Pages

Thursday, February 03, 2005

komen utk posting Merin

Seneng banget baca entry Merin tanggal 23 january 2005 berjudul Ambigu Kompromi
Cewek pecandu kopi ini menggugat: apakah perlu seorang yg prefer sesama jenis untuk melakukan kompromi…(you’d better read the entry)

Well… aku setuju dengan pendapat Merin , tapi rasanya ada sesuatu yg masih ngganjel; dan repotnya, aku nggak bisa mengelaborasikannya (wew! sebenarnya arti elaborasi aku juga ga tahu. sok keren aja!)

Yang jelas, menurut aku sih gini:
Kompromi adalah titik tengah dari dua kondisi yang berlawanan.
Untuk mencapai titik tengah tersebut memang perlu “pengorbanan” dan kesepakatan kedua pihak; juga dengan kerelaan. (dan komitmen)

Dalam kaitan kasus teman Merin (catat!: teman Merin, bukan Merin herself):
Iya sih! preferensi seksual memang bukan sesuatu yg kudu dikompromikan! Setuju itu!

Jelas ga mungkin kalau (misalnya loh!) preferensi saya ke Ben. dikompromikan supaya pindah ke Merin. Sulit man! (Ben, aku padamu!)
Lha wong yang biasanya suka sama cowok berkulit coklat saja, susah kalau disuruh naksir yang berkulit putih, meskipun sama2 cowok. Susah man!

tapi bagaimana manifestasi dalam hidup… itu yang bisa dan kudu dikompromikan.
Karena, seperti Merin bilang, kita hidup di masyarakat yg punya sistem nilai tertentu.
Artinya :
meskipun
(menurutku sih!) ‘lucu’ dan sexy untuk melihat 2 cowok jalan di mall sambil ngasuh anak, tapi apa ya orang lain bisa nerima kalau mereka adalah a couple with their child.
Kalau mau hidup bareng, ya jalani dengan cara yg bisa diterima masyarakat dan keluarganya.
(wah jangan tanya, aku juga bingung!… Kalau sudah tahu, aku sdh hidup bareng sejak dulu hehehe…)

As I said before, kompromi adalah titik tengah.
Dimana ‘titik’ ini berada harus disepakati dua pihak. Sehingga tidak ada yg merasa di ‘kalah’kan.
Jadi, ketika teman Merin
(sebut saja X) atau ibu X masih merasakan kepahitan, itu tandanya belum ada kompromi yang ‘benar’ antara dia dan ibunya.

So, saran aku, the point is : cari lagi mana titik tengah yang bisa membuat semua pihak puas dan ikhlas. Win-win solution deh!
Ngerti khan maksud aku? ( I’ve told you, it’s really hard to elaborate my tought)

Wah! gara2 diracuni kopi satu tengki oleh Merin, aku sampe bahas same sex preferences gini….. ntar dikirain aku memang suka…..(kopi! maksudnya!)

Merin, sorry kalau kesannya ‘asal’ pengen ngasih komen, dan tambah ga jelas!
Hey, it’s a virtue to know a “vampire” like you!

1 comment:

Anonymous said...

waduh, berat nih;). tapi gue setuju hidup adalah masalah kompromi, dan sejauh mana seseorang bisa berkompromi akan kembali ke orang per orang masing-masing. kalo, misalnya, masih gak tahan dengan tudingan masyarakat, ya jangan nekad tinggal bareng;). cari kompromi yang lebih memungkinkan.

jad... pras, kamu mau tinggal bareng sapa sih *kedip-kedip, kaburrr...*

rio