Pages

Sunday, May 22, 2005

To All The Girls I’ve Loved Before – Part 1

Banyak orang berpikir: aku lajang karena ga punya kenalan cewek.

Well, they’re wrong!!

Here are some of the girls

1. Mike – sang cinta pertama

Belum 3 bulan aku duduk dikelas I SMP di Solo, seorang anak baru masuk kelas, namanya Mike, seorang cewek yang membuat aku tiba-tiba sadar : KYAAA! Aku sudah remaja dan punya hormon !!….(*tuink2)
Dia lebih tua 2 tahun, tapi menurutku cuwantiiiiq biyangettt !! dan membuatku jadi sasaran lemparan kapur dari guru, karena sering banget menoleh kebelakang.
Seluruh teman di kelas tahu bagaimana kegigihan aku mendekati cewek satu ini. Dan berhasil.
Hampir setiap minggu kami dan beberapa teman jalan ke Tawangmangu atau sekedar ngumpul di rumah salah satu teman. Rasanya dunia milik kami berdua.
Namanya juga cinta monyet, walaupun sekelas, tiap hari surat-suratan lewat teman.
Suatu hari, seorang teman bercerita; Mike ternyata pindahan dari sekolah lain karena dikeluarkan setelah ketahuan hamil dan abort it.
Whaaacks! Gimana ga shock, di kelas 6 SD saja aku masih berpikir: seorang wanita hamil karena obat dari dokter, baru puguh sex waktu lulus SD dan berpikir how disgusting those stuff!!
Bukan itu yang membuat kami akhirnya berpisah; mungkin bagi Mike yang sdh lebih “matang”, aku masih terlalu plonco; hingga lama-lama kami menjauh dan bubar.
Lulus SMP, aku ke Yogya, Mike menikah.
15 tahun kemudian, aku bertemu Mike; ibu dari 3 anak, bersama suami kedua.
Still, she is my first lop.


2. Wati – Roman SMA

aku memanggilnya Wati. (Tapi ini bukan Watti di Supernova “Petir”)
Teman satu kelas SMA di Yogyakarta.
Awalnya kami ngerjain mading sekolah dan ikut lomba Mading. Trus ternyata kami berdua suka baca dan dilanjut barter buku bacaan, dari novel sampai komiki2 kayak Tintin, Nina, dll
Di kelas 2, kami selalu satu kelompok belajar, ngobrol di kelas, godain guru, juga teman satu geng kluyuran ga jelas. (bayangin saja, kadang sebelum sekolah naik motor rame2 ke Kaliurang!!)
Tapi, kalau sudah soal pelajaran kami bersaing sengit.
Diantara kami tidak pernah terucap apa-apa, sementara banyak teman menerima kami as an item.
Meski demikian, ada beberapa faktor X yang gak mungkin diabaikan. Walau kami berdua dan masing-masing keluarga tidak mempermasalahkan perbedaan suku, tapi kalau sudah beda agama, kayaknya semua kudu sadar.

Kedekatan kami tidak berhenti sampai lulus SMA, mungkin karena sama-sama di UGM, aku di Arsitektur, Wati di Teknologi Pertanian. Ada beberapa kegiatan kampus yang kami ikuti bersama (nonton pameran lukisan termasuk ga ya ?)
Ketika Bapaknya Wati pensiun dan harus keluar dari rumah dinas, ibu Wati minta aku merenovasi rumah pribadi mereka di daerah Godean; “untuk praktek nak Pras”, katanya.
(dikasih proyek, aku sih cihuy aja!)
Hidup berjalan terus, aku sudah kerja full-time dan mulai sering ke Jakarta, kami mulai menjauh (tahun ’93 belum punya HP utk SMS).

Suatu subuh, kira-kira jam 9 gitu (jelas aku belum bangun); Wati datang ke kost membawa bungkusan. Aku (linglung bangun tidur) dan Wati tidak ngobrol banyak.
Sesudah dia pergi, aku buka bungkusannya, ternyata berisi sebuah tas kerja kulit dan sebuah surat.
Wati nulis di surat itu: how greatfull our relationship, berterima kasih utk apa yg sudah kami lalui, renovasi rumah keluarganya, juga harapan agar kami berhasil dalam hidup masing2.
7 bulan kemudian, aku sudah menetap di Jakarta ketika mendengar Wati menikah.

3. Citra – kenangan di perempatan Melawai

Hingga tahun 1997, kalau hari minggu, alih-alih ke gereja, aku malah seharian di Pondok Indah Mall, sarapan di Wendy’s, nonkrong di Gramedia, makan di Wendy’s lagi, muter2 ga jelas di Metro, pindah ke Gunung Agung, masuk Toy”s City, liat orang berenang, antri makan di Bakmi GM atau Yoshinoya, dan mampir Hero sebelum pulang.
Suatu hari aku menghadiri sebuah acara gereja dan tertarik dengan pembawa acaranya: Citra, cewek batak. Ini membuat aku jadi rajin ke gereja dan mencoba ikut-ikut kegiatan yang ada; siapa tahu bisa kenal dekat dengan Citra. Selain cantik, kesannya cewek ini aktif banget.
Setelah kenal, aku malah kecewa, bukan karena ternyata Citra sudah punya cowok atau menikah, tapi ternyata Citra adalah cewek paling ngeselin yang aku kenal, sok pinter, sok ngatur, sok akrab, keras kepala, sok sistematis, kasar, galak, juga gampang nangis bombay.
Kami sangat sering berbeda pendapat sampai berantem, bahkan untuk masalah-masalah sepele.
Bukan sekali-dua kami saling memutus pembicaraan di telpon, di”sidang” pendeta kami dan didoakan agar bertobat! Hehehe…
Kalau ke gereja, amit-amit jangan sampai ketemu jejadian satu itu, ibadah bisa jadi gak khusuk!

