Masa-masa menjelang lebaran, selalu menimbulkan stress.
khususnya untuk urusan toko; meningkatnya penjualan yang konsekuensinya :
1. order & persediaan barang secara tepat
2. tempat/gudang penyimpanan extra
3. delivery ke langganan/konsumen
4. pricing
5. ngatur jadwal kerja staff
6. namanya juga toko : gimana meningkatkan sales.
Biasanya pelarian stress kayak gini, aku ke toko buku dan borong buku.
Kemarin malam aku ke toko buku Perintis, beli :
Novel-2 Fira Basuki (Pintu, Jendela, Atap)
Pohon-Pohon Sawi karya Romo Mangun
Mesagge in The Bottle, karya ...(lupa! tadi aku bawa ke toko dan ketinggalan)
Emil Dari Lonneberga karya Astrid Lindgren
Bengkel Elektronik terbitan CV Aneka
Pasukan Mau Tahu - Misteri Surat Kaleng
Lima Sekawan Di Pulau Harta
dua buku terakhir aku sikat sampai jam 4 pagi. serasa balik ke masa lalu.
karena buku2 karya Enid Blyton dulu pertama kali terbit waktu aku masih sekolah menengah, dan aku pernah punya semua koleksinya :
Pasukan Mau Tahu
Lima Sekawan
Trio Detektif
dll
Kalau baca buku2 Enid Blyton, ada syarat yg harus dipenuhi : sedia makanan!!
Sebab tokoh2 nya diceritakan sering piknik dan membawa bekal roti kismis, limun jahe, coklat, tomat, keju, krim, strawberry...
bahkan kalau dikisahkan mereka terjebak misalnya di sebuah rumah tua, penceritaan bagaimana mereka membagi makanan, tetap bisa memancing perut aku ikut lapar....
Monday, October 25, 2004
Yesterday...
Yesterday, was an ordinary day
I got up a little late
I had my breakfast at eight
I left the house at nine
I didn't have much time
Yesterday wan an ordinary day
but yesterday, you were far away
Yesterday, was an ordinary day
I came home after tea
There was a film on teve
My coffe was cold
And the film was very old
Yesterday, was an ordinary day
You were always with me
When I came home
You were always with me
I was never alone
Yesterday, was an ordinary day
but yesterday, you were far away.....
I got up a little late
I had my breakfast at eight
I left the house at nine
I didn't have much time
Yesterday wan an ordinary day
but yesterday, you were far away
Yesterday, was an ordinary day
I came home after tea
There was a film on teve
My coffe was cold
And the film was very old
Yesterday, was an ordinary day
You were always with me
When I came home
You were always with me
I was never alone
Yesterday, was an ordinary day
but yesterday, you were far away.....
Wednesday, October 20, 2004
Murah Hati or Gak Berpendirian ?
Jarak dari rumah ke tempat kerja aku kira-kira 600 meter. Melewati pertokoan dan Jl. Keprabon: "pusat" lesehan makanan khas solo, seperti nasi liwet, wedang ronde, dll.
Aku suka sekali jalan kaki kalau pergi atau pulang kerja.
Para tukang beca dekat rumah, juga sopir kami tahu kebiasaan aku : prefer on foot.
Sampai kira-kira setahun yang lalu; karena gak enak badan, aku naik beca atau diantar mobil.
Rupanya itu dijadiin kebiasaan; setiap kali keluar dari pintu rumah, langsung salah satu sopir yg ada langsung bilang, "saya antar pak!"
Trus kalau pas gak ada mobil, langsung saja para tukang beca berebut menghampiri.
Jadi ingat waktu masih di Jakarta.
Aku tinggal di Jl. Haji Nawi - Radio Dalam, trus kantor di Wijaya Grand Center.
Pulang dari kantor, aku biasa naik bajaj (..kok gak pernah ketemu Bajuri ya ???)
Begitu mendekat ke antrian bajaj, biasanya mereka saling mendahului nawarin bajajnya,
padahal, rasanya aku bayarnya normal aja. cuma Rp. 3.000,00
Biasanya kami bisa berkomunikasi. Meskipun aku bukan org yg cerewet, tapi aku suka ngajak ngobrol dikit. Mungkin itu yg membuat mereka bersikap ramah.
