Pages

Wednesday, May 14, 2008

BUNUH CINA !!!

Semalam aku di rumah mbak Dyah, ga tidur lembur bikin revisi anggaran dan program kerja setahun ke depan. Pagi ini ada rapat persiapan dengan anak2 studio, trus setelah teman2 Jumat’an nanti, kami kudu rapat bersama big boss serta teman2 divisi lain.
Tapi aku seneng, karena aku sudah beli tiket KA Dwipangga balik ke Jakarta malam ini. Besok Sabtu malam janjian sama Andre mau ke Tanamur. Hehe…

2 hari yang lalu pertama kalinya naik kereta api Dwipangga, kereta eksekutif baru Jakarta-yogya yang masih gres dan kinclong. Harga tiketnya lumayan mahal: sekali jalan 115 ribu, pulang-pergi jadi 230 ribu. Tapi tetap lebih murah dari tiket pesawat garuda sekitar 600 rb-an sekali jalan, Sempati hampir sama.

Semalam sambil ngerjain revisi, aku lihat di teve ada kerusuhan di daerah Jakarta Kota. Beberapa teman di Jakarta yang aku hubungi juga menginformasikan hal yang sama.
Tadi pagi bapaknya mbak Dyah malah sudah wanti2 agar aku tidak balik Jakarta. Bahaya katanya.
Tapi aku pikir toh aku naik kereta, turun di Gambir dan bisa langsung naik taksi ke Radio Dalam, daerah yang menurut aku pasti aman dari kerusuhan.

Di kantor aku tetap mengikuti berita di teve tentang kerusuhan di Jakarta yang makin mengkuatirkan. Menelpon teman2 di Jakarta juga makin sulit.
Rasanya mulai cemas karena Ay adik aku sedang di Jakarta, menginap di daerah Grogol yang hanya diseberang kampus Trisakti.

Teman-teman di kantor Yogya bilang, Pras, wis tho ra usah balik Jakarta! Bahaya! Lagipula ini hari Jumat, balik besok Senin saja, kerusuhan di Jakarta pasti juga sudah reda.
Gak ah! Aku mau malem mingguan di jakarta saja.
Kataku.
Instead of rapat, di kantor kami malah ngobrolin tentang isyu-isyu kekerasan yang rasanya gak mungkin banget terjadi di negara ini.

Tapi situasi berkembang cepat. Kira-kira jam 1 siang, mama telp ke HP, Pau, kamu dimana? Bisa pulang dulu ke Jambon gak?, kondisi di Solo juga genting!
Kebetulan mama juga sedang ke Yogya dan menginap di rumah adik di jl Jambon.
Mendengar itu aku langsung pamit ke Pak Oeut dan big boss, diantar mobil kantor pulang ke jl Jambon.
Meski mulai paranoid, aku sulit membayangkan situasi di Jakarta bisa terjadi di Solo.

Di rumah Jambon, aku lihat mata mama basah,
Pau, di Solo juga terjadi kerusuhan. Toko kecil kita di Coyudan sudah dijarah. Saat ini Ie-ie (tante aku) dan para karyawan masih ada di dalam toko yang satu lagi. Pintunya sudah ditutup, tapi ga tahu apakah bisa selamat. Mama baru saja telp Ie-ie katanya jalan di depan toko penuh dengan massa yang berteriak-teriak mengerikan. Kata Ie-ie, dia mendengar Batik Keris sudah di jarah dan dibakar, beberapa toko lain juga sudah di rusak dan dibakar. Semoga apinya ga merembet sampai toko kita ya.

Iya ma, kita serahkan semua pada Tuhan. Aku mulai panik. Iwan mana?.

Iwan sedang jemput pacarnya: Paolien. Takutnya kerusuhan juga merembet sampai Yogya.

Kekuatiran mulai memuncak. Aku telp ke HP Iwan adik aku dan berteriak, IWAN!! Kamu dimana? Udah tahu kondisinya kritis koyo ngene!! kok malah pergi! CEPAT!! pulang sebelum ada apa2 dijalan!
Setiap 2 menit aku telp Iwan, KAMU DIMANA ? SITUASI JALANAN BAGAIMANA ??

Panik memuncak dan syaraf terbetot kencang. Ga ngerti kudu bagaimana.

Ga lama Ie-ie telp mama lagi, Massa gedor2 pintu toko dan polisi minta kami keluar, takutnya massa makin tidak bisa dikendalikan. Jadi sepertinya kami harus keluar dari toko sekarang…….. Telp terputus.

ketika Ie ie dan para karyawan keluar, mereka menyaksikan jalan penuh dengan massa yang menjerit marah, melempar batu dan mendobrak pintu2 toko, dan mulai membakar beberapa toko dengan bom molotov.
Ieie dan beberapa karyawan berjalan diantara orang-orang yang berteriak :

JARAH!
BAKAR!
BUNUH!!

Udara penuh dengan asap hitam berasal dari toko-toko yang terbakar dan nafas setan yang terlepas dari neraka.
Ie ie dan para karyawan berjalan di antara massa yang mengalami trance massal.

JARAH!
BAKAR!
BUNUH!!

