17 Maret kemarin kudu ke Surabaya.
Berangkat dari Solo naik kereta Sancaka Sore jam 16.40.
Sampai stasiun Gubeng Surabaya jam 21.14; terlambat 20 menit.
Berangkat dari Solo naik kereta Sancaka Sore jam 16.40.
Sampai stasiun Gubeng Surabaya jam 21.14; terlambat 20 menit.
Pas turun dari kereta ada life music-nya, nyanyi lagu lawas “…sepanjang jalan kenangan, kita slalu bergandeng tangan.…”
Hehe, sebuah ironi, karena bagi aku stasiun Gubeng maupun kota Surabaya adalah kenangan buruk.
Hehe, sebuah ironi, karena bagi aku stasiun Gubeng maupun kota Surabaya adalah kenangan buruk.
Keluar dari Gubeng, langsung nyari pangkalan ojek. Pengen naik ojek saja, agar bisa menyentuh udara malam dan membaui kota Surabaya.
Ternyata Gubeng gak ada pangkalan ojeknya. Jam segitu tukang ojek sudah pulang (*kata bagian informasinya). Halah!
Mosok kalah sama stasiun Balapan atau Stasiun Tugu. Mau naik apa saja ada. Beca, ojek, andong, taksi pake meter, taksi gelap, pacar gelap… (*maksudnya di jemput pacar gelap)
Terpaksa naik taksi. Gak asyik banget!
Selesai urusan jam 12 malam lebih, baru nyari penginapan.
Aku sempat telpon CitiHub yang konsepnya kayak Tune hotelsnya AirAsia, tapi sudah penuh. Padahal aku pernah liat iklannya, tarif semalam hanya IDR 299 ribu.
Di jalan Kranggan aku liat ada hotel baru. *namanya lupa.
Namun ternyata kamar termurah yang masih tersedia adalah kamar deluxe seharga IDR 560 ribu sekian.
Bagi aku itu rada kemahalan, lha wong paling ditiduri 8 jam saja.
Aku diajak lagi sopir taksi ke hotel dekat situ. Hotel Widodaren. Aku suka suasananya yang kayak homestay.
Syukurlah masih ada kamar standar. Tarifnya IDR 310 ribu. Langsung aku keluarin KTP dan kartu kredit.
Resepsionisnya bilang, ‘kalau pake kartu kredit kena 2% pak’
Weks! Seumur hidup aku baru sekali ini nemu hotel yang mengenakan charge untuk pemakaian kartu kredit. Padahal 2% dari IDR 310 ribu hanya IDR 6.200 rupiah loh!!
Hotel ini kok ridiculous banget. Gak ‘service-oriented’
Gak sampai situ, begitu resepsionis yang sudah bapak2 itu liat KTP aku, langsung bilang, “Maaf pak, KTPnya sudah kadaluarsa, kami gak bisa menerima”
Jedhenk!
plis deeeeh! Mosok sampai segitu-gitunya.
KTP aku memang habis bulan Desember kemarin.
Sebelum berangkat ke Surabaya sudah terpikir mau bawa paspor, tapi lupa gara-gara terburu-buru. Tapi seandainya bawa pasporpun, aku sudah terlanjur ilfil sama hotel berbintang satu ini.
Aku gak ngomong apa-apa lagi, kantongin ktp dan kartu kredit langsung pergi. Damn!!!
Singkat cerita, akhirnya dapat hotel Inna Simpang dekat Tunjungan Plasa. Itupun bukan kelas yang paling murah. IDR 700 ribu sekian. Lebih mahal daripada hotel pertama. Tapi ya sudahlah. Sudah males muter2 lagi. Sudah jam 1 pagi uy!
Setelah check-in dan naruh tas di kamar, trus ke Rawon Setan. Pengen tahu se-“setan” apa sih…
Ternyata Gubeng gak ada pangkalan ojeknya. Jam segitu tukang ojek sudah pulang (*kata bagian informasinya). Halah!