Cuma gak tahu kenapa, yg jelas aku kadang-kadang jadi merasa gak nyaman....
seolah-olah sdh ga punya pilihan....
gimana gak, kalau tiap kali mereka sdh nyosor duluan...I don't have any heart to reject them.
Aku mikirnya sih, "ah, cuma tiga rebu kok....mereka butuh, aku juga gak capek..."
Terkadang, kalau pengen naik bis ke Blok M (dulu pas di jkt) atau pengen jalan kaki (di Solo) musti muter cari jalan lain yg gak ketemu mereka.
beberapa hari ini aku jadi mikir, sebenarnya aku ini bersikap "murah hati" atau "gak berpendirian" ya ?
Aku suka sekali jalan kaki kalau pergi atau pulang kerja.
Para tukang beca dekat rumah, juga sopir kami tahu kebiasaan aku : prefer on foot.
Sampai kira-kira setahun yang lalu; karena gak enak badan, aku naik beca atau diantar mobil.
Rupanya itu dijadiin kebiasaan; setiap kali keluar dari pintu rumah, langsung salah satu sopir yg ada langsung bilang, "saya antar pak!"
Trus kalau pas gak ada mobil, langsung saja para tukang beca berebut menghampiri.
Jadi ingat waktu masih di Jakarta.
Aku tinggal di Jl. Haji Nawi - Radio Dalam, trus kantor di Wijaya Grand Center.
Pulang dari kantor, aku biasa naik bajaj (..kok gak pernah ketemu Bajuri ya ???)
Begitu mendekat ke antrian bajaj, biasanya mereka saling mendahului nawarin bajajnya,
padahal, rasanya aku bayarnya normal aja. cuma Rp. 3.000,00
Biasanya kami bisa berkomunikasi. Meskipun aku bukan org yg cerewet, tapi aku suka ngajak ngobrol dikit. Mungkin itu yg membuat mereka bersikap ramah.
Cuma gak tahu kenapa, yg jelas aku kadang-kadang jadi merasa gak nyaman....
seolah-olah sdh ga punya pilihan....
gimana gak, kalau tiap kali mereka sdh nyosor duluan...I don't have any heart to reject them.
Aku mikirnya sih, "ah, cuma tiga rebu kok....mereka butuh, aku juga gak capek..."
Terkadang, kalau pengen naik bis ke Blok M (dulu pas di jkt) atau pengen jalan kaki (di Solo) musti muter cari jalan lain yg gak ketemu mereka.
beberapa hari ini aku jadi mikir, sebenarnya aku ini bersikap "murah hati" atau "gak berpendirian" ya ?
Tuesday, October 19, 2004
Mandi Malam
Aku sudah lupa, sejak kapan terbiasa mandi malam; mungkin sejak SMP atau malah SD.
Yang jelas, mandi malam membuat badan menjadi segar, bersih, tidak lengket dan nyaman; waktu naik ke tempat tidur.
Beberapa teman yag tahu kebiasaan aku biasanya komen : rematik!!
Mama juga suka bilang, “kalau mandi malam pake air panas ya!”
Tapi aku gak pernah percaya dan gak pernah bisa menangkap logika dan korelasi mandi malam dan rematik. Menurut aku itu hanya pamali jaman baheula :p
Akhir2 ini, aku terbiasa online sebelum tidur. Baca email, browsing sebentar dan kadang (hehehe..selalu ding!) masuk channel dalnet.
Trus beberapa hari yang lalu pake nick “solo-habismandi”.
Ga tahunya, nick ini jadi penglaris, karena banyak sekali yg kemudian querry dengan first line yg macam2 :
Mulai dari :
“..wah seger ya..!”
“mandi malam apa gak bikin rematik”
“kok baru mandi ?”
sampai :
“mau dong mandi bareng…”
“wah badan kamu pasti enak dicium”
“mandi lagi di kamar hotel aku yok!!...”
