Acara BRI di Trans TV malam ini menampilkan Jikustik yang berkolaborasi dengan Waljinah.
Kwang..kwang…kwang! Ancur mawur!
Aku perhatikan pas lagu “Putri” Si mbok Waljinah ga bisa mengikuti cengkok lagu pop trus pas masuk lagu jawa, penabuh gendingnya ga ‘masuk’ dengan pas, akibatnya si mbok Waljinah kehilangan pitch control-nya.
Ketika Pongky mau nyanyi ‘Seribu Tahun Lamanya’, ada surprise: Novi –istri pongki- muncul dan menyanyikan intro lagu itu. Si Novi membawa bunga dan boneka Hommer yang diberikan ke si suami.
Shortly, akhirnya mereka duet nyanyi lagu itu. Keren banget! Bahasa tubuh dua orang itu menunjukkan ikatan emosi mereka berdua sebagai suami istri.
"So sweet" komentar Olga Lydia yang jadi MC nya.
Di acara itu aku baru tahu kalau Pongky dan Novy menikah di gereja.
Ga ada hubunganya sih, tapi aku jadi ingat bahwa setiap pernikahan di gereja basically tidak bisa diceraikan.
Ketentuan ini berlaku di semua gereja mainstream: protestan, katolik, ortodox bahkan gereja Kristen Syria. Cuma gereja di Las Vegas yang mengijinkan perceraian. Hehe..
Gereja memandang pernikahan adalah janji suci sepasang manusia kepada Tuhan. Pada setiap pernikahan, setiap mempelai berjanji kepada Tuhan : akan setia saling mendampingi dalam suka dan duka, dalam sakit dan sehat, hingga maut memisahkan. Pendeta juga akan merespon dengan kalimat: apa yang disatukan dihadapan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia.
Tentu saja gereja menyadari konflik2 yang akan muncul dalam perjalanan berumah tangga, untuk itu gereja selalu menyediakan dukungan pendampingan bagi anggota jemaatnya.
Pada kasus-kasus tertentu misalnya terjadi kekerasan domestik yang parah, gereja akhirnya menyetujui perceraian, tapi gereja tidak akan pernah memberikan ijin kepada dua orang itu untuk menikah lagi. Kecuali rujuk.
Caroline, (seseorang yang pernah mampir di hati) menikah secara Katolik. Karena suatu hal akhirnya mereka harus bercerai. Gereja tempat Caroline berjemaat ketika akhirnya memberikan ijin perceraian, tapi sang Romo berkata kepada Caroline: Apa yang pernah tercatat di bumi juga tercatat di surga.
Pernikahan dengan orang lain berarti adalah zinah. Itu artinya selama Caroline masih menjadi seorang kristen, dia tidak akan bisa menikah lagi sepanjang hayat.
Dalam pemahaman gereja, suami-istri juga menggambarkan ikatan manusia dan Tuhan. Sama persis dengan budaya jawa juga terdapat konsep ini :manungal-ing Gusti lan kawula.
Dalam budaya jawa, suami istri juga dinyatakan sebagai satu nyawa, mangkanya seorang suami atau seorang isteri disebut garwa (sigaran nyawa: belahan jiwa).
Secara nyawa seharusnya satu dan utuh, maka ketika mereka bercerai mereka kehilangan separuh nyawa alias hanya setengah hidup.
Manusia barulah ‘hidup’ apabila memiliki ikatan dengan Tuhan. Kira-kira begitu.
Kwang..kwang…kwang! Ancur mawur!
Aku perhatikan pas lagu “Putri” Si mbok Waljinah ga bisa mengikuti cengkok lagu pop trus pas masuk lagu jawa, penabuh gendingnya ga ‘masuk’ dengan pas, akibatnya si mbok Waljinah kehilangan pitch control-nya.
Ketika Pongky mau nyanyi ‘Seribu Tahun Lamanya’, ada surprise: Novi –istri pongki- muncul dan menyanyikan intro lagu itu. Si Novi membawa bunga dan boneka Hommer yang diberikan ke si suami.
Shortly, akhirnya mereka duet nyanyi lagu itu. Keren banget! Bahasa tubuh dua orang itu menunjukkan ikatan emosi mereka berdua sebagai suami istri.
"So sweet" komentar Olga Lydia yang jadi MC nya.
Di acara itu aku baru tahu kalau Pongky dan Novy menikah di gereja.
Ga ada hubunganya sih, tapi aku jadi ingat bahwa setiap pernikahan di gereja basically tidak bisa diceraikan.
Ketentuan ini berlaku di semua gereja mainstream: protestan, katolik, ortodox bahkan gereja Kristen Syria. Cuma gereja di Las Vegas yang mengijinkan perceraian. Hehe..
Gereja memandang pernikahan adalah janji suci sepasang manusia kepada Tuhan. Pada setiap pernikahan, setiap mempelai berjanji kepada Tuhan : akan setia saling mendampingi dalam suka dan duka, dalam sakit dan sehat, hingga maut memisahkan. Pendeta juga akan merespon dengan kalimat: apa yang disatukan dihadapan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia.
Tentu saja gereja menyadari konflik2 yang akan muncul dalam perjalanan berumah tangga, untuk itu gereja selalu menyediakan dukungan pendampingan bagi anggota jemaatnya.
Pada kasus-kasus tertentu misalnya terjadi kekerasan domestik yang parah, gereja akhirnya menyetujui perceraian, tapi gereja tidak akan pernah memberikan ijin kepada dua orang itu untuk menikah lagi. Kecuali rujuk.
Caroline, (seseorang yang pernah mampir di hati) menikah secara Katolik. Karena suatu hal akhirnya mereka harus bercerai. Gereja tempat Caroline berjemaat ketika akhirnya memberikan ijin perceraian, tapi sang Romo berkata kepada Caroline: Apa yang pernah tercatat di bumi juga tercatat di surga.
Pernikahan dengan orang lain berarti adalah zinah. Itu artinya selama Caroline masih menjadi seorang kristen, dia tidak akan bisa menikah lagi sepanjang hayat.
Dalam pemahaman gereja, suami-istri juga menggambarkan ikatan manusia dan Tuhan. Sama persis dengan budaya jawa juga terdapat konsep ini :manungal-ing Gusti lan kawula.
Dalam budaya jawa, suami istri juga dinyatakan sebagai satu nyawa, mangkanya seorang suami atau seorang isteri disebut garwa (sigaran nyawa: belahan jiwa).
Secara nyawa seharusnya satu dan utuh, maka ketika mereka bercerai mereka kehilangan separuh nyawa alias hanya setengah hidup.
Manusia barulah ‘hidup’ apabila memiliki ikatan dengan Tuhan. Kira-kira begitu.
Sepasang suami isteri memang seharusnya abadi, tidak hanya sampai kakek-nenek. Seperti matahari yang setia terbit setiap pagi seorang garwa juga selalu setia dan ada.
Balik ke soal Jikustik, menurut aku frasa lagu ‘Putri’ ini yang paling nyokot :
..bila engkau rindu aku putri,
coba kau pandangi langit malam ini, aku di situ.
bila itu tak cukup mengganti
cobalah kau hirup udara pagi, aku di situ…..
Balik ke soal Jikustik, menurut aku frasa lagu ‘Putri’ ini yang paling nyokot :
..bila engkau rindu aku putri,
coba kau pandangi langit malam ini, aku di situ.
bila itu tak cukup mengganti
cobalah kau hirup udara pagi, aku di situ…..
No comments:
Post a Comment