Mosok kalah sama stasiun Balapan atau Stasiun Tugu. Mau naik apa saja ada. Beca, ojek, andong, taksi pake meter, taksi gelap, pacar gelap… (*maksudnya di jemput pacar gelap)
Terpaksa naik taksi. Gak asyik banget!
Selesai urusan jam 12 malam lebih, baru nyari penginapan.
Aku sempat telpon CitiHub yang konsepnya kayak Tune hotelsnya AirAsia, tapi sudah penuh. Padahal aku pernah liat iklannya, tarif semalam hanya IDR 299 ribu.
Di jalan Kranggan aku liat ada hotel baru. *namanya lupa.
Namun ternyata kamar termurah yang masih tersedia adalah kamar deluxe seharga IDR 560 ribu sekian.
Bagi aku itu rada kemahalan, lha wong paling ditiduri 8 jam saja.
Aku diajak lagi sopir taksi ke hotel dekat situ. Hotel Widodaren. Aku suka suasananya yang kayak homestay.
Syukurlah masih ada kamar standar. Tarifnya IDR 310 ribu. Langsung aku keluarin KTP dan kartu kredit.
Resepsionisnya bilang, ‘kalau pake kartu kredit kena 2% pak’
Weks! Seumur hidup aku baru sekali ini nemu hotel yang mengenakan charge untuk pemakaian kartu kredit. Padahal 2% dari IDR 310 ribu hanya IDR 6.200 rupiah loh!!
Hotel ini kok ridiculous banget. Gak ‘service-oriented’
Gak sampai situ, begitu resepsionis yang sudah bapak2 itu liat KTP aku, langsung bilang, “Maaf pak, KTPnya sudah kadaluarsa, kami gak bisa menerima”
Jedhenk!
plis deeeeh! Mosok sampai segitu-gitunya.
KTP aku memang habis bulan Desember kemarin.
Sebelum berangkat ke Surabaya sudah terpikir mau bawa paspor, tapi lupa gara-gara terburu-buru. Tapi seandainya bawa pasporpun, aku sudah terlanjur ilfil sama hotel berbintang satu ini.
Aku gak ngomong apa-apa lagi, kantongin ktp dan kartu kredit langsung pergi. Damn!!!
Singkat cerita, akhirnya dapat hotel Inna Simpang dekat Tunjungan Plasa. Itupun bukan kelas yang paling murah. IDR 700 ribu sekian. Lebih mahal daripada hotel pertama. Tapi ya sudahlah. Sudah males muter2 lagi. Sudah jam 1 pagi uy!
Setelah check-in dan naruh tas di kamar, trus ke Rawon Setan. Pengen tahu se-“setan” apa sih…
Tapi setelah njajal, weleh-weleh! Ternyata menurutku biasa saja. Kuahnya kurang pekat, sambalnya kok kayak sambal bakso, nasinya menggumpal, teh manisnya gak oke (gak fresh, kurang sepet, kurang kental, kurang panas).
Malah menurutku rawon di warung Arek-Arek di Yogya jauh lebih enak.
Nilai plus hanya pada ukuran potongan daging rawon yang generous. Tapi itupun sudah seharusnya.
Lha wong “kerusakan” satu porsi rawon setan + teh manis = IDR 27.500.
Larang-e rek!
Gak pengen balik lagi lah.
Tahu gitu mending makan di Bu Lilik (pernah aku tulis di sini). Atau nasi cumi di depan Ps Turi.
Pulangnya ke hotel jalan kaki. Sepanjang jalan banyak café kaki lima. Persis warung lesehan di Solo atau Yogya, bedanya musiknya jedag-jedug, jualannya pake sloki-sloki.
Sampai hotel langsung mandi dan ketipluk…..
Malah menurutku rawon di warung Arek-Arek di Yogya jauh lebih enak.
Nilai plus hanya pada ukuran potongan daging rawon yang generous. Tapi itupun sudah seharusnya.
Lha wong “kerusakan” satu porsi rawon setan + teh manis = IDR 27.500.
Larang-e rek!
Gak pengen balik lagi lah.