“….tadi jack off ya? “
dan malah ngajak :
“ml sambil mandi bareng, mau ga?”
Biasanya yang terlalu saru gak aku ladeni. Rasanya kok gak sampai hati. (hehehe padahal kadang2 penasaran juga…)
Tapi banyak juga yg bisa menjadi obrolan yg gak basi dan pengisi waktu menunggu kantuk.
Tadi aku juga sempat kenal dan ngobrol. Kayaknya lumayan nyambung. Sempat tukeran no hp dan janji besok mau telp.
Ya siapa tahu bisa dilanjutkan ke tahap mandi bareng….
Eh! maksudku di tempat masing2. hehehe….:p
Yang jelas, mandi malam membuat badan menjadi segar, bersih, tidak lengket dan nyaman; waktu naik ke tempat tidur.
Beberapa teman yag tahu kebiasaan aku biasanya komen : rematik!!
Mama juga suka bilang, “kalau mandi malam pake air panas ya!”
Tapi aku gak pernah percaya dan gak pernah bisa menangkap logika dan korelasi mandi malam dan rematik. Menurut aku itu hanya pamali jaman baheula :p
Akhir2 ini, aku terbiasa online sebelum tidur. Baca email, browsing sebentar dan kadang (hehehe..selalu ding!) masuk channel dalnet.
Trus beberapa hari yang lalu pake nick “solo-habismandi”.
Ga tahunya, nick ini jadi penglaris, karena banyak sekali yg kemudian querry dengan first line yg macam2 :
Mulai dari :
“..wah seger ya..!”
“mandi malam apa gak bikin rematik”
“kok baru mandi ?”
sampai :
“mau dong mandi bareng…”
“wah badan kamu pasti enak dicium”
“mandi lagi di kamar hotel aku yok!!...”
“….tadi jack off ya? “
dan malah ngajak :
“ml sambil mandi bareng, mau ga?”
Biasanya yang terlalu saru gak aku ladeni. Rasanya kok gak sampai hati. (hehehe padahal kadang2 penasaran juga…)
Tapi banyak juga yg bisa menjadi obrolan yg gak basi dan pengisi waktu menunggu kantuk.
Tadi aku juga sempat kenal dan ngobrol. Kayaknya lumayan nyambung. Sempat tukeran no hp dan janji besok mau telp.
Ya siapa tahu bisa dilanjutkan ke tahap mandi bareng….
Eh! maksudku di tempat masing2. hehehe….:p
Ibadah
Tadi siang aku melakukan wawancara kepada beberapa calon staf teknik.
Aku selalu berpikir bahwa ketekunan menjalankan ibadah adalah penting. Karena itu sangat membentuk karakter dan kepribadian seseorang.
Salah satu pertanyaan yg aku ajukan kepada calon beragama muslim adalah : “hari ini puasa ga ?”
Hampir semua menjawab ya. I like that!
Tapi ada satu yang menjawab tidak.
Orang ini sebenarnya lumayan keren. Foto yang dia lampirkan di berkas lamaran dia yg membuat aku tertarik mengundang dia wawancara.
Waktu aku tanya alasan kenapa tidak puasa, dia menjawab, “sedang banyak kerjaan”
Ketika kau kejar, “Pekerjaan apa ?”
“bantu menjahit” jawabnya. Ternyata ibunya menerima jahitan.
Tanya aku lagi, “loh, kamu bisa menjahit ?”
“tidak sih, hanya bantu ibu angkat2 kain dan bongkar jahitan yg salah….”
WEW!!
Bukan apa, aku Cuma tidak bisa menerima profile seorang calon staf teknik, dengan kualifikasi lulusan SMK jurusan mesin, memiliki ketrampilan bubut besi, las, dan pekerjaan bengkel lainnya yang mustinya manly dan physiccal; tidak berpuasa karena membantu ibunya pasang kancing…..
Sewaktu aku tanya, “wah, kamu bantu menjahit saja sdh tidak bisa puasa..”
Barulah dia bilang, “ sebenarnya karena tadi pagi gak bisa bangun sahur…”
Well,
It’s very nice that he helps his mother. It’s a fine thing.
