Pages

Wednesday, June 04, 2014

Where We Start From

Jadi,
Apa yang harus saya mulai untuk mengakhiri yang lama ?
Apa yang harus saya akhiri untuk memulai yang baru ini ?











Tuesday, May 27, 2014

Loncat Tinggi

Beberapa hari yang lalu, Jerry, seorang teman lama mampir. Lama sekali kami tidak bertemu dan nyaris gak ada komunikasi. Dulu ketika masih sering ketemu, aku menjulukinya mr. Elegant, karena  suka menggunakan kata “elegan”. 
Kami trus ngobrol macam-macam dari soal gawean dia sebagai PNS, pilpres, dan juga beberapa teman dia yang juga aku kenal.

Oh, ya kancamu :  Mr. T, apa kabar? Tanyaku

Dia sekarang di Surabaya, menikah dan punya anak satu. Sudah sukses. Hebat. Cerita Jerry

Tahunya sukses, dari mana? Kerjaannya apa?

Iya, dia sudah punya rumah, ada mobil juga. Itu sukses khan?
Aku gak tahu pekerjaanya apa. Dia hanya bilang punya usaha gitu.

Dulu Jerry aku kenal sangat kritis dan idealis.  Gak tahu sekarang.

----------------------------

Beberapa bulan ini, aku, Icha dan Adah tiap hari senin mengadakan workshop kerajinan tangan di RSU Moewardi di Solo.
Di RSU Moewardi ini terdapat unit yang menangani pasien anak-anak penderita  kanker dan penyakit akut lain.

Sejatinya berat banget bikin workshop ini, karena gawean aku sendiri sudah nyaris tidak tertangani. Waktunya hari Senin pulak  dimana kesibukan awal minggu seabreg-abreg.
Kadang workshop molor, akibatnya beberapa teman di Panca Murah kudu lembur nungguin aku balik.

Belum lagi masalah transportasi. 
Dari Ngruki, Icha dan Adah kudu naik beca dulu ke Tipes, nyari taksi trus jemput aku di Coyudan, sejalan ke Moewardi.
Baliknya juga gak kalah rempong, karena taksi yang mangkal di depan RSU Moewardi semua ga mau pake argo; jadi kami memilih telpon atau nyegat taksi yang lewat.
Itu artinya kudu berdiri di pinggir jalan selama setengah jam. Kadang lebih.
Yang paling berat: aku gak tega banget lihat pasien anak-anak berusia dibawah 10 tahun ini dengan kondisinya masing-masing. 
Semua anak dipasang alat berupa jarum yang dimasukan kedalam pembuluh darah. Ujung satunya ada katup untuk memasukkan cairan infus, kemoterapi, transfusi, dan lain-lain (ga tahu apa itu namanya)
Serem banget liatnya.
Beberapa anak sudah terbiasa. Tapi beberapa anak terlihat masih trauma.

Sebulan yang lalu seorang ibu pasien tertarik ikut workshop menjahit boneka, ketika bilang ‘jarumnya mana’; anaknya yang terbaring disisinya langsung berteriak ketakutan,

“aku gak mau jarum, aku gak mau jarum lagi! Aku gak mau jarum…”

Di tangan kanannya tertancap jarum infus, di tangan kirinya sudah tertancap jarum berkatup lain.

Hari itu aku setengah mati menahan rasa pengen nangis!!
......
......
......

Anak-anak ini memiliki stadium kanker, thalassemia, serta penyakit lain yang beragam. 
Belum tentu anak yang masih terlihat segar di minggu ini bisa bertahan dan kami temui beberapa minggu lagi.
Aku sungguh salut dengan para orang tua yang sangat tabah dan sabar menemani anak-anak ini.
Pasti luar biasa sangat menyakitkan menyaksikan anak yang dilahirkannya menderita seperti itu.
Kebanyakan dari mereka juga berasal dari keluarga menengah bawah.
gantungan kuci hasil karya para orang tua yang dijadikan hiasan tiang infus
adik satu ini lucu banget  T_T

Tujuan workshop kami adalah memberi kegiatan kepada mereka para penunggu anak yang sedang dirawat, serta memberi inspirasi dan pengetahuan kerajinan tangan.
Harapannya ini menjadi kegiatan sambilan mereka selama menunggu di rumah sakit, dan juga kegiatan sampingan di rumah yang bisa memberikan pemasukan.

Untuk tujuan pertama, sejauh ini lumayan  berhasil. Tiap kali kami datang; pasti ada saja ibu-ibu yang ikut berkerumun ikut bikin boneka, gantungan kunci, dll. Bahkan beberapa pasien anak yang agak besar juga tertarik untuk ikut menggambar pola, menggunting, belajar menjahit dengan tangan, dll.