Tahu gitu mending makan di Bu Lilik (pernah aku tulis di sini). Atau nasi cumi di depan Ps Turi.
Pulangnya ke hotel jalan kaki. Sepanjang jalan banyak café kaki lima. Persis warung lesehan di Solo atau Yogya, bedanya musiknya jedag-jedug, jualannya pake sloki-sloki.
Sampai hotel langsung mandi dan ketipluk…..
Inna Simpang berbintang tiga, termasuk hotel kuno. Kayaknya seangkatan dengan Hotel Indonesia, Hotel Ambarukmo, dll yang jadul itu. Lumayan bersih, tapi fasilitas kamarnya standar banget. Jadi gak money-wise banget sama tarifnya. Tambah dikit kayaknya udah dapet sheraton atau nginep seminggu di Bangkok.
Jam 0900 check-out nerusin urusan di jl Demak.
Selesai jam 1100, dim-sum di Kowloon Palace di Delta Plasa. Rasanya standar. Teh chrysant-nya enak.
Dilanjut muter-muter di Delta Plasa yang sekarang lebih rapi dan rame. Banyak banget toko yang jualan boneka dan fancy gift.
Sebelum ke Gubeng, aku ke toko buah Hoki nyari oleh-oleh untuk mama dan micha. Secara dekat, aku naik beca.
Sepanjang jalan aku mikir: ini beca bukan ya? Jangan-jangan ini trolley koper… kok cungkring gini :p
Gak kayak beca Solo atau Yogya yang chubby-chubby :D
Siang itu Gubeng rada sepi. Tiket kelas eksekutif ke Solo sudah habis; tapi berhasil dapat tiket kelas bisnis Sancaka siang jam 1500.
Karena weekend, tarif tiket jadi IDR 90 ribu. Sebagai perbandingan pada hari biasa tiket bisnis IDR 60 ribu, tiket eksekutif IDR 85 ribu.
Selesai jam 1100, dim-sum di Kowloon Palace di Delta Plasa. Rasanya standar. Teh chrysant-nya enak.
Dilanjut muter-muter di Delta Plasa yang sekarang lebih rapi dan rame. Banyak banget toko yang jualan boneka dan fancy gift.
Sebelum ke Gubeng, aku ke toko buah Hoki nyari oleh-oleh untuk mama dan micha. Secara dekat, aku naik beca.
Sepanjang jalan aku mikir: ini beca bukan ya? Jangan-jangan ini trolley koper… kok cungkring gini :p
Gak kayak beca Solo atau Yogya yang chubby-chubby :D
Siang itu Gubeng rada sepi. Tiket kelas eksekutif ke Solo sudah habis; tapi berhasil dapat tiket kelas bisnis Sancaka siang jam 1500.
Karena weekend, tarif tiket jadi IDR 90 ribu. Sebagai perbandingan pada hari biasa tiket bisnis IDR 60 ribu, tiket eksekutif IDR 85 ribu.
Di Gubeng, ada warung nasi pecel favorit, letaknya di paling ujung dan ada tulisan “Nasi Pecel Madiun”nya.
Menurutku cukup bersih dan ‘palate-able’. Kerusakan nasi pecel + telur matasapi IDR 6.000.
Kereta berangkat tepat waktu. Fiuh! Panas banget, banyak penumpang berdiri gak kebagian kursi.
Tapi lumayanlah, sebelahku ‘limangewu’ Wakakak….
Kesimpulan umum jalan ke Surabaya kali ini: mahal TAPI gak asyik!
Menurutku cukup bersih dan ‘palate-able’. Kerusakan nasi pecel + telur matasapi IDR 6.000.
Kereta berangkat tepat waktu. Fiuh! Panas banget, banyak penumpang berdiri gak kebagian kursi.
Tapi lumayanlah, sebelahku ‘limangewu’ Wakakak….
1 comment:
klo ke surabaya bilang aku..
ntar tak kasi tau tempat jajan murah,enak,dan terjamin..
salam dari rynee di surabaya..
Post a Comment