Tapi aku tetap berpikir: tidak seharusnya dia menjadikannya satu alasan tidak tekun beribadah….
Aku selalu berpikir bahwa ketekunan menjalankan ibadah adalah penting. Karena itu sangat membentuk karakter dan kepribadian seseorang.
Salah satu pertanyaan yg aku ajukan kepada calon beragama muslim adalah : “hari ini puasa ga ?”
Hampir semua menjawab ya. I like that!
Tapi ada satu yang menjawab tidak.
Orang ini sebenarnya lumayan keren. Foto yang dia lampirkan di berkas lamaran dia yg membuat aku tertarik mengundang dia wawancara.
Waktu aku tanya alasan kenapa tidak puasa, dia menjawab, “sedang banyak kerjaan”
Ketika kau kejar, “Pekerjaan apa ?”
“bantu menjahit” jawabnya. Ternyata ibunya menerima jahitan.
Tanya aku lagi, “loh, kamu bisa menjahit ?”
“tidak sih, hanya bantu ibu angkat2 kain dan bongkar jahitan yg salah….”
WEW!!
Bukan apa, aku Cuma tidak bisa menerima profile seorang calon staf teknik, dengan kualifikasi lulusan SMK jurusan mesin, memiliki ketrampilan bubut besi, las, dan pekerjaan bengkel lainnya yang mustinya manly dan physiccal; tidak berpuasa karena membantu ibunya pasang kancing…..
Sewaktu aku tanya, “wah, kamu bantu menjahit saja sdh tidak bisa puasa..”
Barulah dia bilang, “ sebenarnya karena tadi pagi gak bisa bangun sahur…”
Well,
It’s very nice that he helps his mother. It’s a fine thing.
Tapi aku tetap berpikir: tidak seharusnya dia menjadikannya satu alasan tidak tekun beribadah….
Sunday, October 17, 2004
AFI
Aku terkadang memperhatikan acara reality show di TV : AFI.
Seperti malam ini, seorang lagi tereliminasi. Beberapa orang tersentuh haru. Sementara yang tereliminasi membuat pidato perpisahan tentang bersyukurnya dia bisa mengikuti acara ini, beratnya meninggalkan teman2, terima kasih untuk para mentor, dan senangnya bisa pulang dan bertemu keluarga. Rasanya selebritis banget.
Terus terang, saya jadi berandai-andai menjadi salah satu peserta AFI, berusaha tampil keren dan baik, supaya disukai dan dipilih penonton; untuk tidak tereliminasi. Dan kalaupun seandainya akhirnya harus tereliminasi, saya membayangkan bagaimana saya akan bersikap seelegan mungkin, dan kata-kata apa yang akan aku ucapkan dalam pidato perpisahan. Ah, seandainya saja…..HEI!! tapi tiba-tiba aku tertegun! Saya sebenarnya hidup dalam AFI!!! Kita semua hidup dalam AFI!!!
Hidup kita seperti AFI, kita berusaha tampil baik dan berkenan, tapi akhirnya kita tetap seperti acara AFI, kita harus menghadapi eliminasi.
Satu persatu kita dieliminasi dari kehidupan. Satu persatu kita dipanggil “pulang” persis seperti AFI, kita tidak bisa menolak utk dieliminasi. Entah sehebat apa kita berusaha, sebagus apapun kita tampil, tapi ketika saatnya tiba, kita harus meninggalkan ‘panggung’, tanpa pemberitahuan sebelumnya, kita harus kembali pulang.
Saya berpikir, pidato seperti apa yang akan saya ucapkan.
Apakah saya akan mensyukuri apa yang sdh saya lakukan dalam “karantina” kehidupan ini, apakah saya sudah berusaha belajar menyanyi (mengucap syukur kepada Tuhan) dengan ‘pitch’ yang benar. Apakah saya akan gembira meninggalkan hidup ini, karena saya akan bertemu “keluarga”, atau malah menangis, menyesal dan mengutuki kenapa harus secepat ini tereliminasi.