Senang rasanya bisa sejenak mengalihkan perhatian mereka dari kondisi penyakit dan situasi pengap rumah sakit, ke kegiatan yang kami lakukan bersama.
Repotnya tenaga dan waktu mengadakan kegiatan ini lenyap melihat mereka tertawa senang ketika bisa membuat sesuatu.
Membuat kami bertiga selalu bersemangat datang tiap Senin.

Tapi untuk tujuan kedua, kami harus masih menggali metoda praktisnya.
Kami pahami juga saat-saat ini mereka pasti sudah sangat terbebani dengan masalah penyakit si anak. Rada sulit diajak merintis sesuatu usaha sampingan baru.

Pemrakarsa kegiatan ini adalah komunitas 3C (Childhood Cancer Care), sebuah komunitas yang isinya relawan-relawan yang peduli pada anak-anak penderita kanker. 
Mereka juga rutin mengadakan kegiatan bagi anak-anak disana yang sedang menjalani kemoterapi, transfusi darah, dll.

Ada Monika (ketua 3C), Beta, Iyum, dll.
Yang rutin ada disana si Raka. Usianya paling 19 tahun. 
Raka adalah salah satu survivor; julukan penderita kanker yang menjalani kemoterapi dan sembuh. Secara berkala komunitas ini menyelenggarakan acara semacam graduasi bagi survivor-survivor baru.
Aku baca blog Raka yang menceritakan masa-masa dia menjalani kemoterapi yang semua orang pasti tahu: menyiksa.

Dari angkatan aku; hanya sedikit yang sembuh kok mas. Banyak yang gak sembuh dan meninggal. Katanya enteng.

Setiap orang punya perjuangannya masing-masing. Rasanya tidak adil menentukan ketinggian bilah loncat tinggi yang sama untuk tiap orang.

Kehidupan juga masih berjalan. Barusan baca pendiri Prim*g*m*, sebuah bimbingan belajar terkenal di Yogya dan kota-kota lain; ditahan karena dinyatakan bangkrut.
Tapi hidup khan belum berakhir. Apapun kondisi yang dimiliki seseorang saat ini akan terus berubah hingga ajal nanti.

----------------------------

Hari minggu kemarin, rasanya masih belum pulih.
Tapi aku paksakan ke Yogya menengok outlet di Amplaz.
Pulangnya, seperti biasa naik kereta dari sta. Maguwo yang didepan bandara Yogya.
Nungguin kereta datang, aku muter-muter di bandara, liat kesibukan orang-orang yang akan terbang dan baru mendarat.
Ada seorang cewek mendorong kereta, dan dia membawa sebuah bantal leher.  Bantal leher MicaWork!
Pasti! Karena aku yang bikin desainnya.
Bantal lehernya sudah kucel, artinya pasti sering digunakan.

Rasanya seneng buanget! 
Bangga buanget!!
Melihat karya MicaWork di tengah keriuhan umum.

Kalau ga malu, pengen rasanya berjingkat dan meneriakkan lagu Pharell Williams : HAPPY!



Because I’m happy
Clap along if you feel like a room without a roof
Because I’m happy
Clap along if you feel like happiness is the truth
Because I’m happy
Clap along if you know what happiness is to you
Because I’m happy
Clap along if you feel like that’s what you wanna do

Monday, May 19, 2014

Pengakuan, Hari ke 4, Berdarah

Pengakuan

Setiap kali ikut pameran, beberapa hari sebelumnya pasti kehilangan rasa percaya diri. 
Runtuh. Produk MicaWork cukup bagus gak ya; bisa laku gak ya….
Kehilangan orientasi juga. Doh, aku ikut pameran kayak gini, mau nyari apaaaaa!

Inacraft 2014 kemarin, rasanya mental ngedrop banget. 
Apalagi liat stand di depan MicaWork yang lebih gede, diisi crafter beken dan sering tampil di event-event gede.
Rasanya pengen pulang Solo saja.

Hari pertama, bahkan sejak belum pembukaan resmi; sebenarnya stand MicaWork sudah rame.
Stand selalu penuh orang. Sudah ada media yang meliput dan wawancara.
Hari kedua juga rame banget; diliput + diwawancarai beberapa media lain lagi.

Tapi tetap saja aku senewen dan gak pede.
Pengen balik Solo.

Pas hari ketiga, Begitu lihat Caroline datang, aku langsung mengeluh.