Suatu sore, bubar dari gereja, pura-pura saja aku ga liat ada Citra, tapi terlambat, Citra menghampiri dan menyapa,
“Pras, bisakah kita berbicara sebentar di Dunkin Donuts ?”
“GAK!!, aku mau pulang nyuci pakaian!!!”
tukasku getas (lupa baru saja dikotbahin pendeta)
Citra terdiam sejenak, kemudian berkata, “tentu saja aku tidak bisa memaksa, tapi aku senang kalau kamu bisa meluangkan waktu sebentar”
Daripada dia nangis, yo wis aku diem saja, gak meng-iyakan, tapi langsung ngluyur ke Dunkin Donuts di Melawai.

Ternyata, itu jadi “Awalnya ngobrol asyik”
Sejak itu, kami justru jadi dekat, bisa saling lebih memahami dan tolerant. Setiap ada kesempatan kami selalu bersama, pelayanan gereja bareng,
Ada satu kebiasaan kami yg akhir2 ini kebayang-bayang, yakni kebiasaan ngobrol berdua sampai larut malam di depan HAGA Bank (masih ada gak ya) - perempatan Melawai, sambil ngitung bis Blok M – Lebak Bulus yang lewat. Terkadang sampai jam 1 pagi, baru aku antar dia naik taksi pulang ke Lebak Bulus.
Tadinya aku paling anti naik bis kota di Jakarta, tapi Citra sengaja ngajak aku muter-muter Jakarta naik bis, dan angkot yang rutenya ga jelas. Mungkin karena dia batak, jadi ngerasa pede kalau di Blok M. huahahaha…
Banyak teman yang takjub melihat keakuran kami, dan menganggap kami sudah resmi pacaran.
Beberapa kali, Citra gak cuma memancing, tapi sudah ngomong terbuka tentang kami, misalnya tentang doa dia, bahwa suatu saat kami akan bersama didepan altar….

As always, aku menghindari pembicaraan kayak gitu.
Kalau ada cewek yang memancing ke arah itu, biasanya tiba-tiba aku berubah jadi lemot, sok ga mudeng dan sok lugu…sok jadi Joko Sembung, alias asal jawab yang gak nyambung.
Aku mikir…ah, gak pengen mikir sekarang!

1 tahun dekat dengan Citra, aku dihadapkan pada keharusan untuk balik ke Solo untuk membantu mengelola usaha ortu. Ibarat simalakama: di satu sisi, aku sudah memiliki pekerjaan dan karier yang “gue banget”, sahabat, kehidupan, rencana masa depan di Jakarta serta fans+penggemar di Jakarta . Tapi disisi lain, aku tahu: kudu kembali ke Solo.
Dan, Citra ada dalam kebimbangan aku memutuskan untuk kembali ke Solo, Dia memahami mengapa aku kudu meninggalkan jakarta, tapi dia juga ngomong :
“Pras, aku sungguh berharap, keberadaanku turut menentukan keputusanmu kembali ke Solo”
aku diam saja; 2 malam berikutnya ga bisa tidur…..

Akhirnya aku balik ke Solo, merintis sebuah kehidupan baru.
Meskipun komunikasi dengan Citra (juga para selir lainnya) tetap ada, kudu diakui long distance relationship gak mudah. Almost impossible.
1,5 tahun sesudah aku balik ke Solo, di telpon Citra bercerita mengenal seorang cowok dan mengajaknya menikah. Aku bilang, “Go a Head..”
6 bulan kemudian mereka menikah.
Ah, sepotong hati lagi sudah terbang.


Aku seorang kelana
Tak pantas mengenal cinta
Hatimu kubawa pergi
Khan ku sayang sampai mati

To be continued….

6 comments:

anastasianani said...

kenapa, kenapa ga mau sama yg namanya lastri ituu?

Paulus said...

Ling,
Jawabannya ada di "To All The Girls I've Loved Before - part 2"

Thank's for the attention ;)

yaya said...

The sound of yaya's heart udah ada lagi lhoo

firman said...

waa...ditunggu edisi berikutnyah.

Anonymous said...

mas pras...ayo dong....belajar dari pengalaman. kalo dulu sampe pengen ngutuk2 diri gara2 ketinggalan kereta, sekarang ada kesempatan kenapa ga naikin keretanya aja. go mas prasssssssss

Anonymous said...

jiakakakakak ampe disidang pak pendeta, seru bener yah? nah daku dapet perkunjungan pak pendeta ajah udah gerogi padahal itu hal yang biasa, ngga kebayang deh muka yey waktu disidang :D