Pages

Friday, August 15, 2008

Apartemen K 920 – feat. Heri Santoso


Tadi pagi seorang kurir mengantarkan surat yang amplopnya polos ga ada nama pengirimnya. Sempat mikir ini junk-mail, atawa dari penggemar ga jelas, tapi ternyata pemberitahuan pembangunan kembali Grand Surya Apartemen di daerah Jakarta Barat.
Aku beli satu unit apartemen ini tahun 1997, tapi kemudian krisis moneter menebar tulah, dunia properti terjungkal dan pembangunan apartemen ini macet.
Seneng banget kalau apartemen ini akhirnya bisa diteruskan pembangunannya. Artinya duit aku ga ilang dan after this ini aku punya apartemen di jakarta. CIHUY!!
(*nyanyi lagunya Ellya Kadam : hatiku gembira membawa boneka…)

Seneng banget pokoknya !! rasanya ini berita paling menyenangkan tahun ini :D rasanya bisa membuat semangat fully re-charged.

Tapi apartemen ini membuat aku jadi ingat lagi Heri Santosa, seorang teman yang jadi korban mutilasi.
Setelah mendengar berita itu, aku sempat nulis tentang pertemanan kami as follows, tapi selama ini hanya disimpan sebagai draft, belum sempat diedit….

Solo - Juli 2008
Beberapa hari yang lalu ke warnet. Sudah rada lama ga online.
Seperti biasa langsung buka detik.com dan login di mail.yahoo.
Di detik.com aku cari berita tentang Margaret Tatcher atau berita politik penting lain, tapi ga ketemu dan ga ada berita lain yang menarik. Pas mau klik ‘log out’ aku tertegun dengan judul pembunuhan mutilasi…

Weitz!! Kok mirip nama teman aku : Heri Santoso
Emang nama ini rada mass product, tapi kok di hati rasanya ga sedep banget!

Langsung aku baca berita satu persatu. Dan makin lama makin membuat beat jantung makin ga jelas! Bukan hanya nama yang persis, tapi…

Usia 40 tahun…kok sama
Tinggi 170-an…kok sama.
Kulit putih dan bersih …kok sama
Mancung dan bermata coklat….sama heh!
Tampan…..Heri emang tampan!

Hati aku sudah mencelos….

Rumah di bekasi….Waduh! kok sama lagi..
Pekerjaan Sales persh baja……waw! Loh!... Loh! Kok mirip!
Asal Surabaya…….weitz! Heri dari Malang apa Surabaya ya??

Rasanya badan aku jadi dingin, goose bump every where….

Mobilnya……kalau ini sih aku ga tahu
Istrinya bernama Ayu dan beranak satu….yang ini kok mirip lagi!!!!

Hei!...hei!!!

Langsung aku search berita terkait, berharap ada foto korban, tapi yg ada hanya deskripsi tertulis tentang korban yang dimutilasi jadi 7 bagian.
Aku langsung berlari pulang sambil sms Tio tentang kekuatiran aku dan berdoa semoga ini hanya kemiripan saja!
Setelah telpon sana-sini…….ternyata kekuatiranku mengejawantah: It’s him!
It’s him!
Heri Santoso teman aku yang terbunuh!

Rasanya jadi stress banget, sampai badan kayak masuk dandang kukusan!

Damn!
Damn!
Damn!
Jakarta - Tahun 1995
Kalau rata-rata teman sekantor selalu menyuruh Sayuti a.k.a office boy untuk beli makan siang, aku lebih suka pergi dan makan di warung-warung sekitar kantor kami di Wijaya Grand Center, Kebayoran baru
Pas makan siang itu sering banget ketemu rombongan Heri, Tatik, Bowo, Ayu, Rani, Umar dan Uni.
Sebenarnya kami bekerja di holding yg sama, tapi beda perusahaan. Kalau aku di konsultan perencana, mereka di unit kontraktor. Kantor kami juga sama, hanya beda lantai.
Dari cuma saling menyapa, kami ber 9 jadi sering janjian makan bareng, dan membentuk geng jalan2. Kalau pas akhir minggu pake mobil kantor ke anyer, bogor, bandung, atau sekedar menjelajahi mall….

Diantara teman-teman ini, aku dan Heri relatif lebih dekat karena kebetulan saja kami memiliki waktu luang yang sama serta memiliki kemiripan dalam hal makanan, dan yang paling utama : nonton pameran properti di Senayan tiap akhir pekan.

Heri bukan tipikal cowo L-Men, malah rada chuby. Kadang dia meledek kami seperti angka 10. Dia menyebut dirinya ‘molegh’ Tapi Heri memiliki daya tarik unik. Selama pertemanan kami, aku tahunya dia dekat dengan teman satu kantor, si Uni (*cewe jawa asli loh, bukan dari padang). Tapi ga jelas statusnya. Heri selalu bilang kalau belum punya duit untuk pacaran apalagi menikah. Heri memang tulang punggung keluarganya: ibu, serta 3 orang adik perempuan.
Keluarga ini hidup sederhana di sebuah rumah petak. Kalau malam Heri tidur di depan teve di ruang tamu, karena satu-satunya kamar dipakai oleh ibu dan adik2nya yg cewek.

