Pertama kali baca judul kasus Lina Joy, aku pikir ini adalah kasus “Joy” Tobing : pemenang indonesian idol pertama yg ribut dengan institusi penyelenggara I.Idol.
Ternyata Kasus Lina Joy adalah kasus pindah agama yang memancing polemik heboh di Malaysia dan bahkan negara lain. Even ‘Lina Joy’ sempat menjadi keyword favorit di www.yahoo.com
Ringkasnya: si Lina Joy ini pindah agama dan ingin mengubah status agama di KTPnya.
Ternyata Kasus Lina Joy adalah kasus pindah agama yang memancing polemik heboh di Malaysia dan bahkan negara lain. Even ‘Lina Joy’ sempat menjadi keyword favorit di www.yahoo.com
Ringkasnya: si Lina Joy ini pindah agama dan ingin mengubah status agama di KTPnya.
Tidak cukup pindah tempat ibadah + bikin KTP baru. Di Malaysia itu berarti kudu melalui pengadilan.
Setelah menempuh beberapa tingkat persidangan, polemik di media massa dan akhirnya votting; pengadilan negara akhirnya memutuskan : Lina Joy boleh pindah agama, tapi KTP tetap tercantum agama yang lama.
Di Malaysia (dan mungkin beberapa negara lain) agama seorang sudah ditentukan oleh Negara.
Menyedihkan sekali kalau agama dimanfaatkan sebagai ‘pakaian seragam’ yang kudu dikenakan untuk melegitimasi Kemanusiaan seseorang.
Ditengah-tengah komunitas yang secara formal memiliki kapasitas intelektual, sosio-budaya, dan perangkat pikir yang (seharusnya) bijak, memang masih saja ditemukan paradigma diskriminastif laten yang menggelikan dan sooooo naif.
Yang mengkatagorikan sesuatu dalam pola :
Kalau tidak benar, pasti salah,
Kalau tidak hitam, pasti putih
Kalau tidak laki, pasti perempuan,
Kalau tidak kotor, pasti bersih
Padahal confirmed! kebenaran absolut hanya Tuhan
Padahal confirmed! Sudah ditemukan TV berwarna.
Padahal confirmed! banci saja jenisnya banyak: Taman Lawang, Tessi, Aming, tetangga sebelah
Padahal confirmed! siapa yang berani menjamin bor dr gigi kemarin sudah steril..
Masih saja ada yang menilai agama lain selain agamanya, niscaya suatu kesesatan.
Di Jawa, jauh lebih gampang mendirikan diskotik daripada bangun gereja. Sebaliknya di Menado, jauh lebih gampang mendirikan tempat bilyar remang2 daripada bangun mushola.
Dinegara-negara tertentu pindah agama artinya minta suaka ke negara lain.
Ada teman gampang banget diajak dugem, tapi lebih suka kebelet berat daripada numpang kencing di gereja sebelah.
Mustinya Iman (agama) adalah hubungan paling pribadi antara Tuhan dan seorang manusia.
Mustinya ‘cinta’ antara Tuhan dan seseorang manusia jauh lebih dalam dan tinggi dibanding cinta Juliet & Romeo, kesetiaan Sinta kepada Rama, apalagi janji2 romansa gombal artis2 infotainment.
Mustinya agama seseorang hanya menjadi urusan orang itu sendiri, seperti apakah dia cebok pakai tangan kanan atau kiri.
Sama sekali bukan urusan orang lain.
Mustinya Kemanusiaan seseorang tidak dinilai karena dia Budha, Islam, Kejawen, Kristen, Hindu, Agnosis, Klenik, Atheis, bahkan anti-Kris sekalipun.
Mustinya Tuhan yang memiliki kepantasan menilai Kemanusiaan seseorang; bukan ayah, presiden, negara, rohaniawan, apalagi sekumpulan massa yang digerakkan kepentingan politis.
Mencantumkan preferensi agama seseorang juga sama ga pentingnya mencantumkan preferensi di KTP : cebok pakai tangan kiri atau kanan.
Ga penting!!!
Siti Nurbaya adalah cerita masa lalu
Mustinya kebodohan-kebodohan berke-Tuhan-an juga menjadi cerita masa lalu.
Sigh!!
Di Malaysia (dan mungkin beberapa negara lain) agama seorang sudah ditentukan oleh Negara.
Menyedihkan sekali kalau agama dimanfaatkan sebagai ‘pakaian seragam’ yang kudu dikenakan untuk melegitimasi Kemanusiaan seseorang.
Ditengah-tengah komunitas yang secara formal memiliki kapasitas intelektual, sosio-budaya, dan perangkat pikir yang (seharusnya) bijak, memang masih saja ditemukan paradigma diskriminastif laten yang menggelikan dan sooooo naif.
Yang mengkatagorikan sesuatu dalam pola :
Kalau tidak benar, pasti salah,
Kalau tidak hitam, pasti putih
Kalau tidak laki, pasti perempuan,
Kalau tidak kotor, pasti bersih
Padahal confirmed! kebenaran absolut hanya Tuhan
Padahal confirmed! Sudah ditemukan TV berwarna.
Padahal confirmed! banci saja jenisnya banyak: Taman Lawang, Tessi, Aming, tetangga sebelah
Padahal confirmed! siapa yang berani menjamin bor dr gigi kemarin sudah steril..
Masih saja ada yang menilai agama lain selain agamanya, niscaya suatu kesesatan.
Di Jawa, jauh lebih gampang mendirikan diskotik daripada bangun gereja. Sebaliknya di Menado, jauh lebih gampang mendirikan tempat bilyar remang2 daripada bangun mushola.
Dinegara-negara tertentu pindah agama artinya minta suaka ke negara lain.
Ada teman gampang banget diajak dugem, tapi lebih suka kebelet berat daripada numpang kencing di gereja sebelah.
Mustinya Iman (agama) adalah hubungan paling pribadi antara Tuhan dan seorang manusia.
Mustinya ‘cinta’ antara Tuhan dan seseorang manusia jauh lebih dalam dan tinggi dibanding cinta Juliet & Romeo, kesetiaan Sinta kepada Rama, apalagi janji2 romansa gombal artis2 infotainment.
Mustinya agama seseorang hanya menjadi urusan orang itu sendiri, seperti apakah dia cebok pakai tangan kanan atau kiri.
Sama sekali bukan urusan orang lain.
Mustinya Kemanusiaan seseorang tidak dinilai karena dia Budha, Islam, Kejawen, Kristen, Hindu, Agnosis, Klenik, Atheis, bahkan anti-Kris sekalipun.
Mustinya Tuhan yang memiliki kepantasan menilai Kemanusiaan seseorang; bukan ayah, presiden, negara, rohaniawan, apalagi sekumpulan massa yang digerakkan kepentingan politis.
Mencantumkan preferensi agama seseorang juga sama ga pentingnya mencantumkan preferensi di KTP : cebok pakai tangan kiri atau kanan.
Ga penting!!!
Siti Nurbaya adalah cerita masa lalu
Mustinya kebodohan-kebodohan berke-Tuhan-an juga menjadi cerita masa lalu.
Sigh!!
No comments:
Post a Comment