jemput Lulu pulang. Hari Sabtu esoknya, pekerjaan tambah merajalela dan situasi sedemikian rupa aku ga bisa jemput Lulu.

Karena aku pikir salon itu sekaligus juga klinik yang diurus beberapa dokter, aku putuskan jemput Lulu hari Senin saja.
Aku pikir Lulu pasti dijaga dan di rawat dengan baik, mendapat makanan dan minum cukup.

Hari Senin siang aku jemput Lulu pulang. Aku merasa bersalah, tapi ada yang bikin perasaan ga enak. Ga tahu apa.

Malam pertama di rumah, Lulu muntah. Aku pikir: ah, mungkin karena kebanyakan makan.
Tapi besok paginya, mama bilang Lulu muntah dan diare.
Karena kuatir, Lulu langsung dibawa ke dokter. Sampai disana langsung di infus dan kudu menginap.

Aku ga ngerti kenapa Lulu bisa sakit seperti itu.
Selama ini Lulu dijaga banget makanan, minuman dan kebersihannya.
Rumah kami juga bersih dari benda2 yang bisa menyebabkan Lulu keracunan atau lainya. Sirkulasi udara juga baik.

Mama rada nyalahin aku sudah ninggalin Lulu di salon 3 hari dan memang bisa jadi Lulu tertular penyakit di salon itu, karena dari keterangan mereka, Lulu ternyata di campur dengan penghuni lainnya.
"duh...gimana nih!....gimana nih!!!"
itu kata-kata mama beberapa hari ini.

Tapi semua sudah terjadi. DAMN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

dr Yessi tadi di telpon berkata, dia dan rekan dokter lainnya sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi tetap saja Lulu tidak dapat diselamatkan.

rasanya pengen nangis!

Aku janji besok ketemu untuk mengurus Lulu.

Farewell Lulu,
terima kasih sudah menjadi sahabat selama ini.
biasanya aku berpikir hanya manusia yang bisa masuk sorga,
tapi kali ini aku berdoa pada Tuhan, "please, Lulu juga bisa masuk surga"


farewell Lulu.....

Monday, August 03, 2009

One Day Departures

Suvarnabhumi - Bangkok


LCCT KLIA - Kuala Lumpur


Main Terminal KLIA - Kuala Lumpur


Terminal 3 Soekarno Hatta - Jakarta


Phra Artit Pier - Chao Phraya River