Heri orang yang hemat. Dia yang memaksa aku kemana2 naik bis kota, “kalau bisa naik bis kota, ngapain kudu naik taxi!” …..“Ayo pulang. Tapi naik angkot wae! Aku ga mau naik taksi!”
Jadilah aku (*kadang masih berdasi) diseret-seret naik bis dari terminal-ke terminal; Blok M, Lebak Bulus, Kampung Rambutan ……. Ciracas.
Instead makan di mall atau sebangsanya, dia lebih suka makan di warung. Dua warung favorit : Rawon di Blok M dan nasi uduk dekat kost aku di Radio Dalam.
Heri seorang muslim yang taat, dan rajin puasa senin kemis. Meski sangat toleran, misalnya pas bulan puasa tetep maksain menemani aku pergi makan siang.
Kalau malam minggu kami sering dugem, tapi ga pernah merokok, minum berakohol apalagi sampai bawa ‘bungkusan’ pulang. Hihihi….

Dalam masa pertemanan, aku paling gigih mendorongnya menyelesaikan kuliah. Aku bantuin ngerjain skripsinya. Aku masih ingat skripsinya: “Kadar Dan Jenis Semen Dalam Menentukan Kekuatan Adukan Beton” hingga dia lulus dan diwisuda. Menjadi yang pertama memiliki gelar sarjana di keluarga besarnya.

Dari hoby kami menjelajahi pameran properti, akhirnya aku mendapatkan apartemen Grand Surya Jakarta Barat dan Heri memilih rumah di Limus Pratama di Bekasi. Kami saling memberi semangat dalam bekerja dan menghemat gaji agar bisa menyicil angsuran masing2.
Kami jadi makin sering nonton pameran properti dan interior. Hampir setiap hari minggu menjelajahi toko interior dan bangunan, meski hanya untuk window shopping….lumayanlah bisa nyicil mimpi mendekor rumah sendiri. Hehe…
Tapi pada tahun 1997 Indonesia terkena krisis ekonomi, dunia properti kolaps. Kalau rumah Heri bisa selesai dibangun, apartemen aku macet.
Ketika serah terima rumahnya, Heri minta aku yang membuat check-list. Mas khan lebih ngerti soal kualitas bangunan, katanya.
Heri pernah berkata, ‘sampai kapanpun, aku ga akan lupa bagaimana aku bisa menyelesaikan kuliah dan memperoleh rumah di Bekasi’


Kami berteman selama 6 tahun hingga tahun 2000 aku resign dan balik ke Solo.
Itu pertemuan terakhir kami. Tidak lama kemudian Heri dimutasi ke Kendal selama hampir setahun, akhirnya resign juga dan pindah kerja.

Selama tahun 2000-2008 kami berbicara lewat telp hanya 3-4 kali. Terakhir sekitar 2 tahun yang lalu. Bisa dikatakan hilang komunikasi. Meski demikian tadinya aku berpikir suatu saat pasti ketemu lagi.

Aku masih ingat perkenalan kami yang pertama
Aku masih ingat suara tawanya
Aku masih ingat bagaimana dia berbicara
Aku masih ingat tempe goreng dan rawon kesukaan kami
Aku masih ingat giginya yg agak tongos
Aku masih ingat perselisihan2 kami
Aku masih ingat banyaknya cabe setiap kali dia beli rujak
Aku masih ingat telp kami malam2 kalau ga bisa tidur
Aku masih ingat dia menangis ketika aku mengantarnya opname karena tifus.
Aku masih ingat kami berdua makan nasi goreng depan BIP bandung
Aku masih ingat naik angkot malam2 kalau kerumahnya
Aku masih ingat fanta merah yang dia suguhkan ketika terakhir ke rumahnya
Aku masih ingat jabat tangan terakhir ketika kami berpisah di tahun 2000
Aku masih ingat pada tahun 2006 di telp Heri berkata,…Mas kalau ke jakarta kasih tahu ya…


Tapi… aku pengeeeeeen cepat lupa bagaimana Heri harus meninggal.

Heri…..
ikhlaskan yang sudah terjadi, pastikan damai besertamu saat ini; I know you better than most people.
Selamat jalan Heri..

1 comment:

Anonymous said...

Setiap orang bisa dikenang bisa dari berbagai sisi, mungkin sisi yang saya kenal dari heri bisa memberikan pelajaran buat saya agar bertobat meninggalkan apa apa yang telah saya lakukan dengan almarhum, bagi saya dan teman teman yang ingin bertobat semoga Allah SWT tetap menjaga jalan yang lurus agar jangan terhempas ke jalan yang dulu.
Ya Allah Ampuni Hambamu ini....
Semoga heri mendapat tempat yang lapang Di ssisi Allah SWT. Amiin....