Hari itu tidak semua kami ada di Solo.
Papa di Semarang; Ma, Nyo, Iwan dan aku di Yogya, Wik di Australia.
Hanya Ay yang kebetulan di Jakarta, Ieie dan Irawan (suami Ay) di Solo. Tapi Ie ie secara fisik ga keliatan china banget.
Ie ie dan mbak Tri berjalan kira2 1 km sampai kepadatan massa berkurang. Di perjalanan itu mereka bertemu mobil bengkel Kalimas milik Irawan yang memang berusaha menjemput mereka ke toko.
Sepanjang perjalanan mereka melihat Kota Solo yang sedang berpesta dengan angkara murka. Api dimana-mana. Padahal 6 jam yang lalu kota Solo masih tenang dan sesuci awan putih.

Kira-kira pukul 1500, Ie ie sampai di Kalimas di daerah Solobaru..
Meskipun persis disebelahnya ada kantor Polsek, semua kaca show room mobil ini sudah remuk. Polisi berkata kepada Irawan, biar saja dilempar batu yang penting jangan sampai dibakar.

Irawan minta ie ie tetap berada di dalam mobil, siap-siap seandainya harus menyelamatkan diri keluar Solo.
Beberapa toko dan kantor di Solobaru mulai dibakar massa. Asap hitam membumbung dari perumahan yang berada di balik pertokoan Solo Baru.
Iwan dan Paolien akhirnya sampai rumah, namun tidak mengurangi ketegangan syaraf aku. Berita Solo yang kami terima juga makin membetot jiwa.

Massa masih mengamuk didaerah pecinan

Singosaren Plaza dibakar habis dalam waktu 2 jam.

Beteng Plaza dibakar

Atrium di bakar

Perum Fajar Indah rata dengan tanah

Rumah Harmoko di solo baru jadi abu

Solobaru sektor 3 sudah rata tanah

Solobaru sektor 4 mulai dibakar

......................

Kira-kira jam 5 sore, mama berhasil meghubungi pemilik toko di seberang toko kami yang bercerita, orang2 mendobrak pintu besi toko kami dan menjarah habis. Mereka menjarah barang dagangan :kulkas, teve, serta barang2 pribadi keluarga yang berada di lantai 3 dan 4.
Beberapa jam kemudian sekumpulan massa kembali datang. Kali ini mereka melemparkan ban mobil yang menyala ke dalam toko yang sudah kosong. Massa bersorak dan meneriakkan nama tuhan.
Api mulai menjilat rak kayu, plafon, lantai kayu….
Konon api yang membakar toko kami padam sendirinya 12 jam kemudian… Semua menjadi abu. Hari itu 4 toko dan 2 workshop kami dijarah, 2 toko bahkan dibakar habis.

Seorang teman bercerita, malam itu neraka mengejawantah di Solo. Meski PLN mati, langit malam kota Solo berwarna api. Entah siapa yang tega melepas iblis dari kerak neraka.

Malam itu aku ga bisa tidur. Berita tentang pembunuhan, perkosaan etnis china sangat santer. Aku sangat mencemaskan Ay yang ada di Jakarta.
Setiap terlena, aku segera tergeragap bangun dicekik rasa panik.

Hari Sabtu berikutnya, televisi menampilkan gambar yang makin membuat hati mencelos. Kami makin tidak yakin dengan keselamatan nyawa, meski berulang kali Wiranto - Pangab di teve berkata, ‘kami menjamin keselamatan penduduk…’

Sepanjang hari kami terpanggang berita-berita yang sungguh diluar nalar.

Minggu pagi, kami di rumah Jambon mendapat telpon dari papa yang sebelumnya di Semarang. Papa ke Solo subuh, naik bis yang hanya bisa sampai ke Boyolali, 30 km dari Solo. Dari sana papa mencari tumpangan, naik ojek, dll sampai rumah oom aku didaerah Solo barat. Papa pinjam sepeda onthel dan melihat satu persatu properti kami.
2 toko di Coyudan dalam kondisi terbuka dan hangus.
Hari itu papa berhasil mencari tukang kenalan yang menutupi toko dengan seng.

Di Jakarta, Ay tanpa sepengetahuan kami, berhasil mendapatkan ojek yang mengantarnya ke stasiun Gambir. Dari sana dia berhasil mendapatkan tumpangan truk tentara ke Bandara dan berhasil mendapat tiket Garuda ke Yogya.
Sampai di Yogya justru aku marahin, karena sudah nekad mengambil resiko seperti itu.

Di Australia, Wik membaca di koran ber head-line “Riots in Indonesia” salah satunya disebutkan Solo dibumi hanguskan. Dari apartemennya Wik berlari sejauh hampir 1 km untuk mencapai 'wartel' terdekat sambil menangis kepada Tuhan, God please keep my family in your hand....
Setelah mencoba beberapa no telp, akhirnya bisa menghubungi no HP aku. Wik menangis lega waktu aku bilang kami semua selamat.