Car, aku stress.

Kenapa Pau?

Aku gak pede dengan produk MicaWork. Apalagi liat stand depan itu. Barangnya bagus-bagus. Penataannya juga artsitik banget. Gak kayak MicaWork yang cuma pakai rak besi mirip toko cat.

Tapi kamu lihat sendiri, stand siapa yang lebih rame?
Stand kamu penuh orang terus, sementara stand mereka kadang biasa saja.
Iya khan? Stand siapa yang lebih rame coba?. Jawab Caroline

Iya sih, tapi aku lebih suka komposisi warna mereka.

Pau, mungkin warnanya lebih kamu sukai; tapi produk mereka itu jenis produk umum. Mereka hanya bermain komposisi warna bahan.
Nah kalau produkmu itu sangat keliatan berbeda. Barang dan desainnya orisinil, berdasarkan kreatifitasmu. Orang lain bisa lihat itu kok.

Beberapa teman sebenarnya sudah mengatakan hal yang sama: stand MicaWork lebih rame, bla, bla..
Tapi kata-kata Caroline yang bisa masuk hati. Terlebih argumennya tentang jenis produk itu yang langsung bikin mata aku terbuka..
Rasa pede dan semangat langsung balik. Hehe.



Besoknya ada juga Riki, lama kenal dari chat di internet tapi belum pernah ketemu (ehm…ehm) haha..

Riki bercerita, dia sampai harus lewat stand MicaWork 4 kali baru akhirnya bisa ngajak aku ngobrol.

Rame banget, kamu sibuk terus! Katanya..

Hahaha… ternyata pengakuan dari seseorang tertentu itu kadang penting ya! :D


Hari ke Empat.

Hari ke empat, dalam perjalanan dari hotel ke pameran, aku ngomong sama mama pengen produk MicaWork bisa tampil di bandara. Khususnya produk-produk traveling: bantal leher, cargo scarf, dll.

Tapi rasanya itu keinginan yang di awang-awang. Kalau mau sewa tempat di bandara, selain sulit pasti juga mahal banget. Belum lagi keruwetan pengelolaannya.

Alternatif lainya: masuk melalui toko-toko yang selama ini sudah ada di bandara-bandara besar: toko buku Periplus, Batik Keris, dll.

Tapi kembali aku berpikir: apa ya mereka mau…. Apa ya produk MicaWork sudah pantas di pajang di dutyshop bandara, dstnya.


Selama pameran, banyak sekali pengunjung yang berminat  menjadi reseller produk MicaWork. Ada yang lokal: kelas sista-sista yang jualan via facebook; tapi juga banyak buyer kelas ikan paus dari luar negeri: Jepang, Malaysia, Singapur, dll.


Sore hari keempat itu, ada serombongan mbak-mbak berpenampilan biasa; yang tanya-tanya bagaimana kalau mereka ingin menjual produk MicaWork di toko mereka.

Awalnya mereka tidak mau menyebut nama toko mereka; namun setelah ngobrol panjang mereka menyebutkan nama perusahaan Batik ‘senjatanya-ken-arok’ (sebut saja begitu).
Perusahaan batik terkenal dari Solo, yang punya gerai diseluruh bandara utama di Indonesia.

Kami akan menjual produk MicaWork di seluruh bandara di Indonesia. Kami lihat produk MicaWork unik, dan kualitasnya bisa masuk standar kami.

(Saat itu aku berusaha tampil kalem, padahal dalam hati pengen berteriak: TUHAN!)

Kami bertukar kartu nama dan mereka janji segera menghubungi.

Satu hari setelah pameran, mereka telpon dan bikin janji bertemu.

Saat ini surat-surat sudah di tanda tangani. Kesepakatan-kesepakatan sudah dibuat.
Surat pemesanan barang juga sudah dikeluarkan.
Teman-teman di MicaWork sudah berpacu dengan tugas masing-masing.

Dengan perkenan Tuhan, lebaran tahun ini bantal leher dan produk lain MicaWork akan bisa ditemukan di seluruh bandara besar di Indonesia, dan toko-toko jaringan Batik ‘senjatanya-ken-arok’ (sebut saja gitu)

Sekali lagi hanya bisa bilang,Matur Nuwun Gusti. Biarlah ini menjadi Kemuliaan bagiMU


Berdarah

Pameran kali ini cape banget. Selama pameran, asupan makan juga buruk.
Habis beresin pameran, bongkar rak sendirian, dll; aku ajak mama ke Bandung
Aku titipkan mama di rumah tante di Braga, aku lari-lari di  jalan Holis, berburu kain.