Dan saya berpikir, kemana saya akan pulang dari hidup ini.
Apakah sesudah ini, saya akan dilupakan, mati dan tamat; atau meskipun telah meninggalkan panggung, aku akan punya kehidupan baru, dengan karakter dan jiwa yang baru ?
Saya juga berpikir, seandainya saat ini belum tereliminasi, apa yang harus aku perbuat
Kapan kita akan tereliminasi, tidak sepenuhnya tergantung pada kita. Pihak lain yang menetukan. Kalau dalam AFI, penonton mengirimkan SMS, tapi dalam kehidupan, Tuhan menentukan.
Apakah itu berarti saya akan menyerah pada nasib dan mengutuki penonton yang kurang mengirim SMS, atau malah sebaliknya : belajar sekuat tenaga, berusaha tampil sebaik mungkin, dan berdoa sebagai ungkapan syukur atas kesempatan yang ada. Dan akhirnya biarlah Tuhan yang menetukan
Dan akhirnya saya berpikir, masuk 10 besar sudah kesempatan hebat kok!
Kesempatan utk mengikuti AFI adalah suatu karunia. Tidak banyak orang memiliki kesempatan ini. Sama dengan hidup. Banyak yang diharapkan lahir dan manjadi manusia, tapi hanya sedikit yang menjadi manusia, lebih sedikit lagi yang mendapat kesempatan mengenal Kristus.
Kalau saya mengenal Kristus, itu artinya saya sudah masuk 10 besar. Jadi kapanpun saya tereliminasi, saya sudah patut bersyukur, saya sudah masuk 10 besar.
Dan akhirnya ketika saya harus tereliminasi….
Saya akan lega, saya akan pulang dengan sukacita, saya akan mengucapkan pidato dengan penuh syukur, bangga dan lega; karena saya tahu, saya sudah bernyanyi dan tampil sebaik mungkin. Dan malam ini saya akan tidur di rumah Bapa yang menunggu saya.
10/16/2004 11:46 PM
Seperti malam ini, seorang lagi tereliminasi. Beberapa orang tersentuh haru. Sementara yang tereliminasi membuat pidato perpisahan tentang bersyukurnya dia bisa mengikuti acara ini, beratnya meninggalkan teman2, terima kasih untuk para mentor, dan senangnya bisa pulang dan bertemu keluarga. Rasanya selebritis banget.
Terus terang, saya jadi berandai-andai menjadi salah satu peserta AFI, berusaha tampil keren dan baik, supaya disukai dan dipilih penonton; untuk tidak tereliminasi. Dan kalaupun seandainya akhirnya harus tereliminasi, saya membayangkan bagaimana saya akan bersikap seelegan mungkin, dan kata-kata apa yang akan aku ucapkan dalam pidato perpisahan. Ah, seandainya saja…..HEI!! tapi tiba-tiba aku tertegun! Saya sebenarnya hidup dalam AFI!!! Kita semua hidup dalam AFI!!!
Hidup kita seperti AFI, kita berusaha tampil baik dan berkenan, tapi akhirnya kita tetap seperti acara AFI, kita harus menghadapi eliminasi.
Satu persatu kita dieliminasi dari kehidupan. Satu persatu kita dipanggil “pulang” persis seperti AFI, kita tidak bisa menolak utk dieliminasi. Entah sehebat apa kita berusaha, sebagus apapun kita tampil, tapi ketika saatnya tiba, kita harus meninggalkan ‘panggung’, tanpa pemberitahuan sebelumnya, kita harus kembali pulang.
Saya berpikir, pidato seperti apa yang akan saya ucapkan.
Apakah saya akan mensyukuri apa yang sdh saya lakukan dalam “karantina” kehidupan ini, apakah saya sudah berusaha belajar menyanyi (mengucap syukur kepada Tuhan) dengan ‘pitch’ yang benar. Apakah saya akan gembira meninggalkan hidup ini, karena saya akan bertemu “keluarga”, atau malah menangis, menyesal dan mengutuki kenapa harus secepat ini tereliminasi.
Dan saya berpikir, kemana saya akan pulang dari hidup ini.
