Pages

Friday, August 27, 2010

Kennedy Syndrome

Dulu ketika masih menjadi penatua, beberapa kali mendapat tugas mengunjungi anggota jemaat gereja kami yang gak bisa kemana-mana. Termasuk pergi ke gereja.
Ada yang karena terlalu renta, stroke, cacat tulang belakang, dll. Malah ada yang hanya bisa merem melek tanpa bisa berkomunikasi, nyaris vegetatif.

Rasanya depressing banget liat orang-orang yang gak bisa apa-apa seperti itu.
Aku pernah nulis pengalaman tersebut di sini.

Disatu sisi membuat aku mensyukuri ke-well being-an yang aku miliki. Tapi disisi lain menjadi mimpi buruk: piye jal kalau sampai kayak gitu…

Kekuatiran ini bukan karena mengkhayal, tapi juga karena latar belakang penyakit genetis di keluarga.
Tidak banyak orang, bahkan dokter syaraf yang mengenal istilah ‘Kennedy Syndrome’. Di internet pun informasinya sangat minim. Aku mengetahui nama kelainan syaraf langka ini dari sepupu yang didiagnose penyakit tersebut oleh seorang dokter di Australia.

Gak tahu kenapa dinamai ‘Kennedy Syndrome’. Yang jelas ini adalah penyakit syaraf yang diturunkan melalui garis ibu ke anak laki-laki. Penyakit ini menyerang syaraf kaki pada usia 30an. Semua paman dari pihak ibu serta sepupu cowok yang ibunya sekandung ibu terkena penyakit ini.
Menginjak usia 30-an kaki jadi lemah. Kehilangan tenaga. Semakin lama semakin parah; gak bisa naik tangga, gampang jatuh bahkan hanya karena menginjak kerikil kecil. Puncaknya adalah kelumpuhan kaki.

Syukur pada Tuhan, hingga saat ini aku tidak mengalami itu. Saat kelas 3 SMA, pernah mengalami gejala yang mirip: kaki mudah sekali lelah, bahkan berdiri mandi saja rasanya cuapeee luar biasa. Juga gak bisa lari. Untungnya gejala itu hanya berlangsung sebulanan. Setelah itu pulih kembali.

Kondisi-kondisi diatas menjadi semacam ‘trauma’ yang kemudian membuat aku mengeksploitasi diri: mumpung masih bisa jalan, berlari, angkat-angkat barang, mumpung masih bisa mikir macem-macem, masih bisa ngomong, masih bisa apa saja, mumpung masih ini, mumpung masih itu……

Gawean utama aku adalah ngurus warung-warung keluarga.
Jaga warung 12 jam sehari, 7 hari seminggu. 365 hari setahun. Dari Senin sampai Senin.

Tapi begitu saja masih bisa baca buku (sebelum tidur or pas warung sepi), nonton indovision (malam minggu only atau kalau gak bisa tidur), nulis di blog (kapanpun pengen), belajar bikin laman (sambil jaga warung) Rasanya masih punya semangat dan tenaga untuk bikin ‘mainan’ lain.

So, aku rintis beberapa warung lagi: Servis24 (reparasi elektronik), MicaWork (handicraft), Tukangku (jasa instalasi&perawatan), dan yang paling baru : BantaLia (soft furniture).

Syukur pada Tuhan, usaha-usaha itu berjalan baik dan sehat. Konsekuensinya nambahin kegiatan dan tentu saja pikiran. Karena pasti saja ada masalah yang muncul dan kudu diselesaikan. Setidaknya mikir langkah warung-warung ini kedepannya.

Hari ini badan pegel buuuwaanget. Semalam habis nutup warung, makan sebentar, trus langsung motongin 2 gulung kain untuk bikin bantal sampai jam 1 pagi.

2 gulung = 100 yard = 90 meter lebih. Haha…mabok tenan!

Tapi gawean-gawean ini memberi kenikmatan ego dan kepuasan psikologis yang bikin ketagihan. ibarat heroin.

Rasanya masih belum puas, sekarang sedang ngisik-isik bantalCinta.com (soft furniture ukuran jumbo yang rencananya dijual online) dan be One (personalized plush : dapat ide pas jalan ke bangkok kemarin)

T-One(somewhere, someday, somehow kudu bisa buka lagi)

Kalau suatu saat ternyata aku gak bisa menghindari ‘Kennedy Syndrome’; trus di usia tertentu akhirnya lumpuh, setidaknya aku sudah puas bisa ‘berlari’ selama ini.


so, please jangan pernah bilang : istirahat dulu.
Mungkin saja tidak banyak waktu tersisa. tho?

1 comment:

Nixel cake said...

Sangat menyukai jalan pemikiran kamu....benar, hidup hanya sekali...pergunakan dengan sebaik2nya...