Sampai di Solo mulai merasa kayak kena flu.
Tapi karena gawean seabreg. Rasa cape dan flu gak digubris.

Kehujanan bikin badan demam pun tidak menahan aku  mondar-mandir ke Jakarta.
Bangun jam 4 pagi, mandi air dingin, ke bandara mengejar penerbangan pagi, selesai meeting langsung balik Solo lagi. Begitu terus.

Karena  mulai gak tahan dengan rasa pusing, akhirnya nyerah ke dokter umum.
Disuruh periksa darah; trombosit tinggal 160 (normal 150-550), tekanan darah 60-90.
Besok paginya pas buang ingus, yang keluar darah.
Terus saja begitu. Tissue di tempat sampah warnanya merah semua.
Batuk juga makin menjadi.
Badan makin lemes.

Akhirnya tumbang.

Dokter bilang kena radang tenggorokan parah.
wah! tenggorokan aja sampai kayak gitu.
Ini kalau kamu gak mau istirahat, diobatin kayak apapun gak bakal sembuh. Katanya.

Sekarang ini sudah mulai pulih.
Tenggorokan masih panas, tapi batuk sudah reda, demam sudah hilang, pendarahan juga sudah berhenti.
Tinggal berjuang melawan lemes dan pusingnya.
Dengan semangat yang aku miliki saat ini, kondisi tubuh pasti pulih cepat. 
Segera. Yuhu! :)

Inacraft 2014 kali ini memberi banyak pengalaman Iman, pencapaian, dan juga pelajaran untuk menata energi lebih baik.

Sudah lama pengen ke Kuala Namu. Lebaran kali ini karya-karya saya dulu yang hadir disana. *senyum lebar banget.

Diantara ribuan stand Inacraft, hanya beberapa yang tampil di net.tv.
MicaWork salah satunya :)


Friday, April 18, 2014

INACRAFT 2014



INACRAFT 2014 tinggal beberapa hari.
sebagian karya MicaWork dan perlengkapan pameran sudah dikirim ke Jakarta tadi sore.
Tapi masih banyak produk yang sedang di finishing.

Rasanya stress banget.
Seperti biasa, menjelang pameran gini rasa percaya diri ilang.
Sariawan.
Kurang tidur
Mual
Kebanyakan kopi
Cranky
... apalagi ya....

Ah, pokoknya kalau belum selesai; ini bakal bikin peraaan kayak roller coaster.

Tapi aku selalu percaya, kalau Tuhan sudah memberi rumah, Tuhan juga yang akan menyediakan isi rumah dan pemeliharaannya :)

Friday, March 21, 2014

Day 2 : Get Inspired!

Bagian 2 dari 4 tulisan. 

Baca bagian 1, klik : Day 1 : Get Around 

March 7th, 2014 Good morning Singapore! 
Our first morning in this singapore trip. 

Terbangun jam 0617 WIS (waktu Indonesia bagian Singapur
Mandi, dll, jam 0800 kurang; aku dan mas Fachmy turun ke bawah (dormitory kami di lantai 3
Sudah ada Icha dan Adah sedang sarapan. 
Ada roti tawar dan selai; sereal, teh, kopi dan susu. 

Jam 10 lebih baru meninggalkan hostel. 
Tujuan pertama ke Merlion. 
Belum sah ke Singapur kalau belum narsis di depan Merlion. Haha 

Kami naik MRT dari Farrer Park, turun di Raffles Place 
Menyusuri Battery Road yang satu sisinya hotel mahal One Fullerton dan satu sisinya Singapore River. Keren banget!
Banyak street furniture yang keren untuk foto-foto :D 

Pas sampai jalan Esplanade Bridge, kami menunggu lama sekali lampu tanda penyebrangan untuk pejalan kaki jadi hijau. 
Meski ngomel: “iki kok suwe banget tho!...panas banget ki!.... patung-e khan tinggal nyebrang!” 
Tapi gak terlalu peduli sebenarnya, karena asyik motret.

Sampai akhirnya kami sadar: kalau mau nyebrang musti mencet tombol yang ada di tiang lampu bangjo. Haha kami ngakak panjang mentertawakan ke’kampungan’ kami. 




Puas narsis (aku ga termasuk lho yo. Hehe
Kami menyusuri jalan, naik tangga, dan muncul persis di tempat kami tadi lama menunggu untuk menyebrang. Rupanya dengan melalui bawah tanah, tanpa perlu nyebrang jalan; kita bisa menuju ke patung singa berbadan ikan itu. 
Sekali lagi kami ngakak menyadari kekonyolan kami. Haha. 

