Karena kami cukup dekat, aku sempatkan juga hadir di acara
pemberkatan pernikahannya di gereja.
Ketika sedang ber hai-hai dengan saudara2 yg lama gak
bertemu; seseorang menepuk pundak dari belakang; ternyata Minah.
–sebut saja begitu-. Seseorang
dari masa lalu.
Dia langsung ngomong, “hai Lus…apa kabar? Lama gak ketemu.
Sekarang anak kamu berapa?"
Aku langung jawab “delapan” dengan intonasi dan muka super datar.
Dia menatap tidak percaya dan ngakak…
kemudian dia bercerita, bertanya, bercerita, bertanya…gak
henti-henti.
(cerewet banget mungkin karena ada tahi lalat di atas bibir
kanannya)
Dalam kasus pernikahan Danang, ternyata Minah adalah tante
dari calon istri Danang.
Kamu dulu khan pernah hampir bertunangan sama...siapa tuh…,
tanya Minah
Ngarang!!! Tukasku
Trus istri kamu mana?
Bla…. Bla….. bla…. bla
Cyap…cyap…cyap….
Nya…nya…nya…
Kerk…kwek…kwek…
Aku diam saja melihatnya meleter.
So, ceritanya…..
Si Minah ini adalah teman di smp.
Aku ingat sekali : dia murid baru di semester 2 kelas satu.
Hari pertama Minah masuk kelas, teman sebangku: Sigit
langsung bergosip: Si Minah ini pindahan dari sekolah anu; dikeluarkan karena
hamil. Padahal pacarnya sudah pake karet
Dalam kepolosan waktu itu; aku membayangkan yang dimaksud
karet adalah karet gelang.
Jadi aku tanya sama Sigit:…… jadi “itu”nya cowok diikat pake
karet gelang gitu? Emang ga sakit?
Si Sigit hanya memandangku takjub trus ngloyor pergi.
Hahaha…
Minah memang cantik.
Percayalah! Dia cantik.
Waktu itu kelas satu SMP, usia aku 13 tahun, si Minah sudah
15 tahun. Tubuhnya sudah berlekuk.
Rambutnya pendek, matanya tajam.
Bikin hormon dan hatiku aku meleleh.
Awalnya Minahselalu membawa makanan dari rumah; jadi pas jam
istirahat dia selalu di dalam kelas ngobrol dengan sahabatnya: Hannah.
Tapi kemudian dia tidak perlu bawa makanan lagi. Karena setiap
istirahat, aku beliin Minah sepotong resoles dan teh kotak.
Minah adalah nama bagi surat-surat cinta yang aku selipin di
dalam buku.
Pokoknya aku norak banget. Hahaha…
Namanya juga cinta munyuk.
Hanya bertahan 8 bulan.
Tapi, bagaimanapun, Minah ini salah satu dari 4 orang yang
bisa membuat aku bilang “aku suka kamu”
Namun, kok kemarin pas ketemu, sama sekali sudah mati rasa. Ill fill malah.
Dua hari menjelang Paskah, bulan April kemarin; aku mendapat
kabar seorang sepupu di Bandung
meninggal.
Sepupu aku ini usianya sudah 50-an, duda, tinggal bersama
ibunya di jalan Braga Bandung.
Beberapa minggu sebelumnya, sepupu aku ini kolaps dan masuk
ICU,
Aku ga tahu penyakitnya apa: yg jelas semua fungsi vital
tubuhnya melemah hingga harus menggunakan mesin life-support.
Tenggorokannya harus dilubangi untuk membuatnya bisa
bernafas.
Sepupu aku ini anak nomer 2.
Setahun sebelumnya, adiknya juga mengalami situasi yang
sama.
Mereka berdua menderita Keneddy Syndrome: kelainan syaraf
yang sangat langka.
Penyakit ini diturunkan melalui garis ibu. Yang terkena
adalah anaknya yang laki-laki.
Semua paman dan sepupu laki-laki terkena penyakit ini. Hanya
satu orang sepupu yang tidak.
