Hari itu warung rame sejak awal buka sampai siang.
Jam 2-an siang ketika konsumen terakhir pergi, aku langsung mengambil lemper dan berjalan ke luar warung. Lapar.
Kebetulan paginya aku mendapat kiriman satu kantong jajan pasar. Isinya banyak dan sebagian langsung aku berikan ke tukang-tukang beca yang ada di depan warung. Tersisa kue lapis dan lemper.
Baru saja membuka satu lidi semat bungkus lemper, aku melihat ada seorang nenek di depan warung, lemper aku masukin ke kantong lagi trus aku berikan ke nenek itu.
Si nenek ini beberapa kali terlihat di depan warung untuk menunggu bis kota. Usianya pasti lebih dari 75 tahun, pakaiannya sederhana dan bersih. Biasanya mengendong buntalan di punggungnya.
Kali ini di buntalan punggungnya ada se-pot bibit mawar dengan satu kuntum mawar merah mekar.
Bibit mawar merah ini yang sangat menarik pemikiran.
Ketika plastik berisi lemper dan kue lapis aku ulurkan, si nenek kaget tapi trus tertawa menerimanya. “matur nuwun…lumayan, entuk berkat”
Ngentosi bis mbah? Dalem-e pundi? (*nunggu bis nek? Rumahnya dimana)
Nampaknya si nenek jadi merasa akrab dan malah bercerita macam-macam, mulai dari pengalaman dia bekerja sejak usia 12 tahun dengan gaji 3 ‘ketip’, tentang kegiatannya sekarang, tentang anak-anaknya yang katanya sudah sukses semua.
Beberapa hari sekali dia membeli kain batik di Pasar Klewer, kemudian menjualnya di kampung-kampung. Usianya sudah 82 tahun.
Jam 2-an siang ketika konsumen terakhir pergi, aku langsung mengambil lemper dan berjalan ke luar warung. Lapar.
Kebetulan paginya aku mendapat kiriman satu kantong jajan pasar. Isinya banyak dan sebagian langsung aku berikan ke tukang-tukang beca yang ada di depan warung. Tersisa kue lapis dan lemper.
Baru saja membuka satu lidi semat bungkus lemper, aku melihat ada seorang nenek di depan warung, lemper aku masukin ke kantong lagi trus aku berikan ke nenek itu.
Si nenek ini beberapa kali terlihat di depan warung untuk menunggu bis kota. Usianya pasti lebih dari 75 tahun, pakaiannya sederhana dan bersih. Biasanya mengendong buntalan di punggungnya.
Kali ini di buntalan punggungnya ada se-pot bibit mawar dengan satu kuntum mawar merah mekar.
Bibit mawar merah ini yang sangat menarik pemikiran.
Ketika plastik berisi lemper dan kue lapis aku ulurkan, si nenek kaget tapi trus tertawa menerimanya. “matur nuwun…lumayan, entuk berkat”
Ngentosi bis mbah? Dalem-e pundi? (*nunggu bis nek? Rumahnya dimana)
Nampaknya si nenek jadi merasa akrab dan malah bercerita macam-macam, mulai dari pengalaman dia bekerja sejak usia 12 tahun dengan gaji 3 ‘ketip’, tentang kegiatannya sekarang, tentang anak-anaknya yang katanya sudah sukses semua.
Beberapa hari sekali dia membeli kain batik di Pasar Klewer, kemudian menjualnya di kampung-kampung. Usianya sudah 82 tahun.
Waktu aku tanya mengapa tidak tinggal bersama salah satu anaknya, dia menjawab:
Lha ngopo? Wong aku nduwe omah dewe! (*Lha kenapa? Khan saya punya rumah sendiri)
Bak pembawa acara di acara infotainment simbah ini bercerita tentang hidupnya.
Aku cuma tertawa-tawa mendengar cerita-ceritanya.
Ketika aku minta ijin memotretnya, ‘Mbak, kulo foto kersa nggih mbah..’
Si nenek langsung membenahi kerudungnya.
“mengko yen wis dadi, aku di kei yo! Ojo lali!”
(*Nanti kalau sudah dicetak, saya diberi ya! Jangan lupa!)
Rupanya si nenek mudeng soal kamera digital, karena dia juga minta aku menunjukkan hasil foto melalui monitor kamera.
Obrolan kami terputus karena aku kudu melayani konsumen lagi.
Dari dalam warung aku melihat si nenek dengan sigap meloncat ke dalam bis.
Aku tertawa. Rasa lelah langsung hilang.
Nenek ini sehat, mandiri, bahagia, percaya diri dan punya semangat hidup yang tinggi; dia pasti juga yakin bisa memelihara bibit bunga yang dibawanya, hingga menjadi semak yang penuh bunga mawar.
*aku tulis cerita ini karena tadi siang ketemu beliau dan langsung ditagih, “fotoku ngendi?!”
Kakakaka…..
Lha ngopo? Wong aku nduwe omah dewe! (*Lha kenapa? Khan saya punya rumah sendiri)
Bak pembawa acara di acara infotainment simbah ini bercerita tentang hidupnya.
Aku cuma tertawa-tawa mendengar cerita-ceritanya.
Ketika aku minta ijin memotretnya, ‘Mbak, kulo foto kersa nggih mbah..’
Si nenek langsung membenahi kerudungnya.
“mengko yen wis dadi, aku di kei yo! Ojo lali!”
(*Nanti kalau sudah dicetak, saya diberi ya! Jangan lupa!)
Rupanya si nenek mudeng soal kamera digital, karena dia juga minta aku menunjukkan hasil foto melalui monitor kamera.
Obrolan kami terputus karena aku kudu melayani konsumen lagi.
Dari dalam warung aku melihat si nenek dengan sigap meloncat ke dalam bis.
Aku tertawa. Rasa lelah langsung hilang.
Nenek ini sehat, mandiri, bahagia, percaya diri dan punya semangat hidup yang tinggi; dia pasti juga yakin bisa memelihara bibit bunga yang dibawanya, hingga menjadi semak yang penuh bunga mawar.
*aku tulis cerita ini karena tadi siang ketemu beliau dan langsung ditagih, “fotoku ngendi?!”
Kakakaka…..
2 comments:
menyentuh sekaligus menggelitik, you rock grandma!! :)
hahaha, nenk2 yang keren! mengajarkan hidup memang harus dihidupi, bukan sekedar dijalani.
btw kalo tokonya mas pras itu rame terus, kok aku belom kecipratan yah hasilnya. wkwkwkwk. Ngareeep!!!
Post a Comment