Sesuai itinerary, selanjutnya kami naik MRT ke stasiun Bugis, jalan kaki ke Bali Lane dan Haji Lane. 
Dua jalan kecil; lebih cocok disebut gang sih. 
Rumah-rumah sepanjang dua lane ini diubah menjadi toko craft, distro, pernik, café, yang sangat unik. 
Kami berempat kayak anak kecil masuk toko permen. 

Keren banget pokoknya! Bisa bikin kesurupan liat barang-barang yang di jual disana. 
Selama di Singapur; hanya di tempat ini; tiap dari kami beli sesuatu. 
Aku beli kaus kaki lucu untuk Rio, adik Micha yang baru saja lahir. 



Aku : kayaknya keren kalau kita berempat bikin toko kayak gini, jual clothing mas Facfmy, sepatu Icha, karya MicaWork, dan cooking Adah 
Fachmy : iya! Ayo mas kita bikin! Yang ada tempat untuk kita nongkrong, rapat, dll 
Adah : iya, ada café kecilnya. 
Icha: Bisa untuk workshop juga... Di mana ya….Bandung wae! Aku mau!! Bisa sering naik kereta api. Hehehe… 
Aku: yang penting juga bisa ngasih kita duit untuk jalan ke Turki… hehehe 

Gak pernah terbayangkan ketika kami berempat kenalan pertama kali dulu; bahwa kami bisa jadi sebuah kelompok; gak hanya teman wedangan; tapi juga pameran bareng di Solo, Yogya, Bandung dan sekarang jalan bareng ke Singapur. 
Impian bikin toko bareng, kok rasanya jadi gak terlalu jauh untuk digapai. 

Secara sudah waktunya mas Fachmi Jumatan; kami bergegas ke Sultan Mosque yang ada di area itu. 
Ini masjid terbesar di Singapur dan dimasukkan kedalam salah satu tujuan wisata. 
Kalau menurutku yg hanya duduk diluar, banyak masjid di Indonesia yang lebih keren dan unik. 

Selesai Fachmy ibadah; kami berempat sudah kelaparan dan kehausan. Itu sekitar jam 1430.
Di kawasan Sultan Mosque ada Kampong Glam yang terdiri dari toko-toko unik, resto dan café khas timur tengah. 
Kami makan di resto Kampung Glam. 
Saking hausnya, mas Fachmy pesan es Lychee 3 gelas. Adah juga pesan 2 gelas. 
Hanya diminum airnya. Buah lychee nya dicuekin. 


Selesai makan langsung bergegas balik ke hostel; untuk siap-siap pameran. 
Di Singapura ada sebuah museum desain kontemporer bernama Red Dot Design Museum. 
Setiap Jumat, minggu pertama, mereka mengadakan Market of Artist And Designers (MAAD). 
Semacam bazar gitulah. Secara ini musium desain; produk yang dijual harus melewati kurasi dulu. 
Selain bazar juga ada pameran hasil karya lomba desain grafis; komunitas ilustrator, dll. 

Biasanya juga ada pertunjukan musik. 





Aku gak bawa banyak barang; tapi nominal hasil penjualan bisa menutup tiket dan penginapan. 
Respon pengunjung dan sesama peserta melihat karya MicaWork juga bagus. 
Display MicaWork

Sebagian karya MicaWork

Crowd di stand MicaWork

Detail pameran karya MicaWork, bisa dibaca disini. 

Karya Icha: sepatu handmade juga mendapat respon yang bagus dari pengunjung. 
Hanya saja Icha tidak bawa banyak produk; akibatnya beberapa pengunjung harus kecewa karena ukuran kaki dan sepatu ga pas. 

Pendeknya: kami sangat bersyukur dan bangga bisa mengikuti event MAAD. 
Bagi MicaWork (dan Icha juga tentunya) ini adalah A Step Forward : suatu langkah maju yang memberi semangat baru berkarya. 

Pendingin udara di musium bikin menggigil. Lapar pula. 
Tapi aku ga tahu lingkungan disekitar musium: bisa beli makanan dimana. Lagipula aku fokus jagain stand memperhatikan respon dan apresiasi pengunjung. 
Aku perhatikan mas Fachmy juga mulai teler dan keliatan ngedrop. 


Coba keliling lokasi pameran, liat ada stand yang jual sandwich ayam. 
Aku tawarkan ke mas Fachmy. Rada kuatir juga : enak atau gak. Halal or tidak. 
Tapi Mas Fachmy mau. 
Ditambah kopi panas, jadilah itu makan malam kami. 