Sejak usia 30-an, mereka perlahan-lahan jadi lumpuh. Ngomong
juga ga jelas.
Seperti adiknya, setelah di rawat hampir 2 bulan,
menghabiskan duit ratusan juta, akhirnya sepupuku itu meninggal.
Ibunya kini berusia 80 tahun lebih.
Selama dua anaknya di rawat di rumah sakit; dia setiap hari
mondar-mandir ke rumah sakit; jungkir balik mengupayakan dana yang dibutuhkan;
dan sekarang sendirian mengurus toko dan hidupnya.
Aku ngomong sama Iko, banyak orang menikah hanya agar ketika
kelak tua tidak sendirian dan ada yang ngurus. Tapi kalau keadannya begini piye?
Ibu aku dan tante di Bandung
adalah saudara kandung; secara teoritis ibu aku juga membawa gen penyakit itu.
Aku gak takut mati-nya.
Tapi aku takut kalau suatu saat ternyata aku juga mengidap
penyakit ini; trus harus menjadi beban orang lain.
Seminggu yang lalu, aku ke Jakarta.
Berangkat pagi-pagi dari Solo.
Sampai Jakarta langsung naik taksi ke Ancol.
Diajak muter-muter Dufan, dikenalin banyak orang, di tawari
naik wahana, yang langsung aku tolak. Haha…
Aku janjikan 2 minggu lagi balik ke mereka untuk presentasi
konsep dan sampel merchandisenya.
Dari Ancol langsung ke ke Tanahabang berburu kain.
Sebelumnya mampir Gambir beli tiket kereta ke bandung yang jam 19.20
Menurutku, dibanding naik travel, naik kereta api lebih
elegan. Hehehe....
Tapi ternyata keretanya sepi. Mosok satu gerbong isinya
hanya 2 orang. Mengerikan!
Sampai Bandung hampir jam 2300, jalanan basah bekas hujan,
dingin.
Aku sudah pesan penginapan di Hummingbird di jalan Progo.
Tadinya aku pikir dekat stasiun; ternyata rada jauh juga.
Untuk aku yg sudah bosan sama hotel-hotel yang desainnya
generik, guest house ini keren banget!
Bagian depan hotel ini ada resto nya. Keren :)
Jam 0800 pagi sdh check out trus muter2 diJl Aceh, lanjut ke
daerah Terusan Kopo yang alamak macettt!!! bukan main.
Selesai pertemuan di sebuah FO, langsung ke daerah jalan Holis.
Disepanjang jalan Holis banyak penjual kain. Ada yang sisa produksi
garmen, ada pula yang masih gulungan.
Aku berhasil mendapatkan sejenis kain fleece yang selama ini
sdh aku cari kemana-mana tapi ga pernah berhasil.
Selesai, langsung masuk tol ngebut ke bandara, mau go show;
semoga bisa dapat tiket Lion ke Yogya.
Ternyata bandara Bandung
itu kecil banget; astaga! nyaris kayak gardu ronda.
Masih gedean parkiran stasiun kereta api Lempuyangan Yogya.
Sumpah!
Udah gitu, aku juga ga dapat tiket :(
Langsung ngebut balik lagi ke stasiun nyari tiket kereta ke
Jakarta, berharap sampai Jakarta masih cukup waktu go show ke bandara SHIA agar
bisa pulang ke Solo atau Yogya malam itu.
Singkat cerita, sampai Gambir Jakarta saja sudah jam 17.50.
Padahal pesawat paling malam ke wilayah Solo - Yogya adalah
Lion Air jam 19.30
Belum punya tiket pula.
Dari pada konyol ngebut ke bandara. Terpaksa nginep.
Haha, kesannya perjalanan yang kacau. Tapi menurutku
produktif banget: ada banyak kesepakatan dan kemajuan yang berhasil didapat.
Pengennya suatu waktu nanti gak hanya pecicilan di Jakarta dan Bandung.
Tapi di tempat lain yang butuh paspor. Haha…
1 comment:
Wah akhirnya ketemu juga Cigondewah ya? (tempat yang dulu aku pernah janji mau nganter) he he he...
Post a Comment