Rasanya agak lega mendapati Yogya tempat kami berada, dan kota2 lain tidak mengalami kerusuhan. Tapi tetap membuat kami merasa menjadi mangsa yang dapat diterkam anytime.
Setiap hari kami hanya mengikuti berita di teve, hingga akhirnya Presiden Soeharto lengser.

Pada hari yang ke 8, aku dan mama memutuskan menengok Solo. Pagi2 kami naik kereta Prameks dari stasiun Tugu Yogya.
esampai di Solo, kami naik beca dari stasiun Balapan. Dimana-mana nampak bangunan terbakar, onggokan arang dijalan, sampah dan bekas2 selayaknya medan perang.
Baru seminggu yang lalu aku mampir Solo dan sekarang aku hampir tidak mengenalinya. Dimana2 tercium bau hangus sangit kebakaran. Bahkan 8 hari setelah hari laknat itu. Dimana-mana nampak bangunan berwarna hitam.

Pada beberapa bangunan yang utuh, tertulis :

ASLI PRIBUMI
WONG JOWO ASLI
MILIK PRIBUMI
Tiba-tiba sajadah menjadi elemen hiasan façade bangunan.

Yang bikin miris adalah tulisan dimana-mana :

GANYANG CINA
CINA BABI
BUNUH CINA LAKNAT

Awalnya agak ngeri juga, karena aku bersama mama. Terbayang sejarah orang Yahudi kala Nazi nerkuasa, orang Bosnia yang dibantai….

Tapi situasi dijalanan tidak seperti itu, aku melihat tidak seorangpun orang pribumi yang melihat ‘aneh’ kepada kami; 2 China di atas beca.
Bahkan aku melihat mereka juga sama terlukanya. Tukang beca yang kami naiki tak henti-hentinya mengutuki peristiwa yang terjadi.

3 hari kemudian, aku kembali ke Jakarta. Ibu kost bercerita, ternyata daerah Radio Dalam juga tidak luput dari kerusuhan. Banyak toko dan rumah yang dibakar. Bahkan ada razia orang china, sampai2 ibu kost aku harus menyembunyikan beberapa orang china di kamar tidurnya.

Kisah di atas nyata terjadi 10 tahun yang lalu : 15 Mei 1998.
Saat itu dunia, khususnya Asia, diguncang dengan kondisi moneter. Banyak negara yang mengalami inflasi setinggi angkasa. Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar naik sampai 6 kalinya. Harga2 kebutuhan pangan melonjak, mahasiswa turun ke jalan.
Banyak perusahaan dan institusi keuangan bangkrut, penganguran lahir seperti nyamuk di hutan tropis. Setiap hari mahasiswa turun ke jalan mengutuk pemerintah.
Semuanya itu berakhir dengan Tragedi Mei 1998 yang melukai bangsa ini. Tidak saja melukai para pemilik toko yang dijarah, perkosaan, korban yang terperangkap pembakaran (kebanyakan justru bukan China), tapi menjadi trauma hitam bagi bangsa ini.

Tahun 2008, 10 tahun telah berlalu. di tanggal yang sama, situasi yang analog juga terjadi.
Dunia juga sedang di hantam kenaikan harga minyak bumi yang diramalkan bisa sampai 200 dollar/barell. Harga kebutuhan pangan dan komoditi juga melonjak, banyak perusahaan melakukan rasionalisasi, tingkat pengangguran setinggi Monas.
Setiap hari mahasiswa turun ke jalan mengutuk pemerintah.

Sejarah kota Solo mencatat siklus kerusuhan rasial setiap 10-20 tahun sekali. Siklus ini sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu.
Salah satunya adalah ‘geger pacinan’ yang mengakibatkan Kraton Mataram yang pindah dari Pajang ke Solo dan akhirnya pecah menjadi Kasultanan Solo dan Kasultanan Yogya.

Semoga bangsa ini belum lupa dengan peristiwa 10 tahun yang lalu, semoga bangsa ini masih ingat bahwa mencabik tubuhnya sendiri adalah sangat menyakitkan.

4 comments:

Anonymous said...

aduh, tulisannya mengingatkan gua lagi akan kenangan tahun 1998. i think pas saat itu lah i realize how minority chinese are in indonesia, nope not chinese but indo-chinese are.

pas waktu itu i'm also in makassar with my family. pas pagi mau ke sekolah udah di telp semua keluarga di makassar gak usah pergi. trus setelah itu gak lama kaca rumah pecah semua. thank God nothing happen to our house, cuman perlu mengganti kaca-kaca yang pecah.

for me, the incident had make a very bad experience.......
let's just hope it'll never happen again!!!

Anonymous said...

I love that line, "semoga bangsa ini masih ingat bahawa mencabik tubuhnya sendiri adalah sangat menyakitkan". Well put!

can

malebox said...

ya..jadi inget waktu itu...emang serem... semalem sempet baca buku di gramedia..lupa judulnya... tapi isinya tentang fakta-fakta kerusuhan mei.... serem banget ternyata.

Anonymous said...

di medan, mungkin akan ada letupan SARA. China di sini benar-benar inklusif dan memuakkan. hanya karena kenal satu, dua polisi atau tentara sudah merasa benar dan keras kepala. dasar cina!