Pameran selesai jam 1200 malam. Kami pulang naik taksi. 
Cape banget, ngantuk banget, kaki gempor. Tapi seneng banget. 

Setiap desainer, pelukis, penulis hebat; pastilah melihat hasil karya orang lain dulu, menangkap impian yang ada dibaliknya, usaha yang dilakukan; sebagai inspirasi untuk mencapai impiannya sendiri. 

Icha, Adah, mas Fachmy dan aku; hari ini sudah melihat banyak sekali hal-hal yang manjadi inspirasi dan semangat baru bagi masing-masing impian kami. 


Tunggu saja saat kami beraksi! Hahaha…

next : Day 3 : Get Up!

Catatan:
Foto-foto di atas adalah mas Fachmy, Icha dan Adah. S
ebagian foto milik Fachmy, Icha, dan Adah.

Tuesday, March 11, 2014

Day 1 : Get Around

Bagian 1 dari 4 tulisan.

6  Maret  2014
Hari ini aku, mas Fachmy, Icha dan Adah akan get around alias jalan-jalan ke Singapur; yang di tahun 2014 dinobatkan sebagai kota paling mahal di dunia, bahkan mengalahkan Tokyo.

Tiket Tigerair dibeli sejak Januari kemarin, dapat harga promo IDR 568.100, sudah pulang pergi. Lebih murah dari tiket SOC-CGK vv. 

Rasanya semangat + girang banget. 
Seminggu sebelumnya malah aku sudah terjangkit pre-holiday syndrome. 
Seperti biasa mas Fachmy setiap kali mau jalan keluar kota, mbingungi: belum nyuci baju, belum seterika, belum packing… pokok-e rempong banget!

Padahal ujungnya bawaan dia paling baju selembar dan 3 lembar tissue basah. 
Kali ini dia juga ribut mau bawa kacamata. 
Yang menurutku sudah ga jaman banget! 
So eighties! Itu jaman ‘catatan si boy’.

Untuk teman-teman, ini pengalaman pertama keluar negeri. 
Paspor mereka saja baru jadi 2 minggu sebelum keberangkatan. Sempat bikin aku senewen karena nama Icha di paspor beda dengan nama di tiket. Jadi aku kudu ngurus koreksi nama via telpon ke Jakarta. 

Penerbangan kami dari Yogya jam 1600. 
Dari Solo naik Prameks jam 14.30, turun di stasiun Maguwo sejam kemudian. 
Tiket IDR 6ribu per pax. 

Dibandara langsung masuk dan check-in, trus keluar dan menunggu di Solaria. 
Aku sejak pagi belum makan, sementara bocah-bocah itu sudah mulai jeprat-jepret pake fish eye trus di upload di media sosial. 

Kira-kira jam 1715 kami bayar airport tax IDR 100ribu, dan masuk ke ruang boarding yang persis ruang tunggu pembayaran listrik itu. 

Imigrasi lancar. Jedok jedok! And officialy we’re out of Indonesia. 



Pesawat kami ber-registrasi 9V-TAY berangkat tepat waktu, penumpang hanya sekitar 35%. Pasti orang-orang menghindari kami: rombongan heboh. Ngalahin Olga CS pas ke Singapura kemarin. Haha. 


Penerbangan kami : TR 2215 dijadwalkan mendarat di terminal 2 Changi, pukul 2115; tapi pilot nginjek gas pol; sehingga tiba lebih cepat 20 menit. 
Begitu keluar dari pesawat; teman-teman langsung panik: motret dan selfie. Kamera, hp, tablet semua dipakai motret. Kalau saja disitu ada tukang foto keliling, pasti juga sudah di pake semua. Haha. 












Antrian imigrasi panjang banget; tapi prosesnya cepet dan gak sampai 10 menit sudah beres, langsung ambil bagasi. 
Kami beli dulu karty EZ-link untuk naik mrt. Bayar SGD 7. 
Dari nominal itu, hanya bisa dipakai SGD 2, sisanya: SGD 5 untuk deposit. Masing-masing kami top up SGD 10 (approx. IDR 93ribu

Keluar dari Changi sudah jam 2215 

Sebulan sebelumnya, kami sudah pesan kasur di Mori Hostel
Aku ngajak mereka mencoba menginap di dormitory. Merasakan jadi backpacker. 
Padahal alasan sebenarnya, ya karena kami ga kuat bayar hotel sekelas Mandarin atau semacamnya. Hehe. 