Apakah sesudah ini, saya akan dilupakan, mati dan tamat; atau meskipun telah meninggalkan panggung, aku akan punya kehidupan baru, dengan karakter dan jiwa yang baru ?
Saya juga berpikir, seandainya saat ini belum tereliminasi, apa yang harus aku perbuat
Kapan kita akan tereliminasi, tidak sepenuhnya tergantung pada kita. Pihak lain yang menetukan. Kalau dalam AFI, penonton mengirimkan SMS, tapi dalam kehidupan, Tuhan menentukan.
Apakah itu berarti saya akan menyerah pada nasib dan mengutuki penonton yang kurang mengirim SMS, atau malah sebaliknya : belajar sekuat tenaga, berusaha tampil sebaik mungkin, dan berdoa sebagai ungkapan syukur atas kesempatan yang ada. Dan akhirnya biarlah Tuhan yang menetukan
Dan akhirnya saya berpikir, masuk 10 besar sudah kesempatan hebat kok!
Kesempatan utk mengikuti AFI adalah suatu karunia. Tidak banyak orang memiliki kesempatan ini. Sama dengan hidup. Banyak yang diharapkan lahir dan manjadi manusia, tapi hanya sedikit yang menjadi manusia, lebih sedikit lagi yang mendapat kesempatan mengenal Kristus.
Kalau saya mengenal Kristus, itu artinya saya sudah masuk 10 besar. Jadi kapanpun saya tereliminasi, saya sudah patut bersyukur, saya sudah masuk 10 besar.
Dan akhirnya ketika saya harus tereliminasi….
Saya akan lega, saya akan pulang dengan sukacita, saya akan mengucapkan pidato dengan penuh syukur, bangga dan lega; karena saya tahu, saya sudah bernyanyi dan tampil sebaik mungkin. Dan malam ini saya akan tidur di rumah Bapa yang menunggu saya.
10/16/2004 11:46 PM
Thursday, October 14, 2004
AKU ARSITEK!!!
Tiap kali, aku ditanya, “Kerja apa nih?”
Aku jawab dengan bangga : AKU ARSITEK!!
Well, as a matter of fact; I was an architect.
Ya, impian dan cita-citaku sejak kecil adalah menjadi arsitek.
Ya, sejak kecil ketika teman2 mengkoleksi gambar robot, aku koleksi gambar rumah
Ya, aku lulusan Fak. Teknik Jur. Arsitektur Universitas Gadjah Mada
Ya, aku bekerja dari tukang gambar, sampai akhirnya jadi kepala divisi perancangan.
Ya, aku punya beberapa karya “public project” yang salah satunya berdiri gagah di Jl. MH Thamrin Jakarta.
Ya, aku jadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia.
It was 14 May 1998, when my parents told me that 1 by 1 of their store in Solo rioted and burned down.
Syukur pada Tuhan, keluarga selamat.
Tapi semua habis.
Tidak tersisa satu helai pakaianpun.
Tidak satu piringpun tersisa.
Asuransi ? well…siapa yang menduga kami akan mengalami hal ini ?
Bangkit lagi ?
Mustinya gitu, tapi papa-mama sudah trauma dan kecewa.
Padahal butuh semangat dan tekad baja untuk mulai lagi dari awal.
Dan cuma itu, karena sdh tidak ada tabungan apalagi deposito.
Aku tahu, aku harus pulang.
Dan sebagai the eldest child, aku kudu berdiri di depan, meski mungkin I’m not the best.
Tapi gak segampang itu meninggalkan dunia meja gambar.
I went to Jakarta to avoid my parents bussines. I always hate to be a shop keeper.
Tapi ada pilihan yang harus di jawab….
Akhirnya, awal tahun 2000,
ada acara perpisahan di sebuah kantor di Jakarta.
Perpisahan untuk aku.
Beberapa rekan menangis. Boss bilang, he’d accept me, kapanpun mau balik.
Tapi aku ihklas dan percaya, Tuhan menghendaki ini.
Now, it’s oktober 2004.
Hampir 4 tahun sejak aku balik Solo.