Pemesanan kamar via hostelworld.com sebulan sebelumnya, dapat harga SGD 26 (approx IDR 245ribu) semalam. Dari tarif normal SGD 50. 
Untuk booking via Hostelworld.com hanya bayar uang muka 10% 

Stasiun MRT terdekat adalah Farrer Park. Jalan kaki ke hostel, kira-kira 5 menit lah. 

Reception Mori Hostel hanya buka sampai jam 2300. 
Aku sudah email agar mereka mau menunggu kami sampai. Tapi mereka jawab, seandainya petugas receptionist sudah pulang; kami bisa masuk pintu dengan kode akses tertentu trus mengambil perlengkapan yang sudah mereka siapkan. 

Kami sampai di hostel sudah jam 2315, syukurlah masih ditungguin. 
Langsung bayar untuk 3 malam: SGD 63 + deposit SGD 20. 
Diberi sprei, sarung bantal dan selimut untuk dipasang sendiri. 
Ini memang kebiasaan hostel dimana-mana; untuk menjamin bahwa sprei, dll tersebut baru. Bukan bekas orang lain. 

Setelah masuk kamar dan pasang sprei, langsung jalan ke Mustafa Center, sebuah toko serba ada yang buka 24 jam.
Mendekati Mustafa, di pojokan jalan ada rumah makan yang kalau lihat namanya; kami yakin itu halal. Sesuai kebutuhan teman-teman yang muslim.
Karena sdh lapar, kami memutuskan masuk. Menunya masakan India gitulah: ada nasi juga sih. Nasi India *goyang-goyang kepala.

Mas Fachmy pesan nasi dan ayam panggang. Aku pesan nasi dan ayam goreng, Icha dan Adah pesan nasi dan ikan goreng.

Harganya bikin kami langsung pucat. Mahal banget!!! Satu orang SGD 70, approx. IDR 65ribu! 

Sudah gitu.. blehhhh!! Rasanya gak enak banget.
Mungkin utk orang lain ini enak; tapi bagi kami kuahnya persis jamu cabe puyang di campur semir sepatu.

Belum 3 jam di SIN, sudah kangen dengan makanan Indonesia.
Mas Fachmy terus mengomel dan membandingkan dengan harga dan rasa sego kucing di dekat rumahnya. 

Selesai makan, kami ke Mustafa. Lihat prospek barang-barang yang bisa di beli untuk oleh-oleh sebelum pulang nanti, sekaligus berusaha move on dari makan malam yang bikin trauma dan nyaris membuat kami mengadu ke komisi Perlindungan Anak cabang Delanggu.

Pulang jalan kaki, sampai di hostel jam 0100 lebih langsung brak! tidur. Capek sih.

Hari ini, kami belajar pengalaman baru: selain halal, mustinya ada sertifikasi cocok dengan lidah Indonesia. Bagi teman2 juga pengalaman baru: nginep dihostel: berbagi ruang dengan orang asing. Get around memang mustinya demikian: melihat dan merasakan hal-hal baru sehingga mata dan hati semakin terbuka, dan mensyukuri hal-hal kecil yang selama ini terabaikan; serta memperoleh semangat baru untuk menjalani kehidupan esok penuh sinar gilang gemilang *lebay Hahaha……


next: Day 2 - Get Inspired!



Monday, March 03, 2014

A Step Forward


Hari ini rasanya produktif banget, meskipun sangat melelahkan :D
Hampir semua urusan bikin penawaran, follow up pesanan besar, serta bikin invoice-invoice selesai.


Banyak pola-pola yang juga selesai aku kerjakan.

Tapi yang paling bikin semangat adalah 3 hari lagi mau ke Singapore, bareng mas Fachmy, Icha dan Adah.
Selain mau jalan-jalan, terutama mau ikut bazaar  MAAD (Market of Artist And Designers) di Red Dot Design Museum di Singapore.


Gak bawa barang banyak; secara bagasi pesawat mahal. huhu.
Aku cuma bawa beberapa bantal leher, scented plush, topi kupluk, small plush, dan gadget sleeve.
Tapi semoga ini jadi satu langkah maju bagi MicaWork.



Urusan hostel, itinerary, dll sudah beres.
Tinggal nanti improve disana.
Bisa dibayangkan hebohnya perjalanan kami.
Ada t-shirt official juga karya mas Fachmy

Sepulangnya nanti, sudah kudu langsung fokus persiapan pameran INACRAFT 2014.

Ah, I'm so blessed! :)

Friday, February 21, 2014

Siap Tidak Siap

Jumat seminggu yang lalu, bangun pagi langsung panik melihat debu dan pasir akibat letusan gunung Kelud dimana-mana: ruang kerja, toko, dan yang paling tebal di dak beton lantai paling atas.
Miley, kucing tersayang  juga berdebu :(
Hari itu aku meliburkan semua teman kerja.

Dari pagi sampai malam bersih-bersih rumah. Hanya berhasil beresin lantai paling atas.
Sempat terpikir besoknya libur kembali; tapi akhir-akhir ini pesanan MicaWork semakin banyak dan semakin tidak tertangani.
Siap tidak siap, kudu balik kerja; mengejar deadline pesanan.
Sebisa mungkin menggunakan tempat kerja meski masih penuh debu.

Beberapa hari sebelumnya Riza  ngomel di tuiter (seperti biasa). Kali ini tentang BPJS. Menurutnya sistem belum siap, dsbnya.
Sementara aku punya sudut pandang lain: semua perlu proses; bukan saja penyusunan sistem BPJS, tapi juga bagi setiap pihat yang terkait. Percuma sistemnya sempurna kalau pelaksana di lapangan masih belum punya niat melakukan tugasnya.
Bagi masyarakat; ini juga menjadi suatu proses yang mengajarkan pentingnya kemandirian dan survavilitas.

Mungkin ada 1.000 orang yang tidak mendapatkan layanan kesehatan karena RS atau puskesmas ditempatnya belum siap. Tapi pasti ada 1000 orang lain yang berkat adanya bpjs ini mendapatkan layanan yang mereka butuhkan

Jadi, siap tidak siap; jalankan saja dulu. Perbaikan dan penyempurnaan sistem should be on the way.

Frank Llyod Wright, arsitek terkenal Amerika, menuliskan: ketika dia mendesain suatu bangunan, dia merencanakannya sedemikian rinci, menggambarkannya sangat detail sehingga dia bisa membayangkan membawa sebuah rangkaian bunga dan bisa membayangkan dimana dia akan meletakkan karangan bunga itu.

Aku melihatnya bukan sebuah sebagai perencanaan proses pembangunan yang matang: semua rencana sudah matang dan detail. Tapi lebih pada kemampuan si Frank memiliki visi tentang bagaimana hasil akhir bangunan itu.


Bulan Januari kemarin, MicaWork diliput di dua media; satunya media online: terasolo.com dan tabloid Kontan.

Aku pernah iseng google: paulus bantal.
Ternyata banyak website yang memuat artikel tentang jualan MicaWork.
Pasti banyak orang yang mengira MicaWork adalah sebuah perusahaan dengan sistem dan manajemen yang matang, alur kas yang terencana, dll.
Padahal masih acak adul.


MicaWork diawali dari sebuah minat yang lama-lama menjadi passion. Gak terbayang akan dianugerahi Tuhan kesempatan dan tanggapan sebaik ini.

Diawali dengan 1 buah mesin jahit ibu yang sekarang sudah jadi belasan. Pernah ikut pameran di lapangan Banjarsari - Solo. Sewa stand Rp 100ribu untuk 3 hari, namun selama pameran hanya dapat duit Rp 75ribu.
Melalui proses dan waktu, Tuhan memberi kesempatan menjadi peserta Inacraft tiap tahun; pameran handicraft terbesar di Indonesia bahkan mungkin di asia tenggara.


Habis pulang dari Hongkong kemarin, aku ngobrol dengan mas Fachmy dan Icha.
Icha, masih 19-20 tahun. Ketika lulus SMA 3 tahun yang lalu, alih-alih kuliah; bapak-ibu nya mengarahkan Icha untuk berwiraswasta. Saat ini Icha punya usaha bikin tas dan sepatu handmade. Produknya keren lihat saja di fb Icha.
Mas Fachmy, 29 tahun, editor aku. Sedang merintis usaha clothing juga.

Aku berhasil “meracuni” mereka untuk bikin paspor dan besok Maret ke Singapur. Gak sekedar ber backpacking, tapi juga ikut pameran di sana; membawa brand kami masing-masing “go global”
Kalau ditanya: apakah kapasitas produksi kami sudah siap? Pasti belum! lha wong pesanan domestik saja masih glagepan.

Di Singapore, ada sebuah museum desain kelas dunia: Red Dot Design Museum.
Setiap bulan, mereka mengadakan bazaar: Market of Artists And Designers (MAAD).
Ada kriteria tertentu untuk menjadi peserta. Dan kami berhasil lolos seleksi. Hore!
HORE!!!




Impian dan semangatnya sama  

“siap tidak siap; mari langkahkan kaki. satu langkah demi satu langkah. pasti ada sesuatu yang bisa di capai”