Ada setumpuk catatan rasa putus asa, kecewa, marah, menyesal, dan nangisss…
Tapi, juga sudah ada 3 toko berdiri : elektronik, furniture, dan sebuah toko fancy+stationery.
Bulan depan kami resmikan sebuah usaha lagi.
Thank’s God for your hands
Thank’s for the good name of my family,
Thank’s for the togetherness of my folks…
Now, I am not an architect.
Bukan, sekarang aku bukan seorang arsitek.
Tapi dalam setiap detik hidup aku, selalu saja masih ada sekian nano detik…sebuah mimpi
Suatu saat aku akan duduk di depan meja gambar lagi.
Suatu saat aku akan berbicara dengan seseorang tentang indahnya rumah yg aku gambar
Suatu saat aku akan berdiri di sebuah proyek yang merealisasikan gambar rumah ku
Jadi,
Tiap kali kamu tanya, “Kerja apa nih?”
Aku akan jawab dengan bangga : AKU ARSITEK!!
Aku jawab dengan bangga : AKU ARSITEK!!
Well, as a matter of fact; I was an architect.
Ya, impian dan cita-citaku sejak kecil adalah menjadi arsitek.
Ya, sejak kecil ketika teman2 mengkoleksi gambar robot, aku koleksi gambar rumah
Ya, aku lulusan Fak. Teknik Jur. Arsitektur Universitas Gadjah Mada
Ya, aku bekerja dari tukang gambar, sampai akhirnya jadi kepala divisi perancangan.
Ya, aku punya beberapa karya “public project” yang salah satunya berdiri gagah di Jl. MH Thamrin Jakarta.
Ya, aku jadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia.
It was 14 May 1998, when my parents told me that 1 by 1 of their store in Solo rioted and burned down.
Syukur pada Tuhan, keluarga selamat.
Tapi semua habis.
Tidak tersisa satu helai pakaianpun.
Tidak satu piringpun tersisa.
Asuransi ? well…siapa yang menduga kami akan mengalami hal ini ?
Bangkit lagi ?
Mustinya gitu, tapi papa-mama sudah trauma dan kecewa.
Padahal butuh semangat dan tekad baja untuk mulai lagi dari awal.
Dan cuma itu, karena sdh tidak ada tabungan apalagi deposito.
Aku tahu, aku harus pulang.
Dan sebagai the eldest child, aku kudu berdiri di depan, meski mungkin I’m not the best.
Tapi gak segampang itu meninggalkan dunia meja gambar.
I went to Jakarta to avoid my parents bussines. I always hate to be a shop keeper.
Tapi ada pilihan yang harus di jawab….
Akhirnya, awal tahun 2000,
ada acara perpisahan di sebuah kantor di Jakarta.
Perpisahan untuk aku.
Beberapa rekan menangis. Boss bilang, he’d accept me, kapanpun mau balik.
Tapi aku ihklas dan percaya, Tuhan menghendaki ini.
Now, it’s oktober 2004.
Hampir 4 tahun sejak aku balik Solo.
Ada setumpuk catatan rasa putus asa, kecewa, marah, menyesal, dan nangisss…
Tapi, juga sudah ada 3 toko berdiri : elektronik, furniture, dan sebuah toko fancy+stationery.
Bulan depan kami resmikan sebuah usaha lagi.
Thank’s God for your hands
Thank’s for the good name of my family,
Thank’s for the togetherness of my folks…
Now, I am not an architect.
Bukan, sekarang aku bukan seorang arsitek.
Tapi dalam setiap detik hidup aku, selalu saja masih ada sekian nano detik…sebuah mimpi
Suatu saat aku akan duduk di depan meja gambar lagi.
Suatu saat aku akan berbicara dengan seseorang tentang indahnya rumah yg aku gambar
Suatu saat aku akan berdiri di sebuah proyek yang merealisasikan gambar rumah ku
Jadi,
Tiap kali kamu tanya, “Kerja apa nih?”
Aku akan jawab dengan bangga : AKU ARSITEK!!
Subscribe to:
Posts (Atom)